Ads
Ramadan

Fikih Pegangan Puasa (1): Sopan Santun Puasa

Ditulis oleh Panji Masyarakat

Sopan santun (adab) puasa adalah amalan-amalan sehubungan dengan puasa atau bulan Ramadan yang oleh umat disepakati sebagai mustahabb (disukai agama), meskipun tak mengakibatkan dosa bila ditinggalkan. Umumnya yang di bawah ini sudah kita ketahui, tapi cobalah kita kaji lagi:

  1. Sahur. Populer sekali hadis Anas r.a., yang menyampaikan sabda Rasulillah s.a.w. “Makan sahurlah kamu, karena di dalam sahur terdapat berkah” (riwayat Bukhari dan Muslim).

Waktu sahur terhitung dari pertengahan malam sampai terbit fajar, tetapi lebih disukai mengakhirkannya. Dari Zaid Ibn Isabit r.a. Katanya, “Kami bersahur bersama Rasulullah saw. Lalu kami bangkit untuk sembahyang.” Aku (periwayat) bertanya, “Berapa jangka waktu antara keduanya?” Jawabnya, “Lima puluh ayat” (waktu yang d pakai untuk membaca kira-kira 50 ayat ukuran sedang). Riwayat Bukhan dan Muslim.

Kalau Anda, di tengah makan sahur, ragu-ragu apakah subuh sudah datang. Anda dinasihati untuk terus makan dan minum sampai Anda benar-benar yakin, dan dengan demikian Anda tidak bertindak (menghentikan makan) berdasarkan keraguan (syakk). Sebab Allah sudah menjadikan untuk penutup makan dan minum itu kejelasan terbitnya fajar, bukan keragu-raguan. Firman-Nya, “Dan makanlah dan minumlah sehingga menjadi jelas bagi kamu benang yang putih dari benang yang hitam yaitu fajar” (Q. 2:187). Seseorang bercerita kepada Ibn Abbas r.a: “Aku makan sahur. Kalau aku ragu-ragu aku berhenti”. Komentar Ibn Abbas: “Makan saja, waktu kamu ragu itu, sampai kamu tidak ragu lagi”. ini mazhab Imam Ahmad ibn Hanbal. Berkata Imam Nawawi: para ulama Syafi’i juga bersepakat mengenai dibolehkannya makan bagi orang yang ragu-ragu dalam hal datangnya fajar.

  1. Menyegarkan berbuka. Dari Sahl ibn Sa’d r.a, Nabi s.a.w. bersabda : “Orang-orang itu akan baik-baik saja selama mereka menyegerakan berbuka” (riwayat Bukhari dan Muslim). Dari Anas r.a. Katanya, “Dahulu Rasulullah s.a.w. berbuka dengan dedaun sayur rathbah (ruthubat) sebelum sembahyang. Kalau tidak ada, dengan kurma. Kalau tidak ada, beliau teguk air beberapa tegukan” (riwayat Abu Dawud, Al-Hakim, dan Turmudzi).
  2. Berdoa waktu berbuka dan di tengah puasa. Ibn Majah meriwayatkan dari sumber pertama Abdullah ibn Amr ibnul Ash bahwa Nabi SAW bersabda, “Bagi orang yang berpuasa, pada waktu berbuka, ada doa yang tidak ditolak.” Abdullah sendiri bila berbuka membaca: “Allah, aku mohon kepada-Mu, dengan rahmat-Mu yang meliputi segala-galanya, untuk mengampuniku (Allaahumma innii as-aluka birahmatikal latii wasi’at kulla syai-in an taghfira lii)”. Sudah diketahui juga bahwa Nabi SAW dahulu mengucapkan, “Sudah pergi rasa haus, sudah basah urat-urat, sudah tetaplah pahala insya Allahu Ta’ala (Dzahabazh zhama-u wabtallatil uruuqu wa tsabatal ajru in syaa Allaahu Ta’alaa)”.

Dalam sebuah hadis mursal (didapat secara tidak langsung dari Nabi), doa beliau adalah: “Allah, untuk-Mu aku berpuasa, dan dengan rizki-Mu aku berbuka (Allaahumma laka shumtu wa ‘alaa rizqika afthartu)”. Doa-doa ini sering digabung, dan itu baik saja. Diriwayatkan Turmudzi bahwa Nabi SAW bersabda, “Tiga orang yang tidak ditolak doanya: orang yang berpuasa sehingga berbuka, kepala negara (pemimpin, imam) yang adil, dan orang yang dirampas haknya (dizalimi) ” Karena itu disukai banyak berdoa selagi berpuasa misalnya untuk kedua orangtua, juga anak-anak.

  1. Menghindari segala yang tidak sesuai dengan puasa. Dari Abu Hurairah r.a Sabda Nabi SAW, “Puasa itu bukanikah (hanya) dari makan dan minum. Puasa itu (juga) dari segala omong kosong dan omongan jorok. Kalau seseorang memaki engkau atau berbuat bodoh kepada kamu, katakan, aku puasa, aku puasa” (riwayat Ibn Khuzaimah, Ibn Hibban, Al-Hakim).

Riwayat imam-imam hadis kecuali Muslim, dari sumber pertama Abu Hurairah r.a.: Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa tidak meninggalkan omongan bohong (palsu) dan perbuatannya, tidak ada kebutuhan pada Allah bahwa ia meninggalkan makanannya dan minumannya.” 

  1. Bersiwak. Disukai bersiwak di tengah puasa, tanpa ada perbedaan di awal ataukah akhir siang.  Diriwayatkan oleh At-Turmudzi, Imam Syafii juga ndak berkeberatan dengan siwak, di awal hari atau akhir han Nabi SAW sendiri bersiwak selagi berpuasa.
  2. Kedermawanan dan tadarus Al-Qur’an. Kedermawanan dan mendaras AlQur’an disukai di setiap waktu, tapi lebih-lebih di bulan Ramadan. Bukhari meriwayatkan dan sumber pertama Ibn Abbas r.a. Katanya, “Adalah Rasulullah orang yang paling dermawan, tapi lebih dermawan dari segala-galanya ialah di bulan Ramadan, ketika Jibril menemui beliau. Dia menemui beliau setiap malam di bulan Ramadan dan mentadaruskan Al-Qur’an kepada beliau. Maka Rasulullah saw menjadi lebih murah dalam hal harta diding tiupan angin (dalam kecepatan dan kemerataan).
  3. Bersungguh-sungguh alam ibadah di malam malam terakhir Ramadan Bukhari dan Muslim meriwayatkan kan dari Aisyah r a., bahwa Nabi s.a.w., bila memasuki sepuluh hari terakhir, menghidupkan malam, membangunkan keluarga beliau, dan menjauhi tempat tidur istri beliau (lebih memilih ibadah). Ini semua di luar salat malam (tarawih), yang dibicarakan secara tersendiri. Bersambung

Penulis: Ust. Abu Fitri Firdausi. Bahan: As-Saiyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, I, Darul Fikr, Beirut, 1400 H./1980 M; Ibn Rusyd, Hidayatul Mujtah wa Nihayatu Muqtashid, I, Darul Ma’ridlah, Beirut, 1406 H./1985

Sumber: Panjimas, 13-26 November 2002

Tentang Penulis

Panji Masyarakat

Platform Bersama Umat

Tinggalkan Komentar Anda