Ads
Aktualita

Pilpres 2024: Mengotak-atik Pasangan Penentu Kemenangan

Avatar photo
Ditulis oleh Arfendi Arif

Pilpres 2024 terus menjadi pembicaraan hangat di masyarakat. Untuk bakal calon presiden sudah banyak nama yang beredar. Namun, untuk nama wakil presiden ternyata sulit menentukan. Saking sulitnya, kadang muncul semacam “kompromi ” mereka yang disebut sebagai calon presiden “diotak-atik” untuk jadi wakil presiden. Tentu ada yang menampik atau menolak.

Anies Baswedan yang sudah dideklarasikan dan didukung tiga partai, masih kebingungan mencari pasangan untuk wakilnya, apalagi partai yang belum punya capres, dan sudah berkoalisi seperti KIB (Koalisi Indonesia Baru) masih bingung menentukan capresnya. Dan, yang tidak perlu  berkoalisi karena kursinya sudah lebih 20 persen, seperti PDIP  pun puyeng menentukan capresnya, apalagi cawapresnya.

Saat ini ada beberapa nama yang disebut sebagai bakal calon wakil presiden, di luar bakal calon presiden yang juga digadang-gadang jadi cawapres. Mereka adalah Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono dan Sandiaga Uno.

Dari tiga nama bakal cawapres yang beredar di bursa ini dan banyak disebut media,  ternyata jumlah yang disebut-sebut atau dinominasikan sebagai cawapres jumlahnya sedikit dibanding calon presiden. Bakal calon presiden yang banyak disebut media adalah Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, Erick Thohir, Airlangga Hartarto, Puan Maharani,  Muhaimin Iskandar dan Yusril Ihza Mahendra (didukung Jokowi).

Di luar nama Prabowo Subianto dan  Anies Baswedan yang sudah dipastikan hanya memilih jadi calon presiden, nama selebihnya bisa saja karena lobi dan kompromi jadi calon wakil presiden. Kalau ini terjadi tentu peluang calon wakil presiden di luar nama tersebut bakal sulit dimajukan.

Namun, saat ini sudah mulai terlihat para capres yang sudah pasti tersebut mulai berburu mencari  calon wakil presiden. Dari tiga nama yang murni disebut sebagai cawapres nama Khofifah Indar Parawansa cukup menjadi rebutan. Kubu Prabowo yang sudah saling menjajaki berpasangan dengan Muhaimin Iskandar atau Cak Imin ternyata belum solid. Karena terlihat bahwa Gerindra juga mendekati dan bertemu dengan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa. Demikian juga kubu Anies dan Nasdem tampaknya juga mulai melirik dan mrmpertimbangkan kelebihan Khofifah bisa dijadikan capres Anies Baswedan.

Khofifah adalah aktivis NU. Massanya tidak bisa dianggap remeh, ini terbukti karena Khofifah bisa terpilih menjadi gubernur Jawa Timur. Jika Khofifah bisa jadi calon wakil presiden diharapkan ia bisa mendulang suara di Jawa Timur yang cukup besar tersebut.

Hal yang sama juga berlaku untuk Jawa Barat. Ini juga gudang suara yang cukup besar. Ridwan Kamil tidak diragukan ketokohan dan popularitasnya di Jawa Barat. Ia pernah jadi Walikota Bandung dan namanya sangat familiar di kota ini. Kemenangannya sebagai Gubernur Jawa  Barat membuktikan banyak pendukung dan simpatisannya di provinsi ini. Secara tidak langsung masyarakat juga memberikan apresiasi positif kepemimpinan dan kinerjanya selama menjabat.

Figur AHY dan Sandiaga Uno termasuk tokoh muda. Dua-duanya membangun karir yang berbeda selama ini. AHY berlatarbelakang militer, sedangkan Sandiaga Uno latar belakang pengusaha. Dua-duanya terjun ke dunia politik. Sandiaga Uno kini menjadi Menteri Pariwisata dan Usaha Kreatif.

Sandiaga Uno karir politiknya pernah menjabat Wakil Gubernur DKI terpilih bersama Anies Baswedan. Pada pilpres 2019 ia berpasangan dengan Prabowo Subianto menjadi calon wakil presiden, namun kalah oleh pasangan Jokowi-Ma’aruf Amin. Sedangkan AHY salah satu nominasi atau calon dalam Pilkada DKI 2017, namun tidak lolos dalam putaran kedua.

Memang untuk politisi baru masih harus membangun reputasi yang lebih moncreng sehingga bisa mendapat atensi masyarakat.

Saat ini membuat paket capres-cawapres cukup ruwet. Partai yang berkoalisi– di luar Nasdem, PKS dan Partai Demokrat–belum kompak menentukan calonnya, bahkan yang tidak perlu berkoalisi seperti PDIP juga bingung memunculkan jagonya.

Ada kesan tiap partai ingin memunculkan kadernya jadi capres, kecuali Nasdem. Kondisi inilah yang membuat deklarasi untuk memunculkan capres menjadi terkendala. Sebagian enggan untuk jadi orang kedua atau cawapres. Namun, partai yang ingin mengusung kadernya juga terkendala karena rendah elektabilitasnya. Di sisi lain ada calon yang punya kader tinggi elektabilitasnya menurut lembaga survei, tapi dianggap menyalahi etika partai karena berani memunculkan dirinya, padahal itu wewenang ketua umum partai.

Keunggulan pasangan calon presiden pada pilpres nanti akan ditentukan pula oleh siapa wakilnya. Wakil ini memiliki beberapa kualifikasi dan fungsi. Antara lain, dia bisa menutupi kekurangan calon presiden. Kemudian, wakil ini memiliki basis massa atau pendukung dalam masyarakat.

Presiden Jokowi pada pilpres 2014  adalah figur baru dan masih minim pengalaman. Namun dia didampingi tokoh senior dan kaya pengalaman di pemerintahan yaitu Jusuf Kalla, sehingga bisa memenangkan pemilihan. Pada pilpres 2019 Jokowi sudah punya pengalaman di pemerintahan, dan karena itu ia hanya butuh didampingi figur yang memiliki basis massa besar, pilihan jatuh pada Ma’ruf Amin, tokoh yang berasal dari basis massa keagamaan, yaitu sebagai tokoh NU dan ulama, apalagi Ketua Umum MUI ini pada  waktu itu berhasil menangani kasus penistaan agama. Namanya yang memiliki reputasi yang bagus ini mendongkrak suara pasangan Jokowi-Ma’ruf di pilpres 2019.

Bisa kita tarik sebuah konklusi bahwa pada pilpres 2024 nanti cawapres akan menjadi putra mahkota atau calon andalan. Tapi, siapa orangnya itulah yang menjadi teka-teki sampai sekarang ini!

Tentang Penulis

Avatar photo

Arfendi Arif

Penulis lepas, pernah bekerja sebagai redaktur Panji Masyarakat, tinggal di Tangerang Selatan, Banten

Tinggalkan Komentar Anda