Ads
Aktualita

Bagaimana Muhammadiyah Bersikap Hadapi Tahun Politik 2024

Ditulis oleh Panji Masyarakat

Tahun politik 2024 sudah diambang pintu. Untuk itu Muhammadiyah didorong untuk mengedepankan politik gagasan  Dengan demikian, sebagai bagian dari rekan kritis (critical partnership) pemerintah, Muhammadiyah perlu membicarakan isu-isu strategis secara menyeluruh guna menguatkan politik ide pada tahun politik tersebut.

Hal itu mengemuka dalam konferensi media soal Muhammadiyah dan tahun politik 2024 di Edutorium UMS, Surakarta (19/11/2022). Menurut  Direktur Eksekutif Rumah Baca Cerdas (RBC) Institute Abdul Malik Fadjar, Subhan Setowara, Muhammadiyah penting memerankan fungsinya sebagai masyarakat sipil yang menengahi antara penguasa dan rakyat. Sebab, menurutnya, kerja yang diupayakan Muhammadiyah adalah kerja pembangunan peradaban kemanusiaan.  “Kerja inilah yang sebenarnya dibutuhkan oleh bangsa Indonesia. Karena itu, Muhammadiyah turut serta dalam menjawab masalah-masalah kekinian, seperti resesi global, krisis pangan, dan ikhtiar memajukan ekonomi rakyat. Itulah politik yang sebenarnya bagi Muhammadiyah.”

Di sisi lainnya, Neni Nur Hayati, direktur Eksekutif Democracy and Electoral Empowerment Partnership,  menyatakan bahwa pemilu serentak 2024 harus dijadikan tonggak perbaikan secara substansial, tidak sekadar menjadi ajang demokrasi prosedural yang konstelatif. “Ini harus menjadi momentum transformasi demokrasi untuk membangun politik yang semakin beretika, beradab, dan bermoral.”

Dalam konteks ini, menurutnya, Muhammadiyah perlu tetap konsisten menjaga moral bangsa melalui peran-peran kenegarawanan. Peran Muhammadiyah, menurut anggota Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini bisa dijalankan melalui upaya mendorong kader-kader terbaik Muhammadiyah yang memiliki kapasitas mumpuni untuk ikut terlibat aktif dalam politik. Sebab, menurutnya, ini adalah bagian dari misi amar makruf nahi munkar.

Distribusi kader-kader Muhammadiyah yang unggul dan memiliki passion di dunia politik diharapkan bisa menjadi penyeimbang dari gerakan-gerakan negatif yang selalu menyembul pada tahun politik. Sebab, “Tahun politik pada 2024 diprediksi sarat masalah seperti politik uang, korupsi politik, politik identitas, hoaks, dan berbagai persoalan lainnya,” ungkap Neni.

Kendati demikian, untuk bisa mendistribusikan kader-kader terbaik Muhammadiyah di gelanggang politik, Muhammadiyah harus bekerja keras. “Muhammadiyah perlu mempersiapkan kader terbaiknya termasuk juga kader perempuan Muhammadiyah yang memiliki kapasitas, kapabilitas dan kualitas yang mumpuni untuk dihibahkan kepada bangsa melalui partai politik atau maju sebagai calon perseorangan.”

Hal yang sama juga diutarakan oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiah (PPNA), Diyah Puspitasari pada sesi diskusi, bahwa “Posisi Muhammadiyah yang non-partisan, harusnya bukan menjadi garis demarkasi yang timpang dengan politik. Perlu ada penyesuaian yang adaptif dan solutif dengan kondisi yang ada untuk mempersiapkan kader terbaik Muhammadiyah menjadi kader bangsa,” katanya.

Dia meminta perlu adanya penyesuaian yang adaptif dan solutif dengan kondisi yang ada untuk mempersiapkan kader terbaik Muhammadiyah menjadi kader bangsa. “Ada kelenturan di organisasi yang harus diatur, pertama persiapan kader harus serius jangan hanya legislatif tetapi juga eksekutif. Kedua apa yang akan dilakukan Muhammadiyah? Apakah sistem di Muhammadiyah dan orangnya akan mau mensuport?” ungkap Diyah. Dia menambahkan, dasar filosofi berpolitik Muhammadiyah pada setiap rezim berbeda.  Muhammadiyah saat ini sibuk dengan amal usaha, padahal ceruk pengkaderan lain juga berasal dari politik. Tak hanya itu politik yang berisi anak milenial cukup menarik menurutnya dan Muhammadiyah diharapkan bisa memfasilitasi itu.

Sementara itu, Azaki Khoiruddin, pegiat media/aktivis muda Muhammadiyah, menganggap pandangan Muhammadiyah sudah elegan dan fleksibel. Muhammadiyah memandang politik berdasarkan dua hal yakni praktis dan kebangsaan, sekaligus memandang politik sebagai urusan dunia yang mulia. Dia menegaskan Muhammadiyah seharusnya dalam kontestasi politik tidak perlu grusa-grusu mengingat Muhammadiyah berdiri netral dan bukan partai politik.

“Seharusnya yang krasak-krusuk biar partai jangan Muhammadiyah, Muhammadiyah tenang saja.  Muhammadiyah harus menjadi ibu negara, sebagai tempat sowan partai politik. Jangan sampai pimpinan Muhammadiyah jadi partisan mulai dari [pimpinan pusat] PP hingga ranting,” kata  Azaki.

Dia juga meminta Muhammadiyah mengubah cara pandang terhadap kader yang terjun ke dunia politik termasuk Pemilu 2024. Muhammadiyah harus menerima kader-kader tersebut tanpa perlu mengotak-ngotakkan mereka berdasarkan partai pengusungnya, sebab para kader hanya memainkan peran politik.

Laporan: A. Suryana Sudrajat (Solo)

Editor: Ahmad Lukman A.

Tentang Penulis

Panji Masyarakat

Platform Bersama Umat

Tinggalkan Komentar Anda