Ads
Cakrawala

Bab yang Paling Berkeringat Membangun Bangsa

Avatar photo
Ditulis oleh Arfendi Arif

Di kalangan politisi ada anggapan bahwa dalam membangun negara ini merekalah yang merasa “berkeringat” dan bekerja keras. Oleh karena itu ada anggapan di kalangan mereka bahwa yang berhak duduk dalam jabatan pemerintahan mulai dari presiden, menteri, gubernur, bupati dan lainnya adalah para politisi. Sedangkan di luar itu dianggap kurang tepat, untuk menyatakan tidak layak. Klaim mereka lebih keras ketika partainya memenangkan pemilu, maka mereka merasa paling berhak pula mendapat jatah menteri paling banyak, menjadi ketua DPR, dan jabatan lainnya.

Memang secara formal perundang-undangan yang mengajukan jabatan politik seperti presiden dan kepala daerah adalah partai politik. Namun, ada partai yang mencalonkan di luar kader partai politik. Ini yang kemudian muncul pandangan sumir dari sebagian politisi.

Politisi dan partai politik umumnya menjabat atau mengisi kursi legislatif atau DPR. Mereka membuat undang-undang dan mengontrol jalannya pemerintahan. Bisakah mereka dikatakan paling berjasa dalam penyelenggaraan negara dan membangun bangsa?

Dalam negara yang pemerintahannya sudah normal dan stabil sesungguhnya tidak bisa diklaim satu kelompok atau satu golongan saja yang punya andil membangun negara dan bangsa. Banyak kalangan yang turut memberikan kontribusinya dalam membangun dan memajukan bangsa.

Dalam sebuah struktur negara menurut Karl  W. Deutsch ada 6 kelompok yang berperan memberikan kontribusinya. Pertama, kalangan bersenjata yaitu tentara dan polisi. Tentara atau militer untuk pertahanan dan polisi untuk penegakkan hukum. Kedua, para pengambil keputusan seperti  legislator. Ketiga, personal sipil yang diorganisir dalam pelayanan administrasi, hakim dan pegawai pengadilan. Keempat, karyawan yang diorganisasi untuk menghasilkan barang-barang atau instalasi  yang dibutuhkan masyarakat, seperti jalan raya. Kelima, karyawan yang diorganisasi dalam badan-badan negara untuk menyelenggarakan pelayanan seperti pendidikan, perawatan kesehatan atau dana pensiun hari tua. Keenam, penduduk yang mematuhi negara sampai kadar tertentu yang memungkinkan negara dapat berfungsi dan menjalankan fungsinya dengan baik, atau suatu kerjasama yang baik antara  rakyat dan negara atau kekuasaan ( Karl  W. Deutsch, Krisis Negara, dalam Perbandingan Politik, penyunting Roy C. Macridis dan Bernard E. Brown, Penerbit Airlangga, Jakarta, 1982).

Apa yang ditulis Deutsch, Profesor Ilmu Pemerintahan  dari Harvard University, cukup mewakili dan menggambarkan peran dan kontribusi banyak  kalangan dalam sebuah negara, tentunya termasuk Indonesia.

Dalam hal ini perlu juga diketahui bahwa di luar instansi resmi, terdapat pula masyarakat, kalangan swasta dan organisasi kemasyarakatan, ormas Islam dan lainnya yang juga kontribusinya besar dalam membangun kemajuan, baik fisik-material maupun mental spritual.

Dengan demikian, dalam keberlangsungan dan kontinuitas sebuah negara atau bangsa tidak bisa dinafikan banyak peran berbagai pihak, dan tidak bisa diklaim hanya satu komponen bangsa saja yang dominan berperan.

Peran partai politik dalam sebuah negara demokrasi adalah sebagai sarana komunikasi politik. Seperti ditulis Miriam Budiardjo, arus informasi dalam sebuah negara bersifat dua arah, dari bawah ke atas dan dari atas ke bawah. Kedudukan partai politik dalam arus ini sebagai jembatan antara “mereka yang memerintah” (the rulers) dan “mereka yang diperintah” (the ruled).

Miriam Budiardjo menjelaskan, partai politik berperan menyampaikan tuntutan masyarakat kepada pemerintah setelah tuntutan tersebut dirumuskan. Peran partai ini disebut ” perumusan kepentingan” atau  artikulasi kepentingan (interest articulation).   Kalau tuntutan dari banyak kelompok masyarakat menyangkut hal yang sama, maka partai politik melakukan “penggabungan  kepentingan” atau disebut juga interest agregation. Jadi ada dua fungsi partai politik yaitu artikulasi dan agregasi (Miriam Budiardjo, penyunting, Partisipasi dan Partai Politik, Sebuah Bunga Rampai, 1981).

