Seakan tak hirau “nasihat” Ketua PDIP Megawati Soekarnoputri yang menganjurkan kepada terutama kaum hawa untuk tidak terlalu kerap ikut pegajian, di Kediri, sebuah kota di Jawa Timur, malah mengaji “dirutinkan”. Maklum, di kota ini penah lahir seorang alim yang mempublikasikan kitab Sirajut Thalibin bernama Syekh Ihsan bin Dahlan Kediri, kaum Nahdliyyin mengenalnya sebagai Kiai Ihsan Jampes.
Kiai Jampes “menawarkan” model tasawuf untuk zaman now. Misalnya ajaran tentang uzlah yang secara umum diartikan sebagai pengasingan diri dalam kesunyian duniawi, oleh Syekh Ihsan dimaknai sebagai pengasingan diri dalam kehidupan bersama masyarakat yang majemuk.
Hal ini disampaikan KH Abidurrahman Masrukhin. Dia adalah penerus pengajian Sirajut Thalibin di lingkungan Pondok Pesantren Jampes yang diadakan tiga kali seminggu yakni Jumat, Sabtu, dan Ahad malam pada pukul 22.30 WIB di masjid Pesantren Nurul Amin Jampes, Kediri, Jawa Timur.
”Uzlah bukan lagi menyepi, tapi bagaimana hidup dalam masyarakat majemuk. Inilah yang disebut sebagai tasawuf hadzaz zaman (tasawuf zaman ini),” kata KH Masruhin, Hal itu pernah disampaikannya seusai acara haul ayahnya di Pondok Pesantren Nurul Amin Jampes, suatu Ahad pada bulan Juli 2009 silam. KH Masruhin sendiri adalah keluarga pesantren Jampes yang menciptakan lambang untuk pesantren ini, dengan nama Pesantren Al-Ihsan, diambilkan dari nama Kiai Ihsan Jampes.
Sapaan akrab KH Abidurrahman, Gus Abid, adalah satu-satunya pewaris pengajian kitab Sirajut Thalibin yang memperoleh sanad langsung dari ayahnya, dan ayahnya berguru langsung kepada Syekh Ihsan. Pengajian kitab dua jilid setebal lebih dari seribu halaman ini hanya menghabiskan satu rai atau satu halaman saja setiap malamnya.
Sirajut Thalibin, salah satu kitab kuning karya ulama besar Nusantara. Ajaran lainnya tentang tasawuf zaman ini dalam Sirajut Thalibin, menurut Gus Abid adalah soal zuhud. Biasanya zuhud diartikan sebagai tapa dunia atau menghindari harta benda. Syekh Ihsan mengajarkan bahwa orang yang zuhud sebenarnya adalah mereka yang dikejar harta, namun tak merasa memiliki harta itu sama sekali.
”Jadi zuhud adalah tapa dunia tapi malah kaya. Nah kalau sudah kaya lantas mencari jalan yang terbaik dalam menafkahkan hartanya itu. Inilah ajaran Sirajut Thalibin. Bahkan Kiai Ihsan sendiri adalah orang yang kaya raya,” katanya.
Satu lagi pelajaran dari Sirajut Thalibin adalah soal syukur, atau berterimakasih atas semua karunia dari Allah SWT. Kata Syekh Ihsan dalam juz dua kitab “Sirajut Thalibin”, doa yang paling tinggi adalah kalimat “Al-Hamdulillah”: “segala puji bagi Allah”.