Banyaknya pejabat pemerintah yang hidup mewah jauh di atas kelayakan, Undang-Undang Pembuktian Terbalik Harta Kekayaan, gerakan pemberantasan korupsi dan 1) keadilan yang masih jauh dari harapan rakyat, menjadi keprihatinan dan kepedulian Prof. K.H. Ali Yafie.
Dalam berbagai kesempatan, ulama rendah hati yang bagaikan pertapa di tengah keramaian ini, tak segan-segan mengingatkan ancaman yang dihadapi bangsa dan negara semenjak era Reformasi. Ulama yang juga pernah menjadi politisi anggota DPR/MPR ini memang memiliki rekam jejak perjuangan yang istiqomah, teguh pendirian dalam memperjuangkan amar makruf nahi munkar yang sudah terbukti dan tercatat dalam sejarah perjuangan bangsa.
Ia pernah membacakan penolakan dan memimpin walk-out dalam Sidang MPR tahun 1978 yang membahas masalah aliran kepercayaan dan indoktrinasi Pancasila. Ia juga menolak perpanjangan posisinya sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan berbagai posisi lainnya. Yang membawa dampak perubahan besar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah tatkala pada 19 Mei 1998, ia merupakan satu-satunya orang yang berani mengemukakan serta menyarankan secara langsung dengan berhadapan muka, agar Soeharto mundur dari jabatannya sebagai Presiden RI.
Peringatan tentang penegakkan keadilan dan pemberantasan korupsi sebagaimana di awal tulisan ini, bahkan kesenjangan sosial ekonomi, krisis multi dimensi yang besar, berat dan kompleks yang dihadapi bangsa dan negara, disampaikan dalam acara “Berbuka Puasa & Silaturahmi Antar Tokoh Masyarakat Sekaligus Mensyukuri Proklamasi Kemerdekaan RI” 9 Ramadan 1364H (17 Agustus 1945/9Ramadan 1426H (12 Oktober 2005) di Jakarta.
Dalam sambutannya yang bertema “Ramadan Menggugah Semangat Proklamasi: Krisis Nasional Bersumber dari Kris Akhlak,” ulama sepuh ini menyatakan, sudah menjadi ketentuan umum dari sebuah negara modern, bahwa tujuan kehidupan bernegara adalah mewujudkan masyarakat yang aman, adil, makmur dan sejahtera.
Mengenai kemakmuran dan kesejahteraan dapat dinilai dari sejauh mana Pemerintah mengatasi kebutuhan pokok rakyat seperti pangan, air bersih, bahan bakar, rumah tinggal dan lain-lain, yang dalam kenyataannya masih memprihatinkan.
Sekarang bagaimana dengan keadilan? Di bidang hukum yang menjadi simbol penegakan keadilan, sudah menjadi rahasia umum, jauh dari harapan rakyat. Olok-olok di masyarakat menyatakan, kalau kita kehilangan kambing, janganlah lapor ke aparat keamanan atau penegak hukum, sebab bisa jadi malah akan kehilangan sapi. Di bidang birokrasi pemerintahan juga sudah menjadi rahasia umum, banyak diulas dan menjadi obyek survei serta peliputan media massa, bahwa banyak pejabat pemerintah yang hidup mewah jauh di atas kelayakan. Beberapa bulan terakhir ini media massa banyak mengungkap pula isyu praktik-praktik percaloan oleh anggota-anggota DPR, rekening tidak wajar pejabat-pejabat kepolisian dan mafia peradilan, bahkan salah satu di antaranya membawa-bawa nama pimpinan Mahkamah Agung. Namun sampai sekarang keadilan temyata juga belum berhasil menguak tabir atas mereka.
Demikianlah, meskipun hal-hal tersebut telah menjadi rahasia umum, meskipun telah banyak orang yang menyuarakan perlunya Undang-undang Pembuktian Terbalik Harta Kekayaan, tetap saja Gerakan Pemberantasan Korupsi belum berhasil menyentuh mereka. Saya yakin jika keadilan di bidang ini bisa ditegakkan, tekanan terberat terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan dapat dikurangi. APBN kita Insya Allah akan menjadi tepat dan berdaya guna. Berbagai kebocoran anggaran dapat ditekan dan dioptimalkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Ekonomi biaya tinggi akan dapat ditekan sehingga daya saing produksi dalam negeri menjadi baik dan ekspor kita meningkat.
Keadilan yang jauh dari harapan rakyat, pada hematnya juga membawa dampak terhadap keamanan dan ketertiban umum. Gangguan keamanan dan ketertiban umum sebagaimana banyak diekspos oleh media massa bukan semakin mereda tapi justru merajalela. Belakangan ini aneka rasa takut makin meluas. Takut terhadap terorisme, takut bahaya narkoba, takut dirampok, takut diperkosa, takut kena tanah longsor dan banjir, takut gempa bumi dan tsunami, takut busung lapar, takut kena polio-kaki gajah-campak dan flu burung. Juga takut tidak memiliki masa depan yang baik.
(Bersambung: PARA PEMIMPIN HARUS JADI TUNTUNAN, BUKAN TONTONAN).