Dua fungsi tersebut dalam rangka menyalurkan aspirasi masyarakat bisa dikonversi menjadi undang-undang, yang ini menjadi tugas anggota DPR sebagai perpanjangan tangan partai politik, di samping tugas lain hak budget dan kontrol terhadap pemerintah.

Memang ada fungsi lain partai politik yaitu memajukan calon anggota DPR, gubernur, bupati dan presiden serta wakil presiden dalam pemilihan umum legislatif dan pilpres. Para calon tersebut bisa berasal dari kader partai politik sendiri ataupun dari luar partai yang dimajukan oleh partai pengusung.

Dengan demikian bisa dikatakan partai politik juga punya peran melahirkan pemimpin, baik untuk tingkat lokal maupun pusat atau RI 1 dan RI 2.

Jadi bisa disimpulkan peran partai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah mencakup bidang politik, mempersiapkan calon  elit pemerintahan dan peran menyalurkan aspirasi masyarakat. Dan, tentu banyak bidang-bidang lain yang strategis tidak tercakup dalam fungsi dan tugas parpol.

Itulah sebabnya bisa disebut banyak orang atau banyak kalangan yang ikut berkeringat memajukan bangsa dan negara ini. Tidak bisa dikatakan hanya dominan peran kalangan tertentu. Bahkan, kalau kita bicara masalah besar yang terjadi di negara ini bukanlah peran parpol, tapi peran kelompok lain, seperti lahirnya reformasi dan runtuhnya pemerintahan otoriter adalah jasa mahasiswa dan figur-figur tertentu, seperti kaum intelektual.

Peran partai politik diharapkan ke depan berupaya untuk mempersatukan bangsa. Sejak satu dekade terakhir ini terlihat dampak kompetisi di antara partai politik dalam.pemilu dan pilpres telah menimbulkan disintegrasi dalam masyarakat. Munculnya fanatik pada figur-figur yang dijagokan oleh partai politik  , baik di tingkat pilkada maupun pilpres. Di negara kita tampaknya belum bisa ditimbulkan budaya “damai” pasca usai pesta demokrasi atau pemilu. Sejatinya, begitu pemilu usai siapa pun pemenangnya harus dihormati dan diakui sebagai pemimpin. Dan ikut menyukseskan program pemerintah untuk kemajusn. Perselisihan atau pertentangan semasa kampanye harus dianggap selesai dan berakhir dengan terpilihnya nakhoda baru pemerintahan.

Hal yang sama juga harus berlaku untuk partai, setelah anggotanya duduk di parlemen dan pemerintahan, baik sebagai menteri, gubernur, wali kota dan presiden, maka baju partai hendaknya dihilangkan. Pada waktu itu mereka harus mengaku sebagai wakil rakyat Indonesia, dan bukan mewakili partai atau fraksinya di DPR, tapi wakil  rakyat Indonesia.

Memang watak partai bisa bersifat mendua. Seperti ditulis Miriam Budiardjo, partai bisa sebagai sarana pengatur konflik, namun juga bisa mempertajam pertentangan. Dalam negara yang terbuka atau yang bersifat heterogen perbedaan etnis, status sosial ekonomi dan agama, dengan bantuan partai politik bisa diatur sedemikian rupa sehingga konflik bisa ditekan seminimal mungkin.

Namun, di pihak lain partai bisa mempertajam konflik dalam sebuah masyarakat bila kadar konsensus nasionalnya  rendah. Ini yang bisa menggagu stabilitas politik.

Kalaulah partai politik bisa membangun dan menciptakan persatuan, memberikan pendidikan politik yang sehat kepada rakyat, membangun kehidupan demokrasi yang dewasa, maka barulah bisa dikatakan bahwa parpol memang bekerja dengan baik dan “berkeringat” membangun bangsa. Tapi, kalau yang terjadi partai tidak peka pada persoalan rakyat, hanya mengejar kekuasaan, apalagi terlibat perbuatan korupsi, maka klaim partai  “berkeringat” membangun bangsa hanyalah klaim kosong dan menyesatkan.

Tentang Penulis

Avatar photo

Arfendi Arif

Penulis lepas, pernah bekerja sebagai redaktur Panji Masyarakat, tinggal di Tangerang Selatan, Banten

Tinggalkan Komentar Anda

Discover more from PANJI MASYARAKAT

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading