Ads
Aktualita

Haedar Nashir:  Muhammadiyah Harus Introspeksi

Ditulis oleh Panji Masyarakat

Sidang Pleno II  Muktamar Muhammadiyah menghadirkan pidato iftitah (pembukaan) Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir di depan peserta muktamar di Gedung Edutorium KH Ahmad Dahlan UMS, Sabtu sore, 19 November 2022.

Dalam pandangan Haedar Nashir, Muhammadiyah tumbuh berkembang menjadi kekuatan strategis bangsa tingkat nasional dan internasional. “Muktamar Muhammadiyah kali ini dilaksanakan bersamaan dengan Milad 110 tahun yang jatuh pada hari kemarin ketika kita melaksana tanwir Muhammadiyah (Minggu, 6 November),” kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Periode 2015-2022 tersebut.

Disampaikan Haedar Nashir, usia 110 tahun merupakan perjalanan panjang dan Muhammadiyah jadi satu-satunya organisasi Islam tertua yang masih bertahan menjadi organisasi terbesar. “Kesyukuran kita itu tentunya harus kita jadikan modal strategis kita melangkah ke depan menjadi lebih baik lagi sehingga Muhammadiyah dalam mengembangkan misi dakwah dan tajdid menjadi kekuatan yang lebih berkualitas bahkan unggul dalam berbagai aspek kehidupan yang jadi bidang garap,” kata Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta tersebut.

Haedar Nashir mengatakan, ada pertanyaan besar yaitu bagaimana spirit Muhammadiyah mengemban misi Waltakum mingkum ummatuy yad’ụna ilal-khairi wa ya`murụna bil-ma’rụfi wa yan-hauna ‘anil-mungkar sekaligus juga membangun khairu ummah yang menjadi cita-cita Muhammadiyah dapat diformulasikan untuk mewujudkan masyarkat Islam yang memberi rahmat semesta alam.

“Gerak kemajuan ini tentu jadi agenda kita untuk bermuhasabah, berintrospeksi bagaimana dalam usia 110 tahun kita bisa mengagregasikan kemajuan dan etos kemajuan yang sudah kita miliki dan pada saat yang sama kita tahu kekurangan dan kelemahannya. Kita sudah cukup untuk mendaftar kemajuan-kemajuan yang kita peroleh dan itu bentuk dari tasyakur kita,” kata Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta itu.

Haedar Nashir mengatakan, sekarang Muhammadiyah menghadapi dinamiki baru dalam kehidupan manusia di tingkat global maupun dinamika internal dari wilayah, daerah, cabang dan ranting yang memiliki kondisi beragam.“Sehingga sejumlah pertanyaan sebagai wujud kita dalam bermuhasabah dapat dimunculkan”

“Pertama, kita bisa bertanya apakah jamaah di ranting, kawasan masjid, mushala dan pengajian dan berbagai aktivitas keagamaan dan kemasyarakatan di masyarakat lingkungan Muhammadiyah yang ada masih tergarap dengan baik bahkan semakin baik atau mengalami stagnasi bahkan kita teralienasi dari dinamika yang terjadi,” terang Ketua Umum PP Muhammadiyah berusia 64 tahun itu.

Menurut Haedar Nashir, pertanyaan tersebut penting untuk menjadi bahan renungan seluruh muktamirin agar bisa mengetahui kondisi yang dimiliki di tingkat basis akar rumput.

Kedua,  pada muktamar yang lalu, Muhammadiyah punya program bagus yaitu dakwah komunitas sebagai mata rantai dakwah kultural bahkan lebih ke belakang lagi satu mata rantai dari gerakan jamaah dan dakwah jamaah tahun 1968.

“Pertanyaan kita apakah dakwah komunitas kita yang telah jadi keputusan muktamar itu betul- betul jadi program terlaksana di tempat kita masing-masing. Bahkan syukur kalau ada model dari kawasan ranting, cabang dan daerah  serta kawasan yang memiliki best practice dari program gerakan jamaah dan dakwah jamaah,” kata Haesar yang mulai aktif di Muhammadiyah pada tahun 1983 itu.

Disampaikan Haedar Nashir,  ketika saat ini warga Muhammadiyah pergi ke daerah atau cabang-cabang masih suka mendengar, ada masjid tidak tergarap bahkan ada yang pindah tangan ke tempat pihak lain, maka anggota Muhammadiyah perlu bertanya seberapa jauh dakwah komunitas itu berjalan.

“Dua pertanyaan ini saja sudah cukup menjadi bahan refleksi kita di tengah apa yang kita sebut dinamika kemajuan dan prestasi yang kita alami,”kata pemilik nomor anggota Muhammadiyah 545549 ini.

Menurut Haedar Nashir, Muhammadiyah sekarang diuji dalam konteks nasional dan global yang niscaya kita hadir sebagai kekuatan strategis.  Jika orang mengatakan Muhammadiyah gerakan modern terbesar, gerakan reformis terbesar tidak hanya di Indonesia tapi juga di dunia, maka bagaimana Muhammadiyah hadir di tengah dinamika itu? Itu pertanyaan ketiga.

“Saya ingin highlight sedikit bahwa  Muhammadiyah memang punya tradisi besar yang punya produktivitas sebagai organisasi yang sejak awal punya pondasi agama kokoh, sistem organisasi bagus, SDM waktu itu dianggap berkualitas dan lebih penting lagi peran-peran kemasyarakatan lewat amal usaha sudah jadi milik umum,” kata Haedar Nashir.

Dalam konteks ini, Haedar Nashir melihat Muhammadiyah perlu menyelesaikan positioning yang dimiliki, bahwa  sejatinya dalam tradisi besar itu maka Muhammadiyah harus selesai dengan dirinya sendiri. “Ketika kita berinteraksi di dalam dinamika lokal regional mestinya soal trust, marwah soal integritas, fondasi nilai keislaman dan kemuhamadiyahan  kita sudah selesai tidak ada lagi keraguan dan saling meragukan antar diri kita,” ujar Haedar Nashir.

Hal ini bertujuan agar Muhammadiyah punya keleluasaan untuk membuka sebanyak dan seluas mungkin radius gerakan dalam dinamika lokal regional dan global di tengah dinamika gerakan lain yang saat bertumbuh pesat dengan berbagai segmen dan orientasi gerakan. Kata dia,ada beberapa tempat rumah sakit milik orang, sekolah milik orang yang bertumbuh besar jadi sekolah dan RS unggulan. “Tentu kita perlu melihat diri kita sendiri di tengah dinamika ini apakah kita mau bersifat pasif, apologi atau bersifat proaktif dan konstruktif bahkan melakukan langkah bersifat kompetitif,” ujar Haedar Nashir.

Laporan: A. Suryana Sudrajat

Editor: Ahmad Lukman A.

Tentang Penulis

Panji Masyarakat

Platform Bersama Umat

Tinggalkan Komentar Anda