Cakrawala

Urgensi Awarding Lembaga Zakat

Avatar photo
Written by Iqbal Setyarso

Menyebut dua lembaga filantropi yang peduli pada upaya serius mengentaskan kemiskinan: pertama, Institut Fundraising Indonesia/IFI, dan kedua, Forum Zakat/FOZ. Keduanya diinisiasi oleh civil society, institusi yang sepenuhnya dinisiasi masyarakat. Secara nasional itu sebuah aksi yang patut diapresiasi, pada saat pemerintah sebagai regulator, dalam hal ini –seharusnya– dilakukan Kementerian Agama RI (untuk filantropi keagamaan, terutama zakat dan wakaf) dan kementerian sosial RI (untuk filantropi non keagamaan).

Saya mencoba mencermati bangunan demografis Indonesia. Penduduk Indonesia ditilik dari sisi keagamaan, menjadikannya sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. Karenanya, setiap musim haji, Indonesia mengirim penduduknya ke Tanah Suci Makkah. Jumlah penduduk muslim yang besar itu, sayangnya masih belum membawa impak “imbal kebermanfaatan” dari pemerintah dari perspektif Islam. Dihadapkan kondisi masih banyaknya muslim di Indonesia masih berkategori mustahik, juga pada sisi yang lain antar umat Islam sendiri belum saling membantu. Ini sebuah pe-er umat Islam di Indonesia.

Saya melihat momentum zakat award yang digelar FOZ Nasional, bisa menjadi “titik berangkat”  menaik-kelaskan mustahik. Langkah itu sudah terlihat dari seleksi program OPZ. “Hanya yang impactfull, program yang disiapkan untuk dinilai dewan juri praktisi zakat dan ekspertis non-zakat”, menjadi poin awarding zakat ini.

Peduli Maqashid Syari’ah

Dalam proses penjurian, saya sempat nguping tanya-jawab dengan dewan juri dengan beberapa OPZ. Saya mendengarkan, betapa  aspek maqahid syari’ah jadi perhatian penting –sebagai konsekuensi pemanfaatan dana zakat yang didistribusikan OPZ-OPZ kandidat penerima zakat award itu. Perhatian –khususnya dalam penilaian pendistribusian zakat, otomatis menjadi aspek penilaian zakat award. Dengan stressing point itu, amat bisa difahami, impak multiplying dalam program, dan diharapkan secara nyata menjadi –bukan saja demi perolehan nilai dan mendapat zakat award, namun secara sungguh-sungguh menjadikan sejumlah OPZ (anggota Forum Zakat) yang sadar urgensi mengubah mustahik menjadi muzakki.

Tema “wajib” dalam penjurian zakat award ini, menekankan impactfull-nya program unggulan yang di ajukan OPZ, seberapa sungguh-sungguh ikhtiar menaik-kelaskan mustahik (berhak memperoleh zakat) menjadi muzakki (mampu menunaikan zakat) atau munfiq (mampu berinfaq). Jika memang demikian nawaitu zakat award, masyatrakat muslim Indonesia (dan dunia) boleh berharap, snowballing effect-nya bisa meluas kemaslahatan. Dari musliminin Indonesia untuk Indonesia dan dunia.

Semangat menebar maslahat kian menyata, bahwa Indonesia negara paling dermawan, meskipun masih diwarnai warna gelap dengan masih mengemukanya korupsi, masih menggejalanya politik uang, masih “gatalnya” perilaku oligarki menguasai “lahan-lahan basah”. Seperti ungkapan bijak, timpali keburukan dengan berlipat kali kebaikan.

Bayangan Masa Depan Zakat

Antusiasme para OPZ itu menggembirakan. Semua anggota FOZ, ingin turut dalam awarding itu. Mereka bersemangat untuk mengikutkan sejumlah programnya. Kata ketua umum FOZ Bambang Suherman,“ Mereka, OPZ-OPZ itu relatif lebih besar dari stigma yang dialamatkan ke mereka. Stigma OPZ menggalang dana teroris, melalui pembuktian konkrit lewat sejumlah program” kata Bambang. Dengan niat menepis stigma itu, Zakat Award pun diselenggarakan untuk pertama kalinya.

Gelaran akhir tahun itu didukung sejumlah influencer dan pegiat medsos yang punya banyak followers. Pegiat medsos itu juga menghadirkan gimmick Giving Box sebagai wujud konkrit yang mempartisipasikan para peserta festival itu. Lewat Giving Box itu, para pegiat medsos akan mengajak khalayak untuk bisa berbagi kepada sesama, tidak harus berupa uang. Edukasi gairah berbagi, menjadi keriangan yang diharapkan menjadi habbit baru di khalayak Indonesia.

Substansi penjurian award ini, memberlakukan standar ukur yang lazim dilakukan para pakar di luar sana, terkonfirmasi para ekspertis pada umumnya. “Selama ini, zakat masih pada mengeluarkannya sebatas nishabnya (satu tahun),” kata Bambang. Ia melanjutkan,”Padahal, FOZ mengharapkan penunaian zakat itu bisa multi years, tidak satu tahun selesai,” kata Bambang. Menjawab hal itu, dalam sebuah kesempatan, kyai Ni’am mengatakan gagasan multiyears itu, “Hal itu dimungkinkan.”

Dalam kesempatan jelang penjurian, Bambang menyampaikan,”Zakat, yang dipikirkan –antaralain lewat Zakat Award, bisa menstimulasi regulasi zakat yang bisa lebih advance, saya berharap tidak sekadar sebuah apresiasi atas pengelolaan zakat, tetapi gagasan perzakatan ini benar-benar memiliki keunggulan.”

Nana Mintarti, Associate Expert Badan Amil Zakat Nasional, sebagai ketua Dewan Juri Zakat Award menyebutkan,”Sejumlah OPZ yang mengajukan programnya tentu itu merupakan role model sehingga bisa direplikasi dan dibesarkan skalanya.”

Universal Goodness

Penilaian itu antara lain mengedepanpan aspek syari’ah, latar belakang program, ruanglingkup program, inovasi program, pelibatan kelompok rentan, dan kemitraan. FOZ menyebutkan, pihaknya ingin membawa universal goodness, dengan ini memberi impact full seluas-luasnya praktisi pengelola lembaga zakat. Penjurian ini selain melibatkan praktisi senior perzakatan, juga ada sejumlah praktisi ekspert non zakat sebagai juri. Hal itu agar meluaskan perspektif penilaian kian sekaligus mengelaborasi kapasitas lembaga zakat. Juri non praktisi perzakatan antara lain: Dr. A’immatul Yumna ( Universitas Islam Internasional, Depok), Ir. Tendri Supriyatno, Yusuf Wibisono ( FEBS-UI), Dr. Ahmad Juwaini (Komite Nasional Ekonomi Keuangan Syari’ah/KNEKS, dan lain-lain.

Dari awarding ini, ada niat eksplisit bahwa program yang mereka ketengahkan menebar kebermanfaatan, mengedukasi secara gradual impactful bagi masyarakat. Secara teoritik maupun praksis, program itu inspiratif. Vibrasi program inilah yang meluaskan kebermanfaatan: pada satu sisi meluaskan kegairahan berzakat, pada sisi lainnya juga meluaskan wawasan pengelolaan zakat oleh organisasi pengelola zakat/OPZ.

About the author

Avatar photo

Iqbal Setyarso

Wartawan Panji Masyarakat (1997-2001). Ia antara lain pernah bekerja di Aksi Cepat Tanggap (ACT), Jakarta, dan kini aktif di Indonesia Care, yang juga bergerak di bidang kemanusiaan.

Tinggalkan Komentar Anda