Duka yang dalam dirasakan umat Islam Indonesia mendengar berita wafatnya Prof. KH Ali Yafie, seorang ulama ysng tawadhu, ramah, lembut, namun teguh dalam pendirian. Berpulangnya KH Ali Yafie juga dirasakan sebuah kehilangan dari sudut keilmuan, karena beliau adalah seorang yang mumpuni di bidang fikh dan hukum Islam.
Kiyai Ali Yafie wafat pada Sabtu (25/6/2023) di RS Premiere Bintaro, Jakarta Selatan, sekitar jam 22.13 karena mengalami flek di jantung dan paru-paru. Sejak 24 Januari 2024 lalu ia telah dirawat di rumah sakit dan sempat dijenguk mantan Menteri Agama KH Lukman Hakim Saifuddin, Ketua Umum PB NU KH Yahya Cholil Staquf dan Wapres KH Ma’ruf Amin.
Direncanakan almarhum akan dimakamkan di Pemakaman Umum Tanah Kusir Jakarta Selatan. Meski menerima Bintang Mahaputera, dan berhak dimakamkan di Taman Pahlawan, tapi pihak keluarga memilih TPU Tanah Kusir
Profil KH Ali Yafie adalah seorang ulama yang allround, dalam arti memiliki banyak keahlian dan profesi. Almarhum selain seorang ilmuan, ulama, penulis, politisi, pendidik dan juga mantan hakim pengadilan agama.
Beliau lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, pada 1 September 1926. Menempuh pendidikan sekolah dasar umum yang kemudian melanjutkan di Madrasah As’adiyah di Sengkang, Wajo.
Ali Yafie pernah menjadi hakim Pengadilan Agama Ujung Pandang sejak 1959-1962, Inspektorat Pengadilan Agama Indonesia Timur 1962-1965.
Berkecimpung di bidang pendidikan diawali sejak tahun 1965 sampai 1971 dengan menjadi Dekan Fakultas Ushuluddin IAIN Ujung Pandang. Ia juga pengasuh dan pendiri Pondok Pesantren Darud Da’wah Wal Irsyad, Pare-pare yang didirikannya tahun 1947.
Memulai aktif di NU tingkat provinsi, kemudian sejak tahun 1971 mulai berkiprah di level nasional. Pada muktamar NU Situbondo tahun 1971 di Surabaya terpilih menjadi Rais Syuriah, dan setelah pemilu menjadi anggota DPR sejak 1 Oktober 1971 hingga 1 Oktober 1987 mewakili Partai PPP.
Setelah tidak aktif di DPR KH Ali Yafie fokus ke pendidikan menjadi tenaga pengajar dan juga aktif di MUI. Di MUI ia menjadi Ketua Umum dari tshun 1990 sampai 2000.
Di NU posisinya cepat neningkat. Pada muktamar di Semarang tahun 1979 dan Situbondo tahun 1984 ia terpilih menjadi Rais Syuriah, dan terus meningkat dalam muktamar Krapyak tahun 1989 menjadi Wakil Rais Aam. Wafatnya Rais Aam KH Ahmad Siddiq tahun 1991 menjadikan KH Ali Yafie sebagai penanggung jawab dan pejabat sementara Rais Aam dari 1991-1992.
Menanggapi wafatnya KH Ali Yafie, mantan Ketua Umum Muhammadiyah Din Syamsuddin mengatakan, almarhum adalah seorang ulama yang fakih, mempunyai keluasan pengetahuan keislaman yang luas.
“Dan beliau juga memiliki sikap teguh dalam prinsip, istiqamah dan amanah,”ujarnya.
Menurut Din Syamsuddin, sudah selayaknya umat Islam melahirkan kembali Ali Yafie, Ali Yafie lain yang memiliki kapasitas, intelektualitas dan integritas seperti Ali Yafie.
Tampaknya harapan Prof.Dien Syamsuddin ini harus dijawab oleh lembaga pendidikan pesantren dan perguruan tinggi Islam. Tapi, di tengah trend pendidikan Islam berorientasi ke umum dan dunia kerja saat ini, rasanya harapan itu makin berat untuk terwujud.