Ads
Cakrawala

Said Bahilul: Tokoh di Balik Lahirnya Nasionalisme Indonesia Keturunan Arab

Avatar photo
Ditulis oleh Nabiel A Karim Hayaze

Berbicara mengenai gerakan nasionalisme bangsa Indonesia keturunan Arab, maka 4 Oktober 1934 merupakan salah satu tanggal yang tidak pernah dapat dilupakan. Hari itu dikenal sebagai Hari Sumpah Pemuda Keturunan Arab. Hari lahirnya Persatuan Arab Indonesia atau PAI, yang kemudian berganti menjadi Partai Arab Indonesia. Tanggal tersebut tercatat dan terbukti dalam sejarah bangsa sebagai sebuah gerakan revolusioner dan radikal. Bukan hanya bagi bangsa Indonesia keturunan Arab bahkan bagi seluruh bangsa Indonesia. Pada waktu itu, hingga momen saat ini. Deklarasi, bahwa tanah air bangsa Indonesia keturunan Arab adalah Indonesia. Titik. Tidak ada yang lain.


Kelahiran gerakan tersebut tidak bisa dilepaskan dari jasa-jasa beberapa tokoh, di antaranya, AR Baswedan, yang kemudian menjadi Pahlawan Nasional pada 2018. Kemudian juga Salim Ali Maskati, yang dianugerahi gelar Perintis Kemerdekaan. Juga Hoesin Bafagieh, yang perannya juga tidaklah sedikit. Namun demikian, ada tokoh besar lain yang namanya mungkin tidak semasyhur Baswedan, Maskati dan Bafagieh, tapi perannya sangat luar biasa. Namanya Said Abdu Bahilul.
Siapakah Said Bahilul?


Said Bahilul merupakan sosok yang telah memberikan rumahnya bagi Baswedan dan kawan-kawannya, sebagai tempat diadakannya rapat PAI pertama pada 4 Oktober 1934. Di rumahnyalah para pemuda keturunan Arab menyatakan sumpah mereka, dan di situ pula PAI dideklarasikan. Ketua PAI Baswedan sendiri menyebutnya sebagai oprichter atau pendiri PAI.


Dalam sebuah tulisan untuk mengenang Said Bahilul dinyatakan bahwa :
“Saudara Said Bahilul adalah seorang peranakan Arab yang menjadi penunjuang dan turut dalam pendirian PAI pada konferensi tanggal 4 Oktober 1934. Saudara kita ini mempunyai banyak jasa terhadap PAI antara lain yang boleh kita sebutkan bahwa pada ketika itu Saudara Baswedan mula dianjurkan akan pendirian PAI dan diputuskan bahwa pendirian itu diadakan di rumah saudara Said Bahilul ini. Mulai saat itu saudara kita sangat bergiat dan bersungguh-sungguh menjadi dan meluaskan PAI”.


Peran Said Bahilul ini adalah sangat luar biasa dan berani. Karena lahirnya PAI ini bukanlah perkara yang kecil dan biasa pada saat itu. PAI lahir dengan adanya ancaman dan pertentangan dari sebagian golongan Wulaiti (Arab Totok), juga adanya ketegangan antara golongan Sayyid dan non-Sayyid. Termasuk juga tekanan dan pengawasan dari pemerintah kolonial Belanda yang mengkhawatirkan pengaruh gerakan ini terhadap kebangkitan nasionalis Indonesia secara meluas. Tidak semua orang berani mengambil risiko dengan menjadikan rumahnya sebagai tempat deklarasi tersebut.


Dalam sebuah wawancara Baswedan, menggambarkan ketegangan situasi pada waktu itu. Bahwa ketika konferensi tersebut berlangsung ada 3 orang yang membawa pistol untuk berjaga-jaga dan menjamin keamanan serta untuk perlindungan dari pihak-pihak yang tidak menginginkan peristiwa itu terjadi.
Dan bukan hanya menyediakan rumahnya sebagai tempat konferensi lahirnya PAI. Said Bahilul juga menyediakan konsumsi bagi seluruh peserta konferensi pada saat itu. Artinya dia mendukung kelahiran PAI dengan seluruh kemampuannya tanpa pamrih.


Selain sebagai penyokong utama lahirnya PAI, Said Bahilul merupakan salah satu komisaris dari PAI seperti yang diberitakan di koran Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indië pada tanggal 18-08-1937 bersama-sama dengan Segaf Assegaf dan Bartom Musli.

Lebih jauh lagi dalam catatan obituarinya, juga terbongkar sebuah rahasia pengorbanan dan keteguhan hati Said Bahilul dalam mendukung lahirnya PAI. Bahwa ketika konferensi sedang berlangsung, tiba-tiba datang seorang “deutwaarder” (juru sita) yang dikirimkan oleh musuh-musuhnya untuk mem-beslag (menyita) seluruh harta bendanya. Dikarenakan keikutsertaannya dalam kegiatan tersebut. Maka juru sitwa tersebut dia temui dengan diam-diam, dan memintanya kembali besok pagi setelah konferensi selesai untuk melakukan penyitaan tersebut. Hal itu dilakukan oleh almarhum Said Bahilul, tanpa diketahui oleh teman-temannya, para peserta konferensi tersebut. Hingga kemudian acara tersebut berlangsung dengan aman hingga selesai dan kemudian dilakukan penyitaan tersebut.


Dan dalam koran De Locomotive tanggal 10 Oktober 1934 atau berselang enam hari setelah pertemuan PAI, termuat berita kebangkrutan dari Said Bahilul yang disampaikan oleh Pengadilan Semarang dengan alamat di Jalan Kampung Melayu No 64.

Menurut pengakuan salah satu cucunya, Wildan Bahilul (Wiwing), Said Bahilul merupakan salah satu anak dari Abud Bahilul, seorang wulaiti (Arab Totok) yang turun pertama kali di Kota Tegal dari Hadhramaut. Said memiliki saudara, Awad, Ali, Zenah, Fatmah dan Aisyah. Dan Said Bahilul pada masanya merupakan salah satu pedagang kulit sukses di Kota Semarang, tepatnya di Jalan Kampung Melayu No 64.


Said Bahilul, meninggal empat tahun setelah kelahiran PAI, pada 3 Maret 1939 (11 Muharram 1358) di rumahnya, tempat kelahiran Sumpah Pemuda Keturunan Arab Indonesia. Semoga jasa dan pengabdian almarhum Said Bahilul menjadi ibrah bagi kita dalam mencintai tanah air Indonesia. Semoga amal-amalnya dicatat menjadi amal sholeh baginya dan keluarganya. Amin.

Foto: Salah satu Rapat PAI.

Tentang Penulis

Avatar photo

Nabiel A Karim Hayaze

Penulis dan peminat sejarah, penerjemah Arab dan Inggris. Kini direktur Yayasan Menara Center, lembaga kajian dan studi keturunan dan diaspora Arab di Indonesia.

Tinggalkan Komentar Anda