Inti sebuah ibadah adalah meyakini adanya Allah, yaitu beriman kepada Allah dan keyakinan lainnya yaitu seperti tercantum dalam Rukun Iman. Namun, kepercayaan pada Allah adalah merupakan inti, pokok dan dasar dalam agama Islam yang disebut Tauhid.
Karena pokok dari ibadah adalah Tauhid atau keyakinan pada Allah, maka muara dan tujuan ibadah dalam Islam adalah bagaimana manusia merasa bisa dekat dengan Allah. Bahkan, tujuan dari hidup ini adalah bagaimana manusia bisa bertemu dengan Allah.
Untuk bertemu dengan Allah penjelasan dalam Al-Quran menyebutkan bahwa Allah itu sangat dekat dengan manusia. Allah membuat gambaran dan melukiskan kedekatan tersebut dalam bentuk beberapa perbandingan.
Dalam surat al-Baqarah ayat 186 Allah berfirman, ” Jika hamba-Ku bertanya kepadamu tentang diri-Ku, maka Aku dekat dan mengabulkan seruan yang memanggil jika Aku dipanggil”.
Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa kedekatan manusia dengan Allah ditunjukkan dalam berdoa. Artinya, Allah itu mengabulkan manusia yang berseru dan meminta kepadanya. Artinya, doa itu merupakan media atau wahana yang menunjukkan kedekatan manusia dengan Allah. Bahkan, sebuah hadist mengatakan Allah akan marah jika kita tidak meminta kepada-Nya ( Man lam yas-alillah yagdhab ‘alaihi).
Dalam ayat yang lain Al-Quran menggambarkan kedekatan manusia dengan Allah melalui kehidupan manusia di tengah alam ini. Misalnya dalam surat al-Baqarah ayat 115 dikatakan” Timur dan Barat itu kepunyaan Allah, kemana saja kamu berpaling di situ ada wajah Tuhan”.
Ayat yang lain surat al-Hadid ayat 4 Allah berfirman,” Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa; kemudian Dia bersemayam di atas Arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar dari dalamnya, apa yang turun dari langit dan apa yang naik ke sana. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.
Dari ayat di atas ini kita bisa pahami bahwa melalui ciptaan Allah kita bisa mengenal Sang Pencipta yang membuat kita dekat dan selalu bersama Allah.
Suatu pendekatan lain yang digambarkan dalam Al-Quran bahwa manusia dekat dengan Allah melalui diri manusia sendiri. Kata Allah dalam surat al-Qaf ayat 16,” Telah Kami ciptakan manusia dan Kami tahu apa yang dibisikkan dirinya kepadanya. Kami lebih dekat kepada manusia dari pada pembuluh darah yang ada di lehernya”.
Dalam ayat di muka ada pemahaman lain yang mengandung pengertian bahwa mengenal Allah itu juga bisa dalam diri manusia, selain di luar diri manusia atau melalui fenomena alam. Bahkan, dalam sebuah hadist dikatakan,” Orang yang mengetahui dirinya, itulah yang mengetahui Tuhannya”. Memahami hadist ini Dr. Harun Nasution mengatakan, hadist ini mengandung arti bahwa manusia dengan Tuhan adalah satu. Untuk mengetahui Tuhan orang tak perlu pergi jauh-jauh. Cukup ia masuk ke dalam dirinya dan mencoba mengetahui dirinya. Dengan kenal dirinya ia akan kenal pada Tuhan ( Dr. Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme Dalam Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1973).
Para ahli tasawuf memiliki metode atau cara tertentu untuk dekat dengan Allah. Cara tersebut dalam tasawuf dikenal dengan sebutan maqamat, station atau stages dalam bahasa Inggris, dan ada juga yang menyebutnya tahapan.
Tiap ahli tasawuf atau sufi memiliki metode atau cara tersendiri dalam mendekati Allah. Sufi terkenal Abu Hamid Al-Ghazali atau Imam Ghazali menyebutkan tahapan untuk mendekati Allah harus melalui tobat, sabar, kefakiran, zuhud, tawakal, cinta, ma’rifat dan kerelaan.
Menurut Imam Besar Masjid Istiqlal Dr. Nasaruddin Umar, perjumpaan dengan Tuhan bukan dalam bentuk indra, tetapi perjumpaan secara rohani. Seorang hamba yang sedang beribadah dianjurkan oleh Rasulullah Saw untuk seolah-olah melihat Tuhan, minimal kalau tidak bisa, seolah-olah Tuhan melihatnya ( An ta’budullah ka annaka tarahu, wa in lam takun tarahu fainnahu yaraka). Perjumpaan dengan Tuhan ialah suasana batin seorang hamba yang merasa sedekat-dekatnya dengan Tuhan, sehingga merasa tidak ada lagi jarak antara Tuhan yang disembah dengan hamba yang menyembah. Suasana batin seperti ini membuat seorang hamba merasakan ” kehadiran” Tuhan di benaknya.
Bertemu dengan Allah
Dalam Al-Quran juga dijelaskan bahwa manusia bisa bertemu dengan Allah, tentu setelah kehidupan ini berakhir atau dalam kehidupan akhirat. Pada surat sl-Ankabut ayat 5 Allah berfirman,” Barang siapa mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu yang dijanjikan Allah akan datang. Dan Dia Yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui”.
Secara lebih tegas dan rinci hal ini juga dijelaskan dalam surat al-Kahfi ayat 110,” Katakanlah (Muhammad) sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang telah menerima wahyu, bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Maka barang siapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia menyekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya”.
Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa siapa yang ingin bertemu dengan Allah maka harus memperbanyak perbuatan amal shaleh dan jangan menyekutukan Allah.
Analisa Imam Ghazali menjelaskan apakah manusia bisa bertemu atau melihat Allah di akhirat, itu tergantung ma’rifatnya (kedekatannya dengan Allah-pen) ketika hidup di dunia. Menurut Imam Ghazali yang dijuluki Hujjatul Islam ini, ma’rifat kepada Allah ketika di dunia merupakan benih yang kelak di akhirat akan tumbuh menjadi penglihatan kepada-Nya. Barang siapa di dunia ini tidak ma’rifat kepada Allah, ia tidak akan melihat-Nya kelak di akhirat. Barang siapa tidak merasakan lezat ma’rifat di dunia ini, ia tak akan merasakan lezat penglihatan di akhirat (Imam Ghazali, Tjinta dan Bahagia, Tinta Mas, Jakarta 1962 hal.11).
Point penting dari upaya kita mendekatkan diri kepada Allah dan berharap bertemu dengan Allah di akhirat akan mendorong kita khusu beribadat kepada Allah dan memperbanyak amal shaleh. Upaya ini juga ikhtiar semakin meningkatkan keimanan dan akhlak kita. Bila tiga hal ini terpenuhi–Iman, akhlak dan amal– semuanya sudah bagus, maka kebahagiaan hidup di akhirat bakal menanti kita. Allahu’alam bis sawab.