Islam mewajibkan kita untuk bersatu, semua pemimpin dan ulama-ulama hapal di luar kepala ayat dan hadis tentang persatuan itu dan mereka pun berkhotbah tentang pentingnya ukhuwah dan persatuan Islam.
Berbicara tentang perlunya persatuan dan ukhuwah Islamiyah, bukan berarti untuk menggalang kekuatan menentang pemerintah atau agama lain. Persatuan dan ukhuwah di antara sesama umat Islam adalah merupakan perintah agama. Bahkan umat Islam yang bersatu dan kuat sangat membantu pembangunan bangsa, mewujudkan cita-cita negara adil dan makmur.
Persatuan Islam tidaklah harus membentuk partai politik, karena memang hal-hal semacam itu telah lampau masanya. Umat Islam telah berpengalaman dalam membentuk wadah persatuan yang berupa partai politik Masyumi tahun 1945, dan terakhir PPP yang lahir dari fusi beberapa parpol. Semuanya berakhir dengan kegagalan.
Tulisan ini hanyalah sekadar himbauan pada para pemimpin umat dan ulama untuk memikirkan masa depan Islam di Indonesia, yang menyedihkan akibat perpecahan.
Telah lama umat Islam tak memiliki pemimpin yang dapat menyatukannya. Sejumlah yang ada, ialah pemimpin kelompok yang masing-masing menempuh jalan sendiri. Asal diri dan kelompoknya selamat tak peduli pada yang lain. Solidaritas pada nasib yang menimpa orang di luar kelompoknya sama sekali tidak terlihat. Yang terjadi adalah sebaliknya yaitu upaya mencari keuntungan diri sendiri.
Menghadapi tantangan dan penetrasi luar yang mengancam nilai-nilai Islam, kelompok pemimpin itu pun tidak mempunyai persepsi yang sama. Ada di antaranya yang di liputi ketakutan yang berlebihan, dan menghadapinya dengan pesimistis, sementara yang lain berusaha menyesuaikan diri atau menganggap tak terjadi apa-apa. Begitupun menghadapi sikap penyebaran di agama lain di tengah-tengah umat Islam, ada yang kecemasan di samping yang bertoleransi dan memilih kerja sama.
Sikap yang berbeda itu pun menambah saling curiga, dan kafir-mengkafirkan yang diucapkan dalam pengajian dan selebaran-selebatan secara terbuka atau tertutup.
Di daerah-daerah yang jauh, kelangkaan ulama sebagai penuntun rohani dan pengawal moral umat benar-benar terasa. Justru di pelosok-pelosok itulah, lebih banyak lagi pelanggaran moral dan tindak kejahatan. Masjid sepi, dan tak terpelihara karena tak ada imam yang mengajak masyarakat memakmurkannya.
Akibat minimnya pendidikan di agama di sekolah-sekolah negeri, jumlah anak-anak yang pandai baca Al-Qur’an semakin menyusut, sementara madrasah-madrasah tak di minati, karena tiadanya jaminan hari depan.
Di atas adalah gambaran sekilas beberapa masalah yang dihadapi umat Islam, yang pemecahannya hanya bisa dilakukan secara terpadu oleh para pemimpin dan ulama. Masalah itu tak bisa di pecahkan apalagi ditanggulangi hanya seorang pemimpin dan satu golongan Islam yang ada di Indonesia saat ini.
Apalagi kita tak ingin keadaan yang lebih parah dari yang dikatakan Nabi, “Nyaris kemiskinan membawa kekafiran” sekaranglah saatnya bagi para ulama, cendikiawan dan umat Islam bersama-sama memecahkan problem-problem itu.
Penulis: Rusydi Hamka. Sumber: Panji Masyarakat, 1 Mei 1987