Muktamar ke-48 ‘Aisyiyah, yang berlangsung di GOR Universitas Muhammadiyah Surakarta diikuti oleh 1926 peserta yang terdiri Anggota Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Ketua dan Sekretaris Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah (PWA), utusan PWA, Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah, Majelis dan Lembaga PP ‘Aisyiyah, hingga Pimpinan Cabang Istimewa ‘Aisyiyah dari luar negeri.
Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah Noordjanah Djohantini, dalam pidato iftitah di hadapan muktamirin ‘Aisyiyah, menyatakan bahwa muktamar kali ini merupakan muktamar yang monumental, salah satunya dikarenakan muktamar diselenggarakan secara hybrid di tengah situasi pandemi. Jika biasanya terdapat sidang komisi, maka pada Muktamar kali ini pelaksanaan sidang komisi dipindahkan di masing-masing wilayah untuk membahas agenda muktamar.
Selanjutnya, Noordjannah, mempersilahkan Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah untuk merefleksikan sistem muktamar yang telah dilakukan kali ini sebagai model dalam permusyawaratan di tingkat wilayah. Materi dapat dikirimkan sebelumnya sehingga daerah bisa mendiskusikannya di daerah masing-masing agar masukan yang diperoleh lebih kaya.
Dalam pidato iftitahnya itu, Noordjannah mengungkapkan bahwa tema Muktamar ‘Aisyiyah “Perempuan Berkemajuan Mencerahkan Peradaban Bangsa” menggambarkan perspektif, pandangan, dan cara organisasi berjuang juga berkontribusi memajukan perempuan untuk mengukir peradaban bangsa yang mencerahkan. Noordjannah menekankan pentingnya ‘Aisyiyah mewujudkan wajah Indonesia yang maju dengan nilai Islam Berkemajuan dan Perempuan Berkemajuan.
Noordjannah menambahkan, tema muktamar tersebut tidak terlepas dari kiprah ‘Aisyiyah selama satu abad yang dapat menjadi modal sosial karena ‘Aisyiyah mampu menjalankan peran strategis dan praksis bagi kemajuan bangsa. Meski demikian, Noordjannah mengakui bahwa tantangan dakwah ‘Aisyiyah sangatlah kompleks baik dalam kehidupan keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan universal.
Dalam konteks keumatan, menurut Noordjannah, berkembang pandangan keagamaan yang variatif. Pada satu sisi terdapat pandangan keagamaan literal dan cara dakwah yang kurang menghargai pandangan lain sehingga mendorong konflik dengan sesama muslim yang tidak terpuji. Sementara di sisi yang lain, ada pandangan yang berada di ujung perbedaan yang tajam. Di sinilah, Noordjannah menekankan, pentingnya ‘Aisyiyah memperkokoh pandangan keagamaan yang wasathiyah berkemajuan dalam memerankan dakwah dan tajdid.
Situasi kebangsaan Indonesia, ungkap Noordjannah, juga dihadapkan pada tantangan dan permasalahan seperti kemiskinan, ketidakadilan sosial, eksploitasi dan rusaknya sumberdaya alam, korupsi, penegakan hukum yang lemah, luruhnya integritas sebagian elit pimpinan, beragam permasalahan dalam keluarga, kekerasan dan konflik sosial di masyarakat, hingga ancaman retaknya persatuan bangsa. Padahal, bagi ‘Aisyiyah, sangatlah penting untuk merajut persatuan dan perdamaian. “Perempuan tidak suka konflik, perempuan justru menjadi agen perdamaian yang hendaknya turut serta menyelesaikan konflik,” tutur Noordjannah.
Di tingkat global, papar Noordjannah, kita dihadapkan pada problem kemanusiaan universal yang ditandai dengan meluasnya konflik atau bahkan perang, sebagaimana terjadi antara Rusia dengan Ukraina. Perang yang terjadi, jelas Noordjannah, telah berdampak pada kehidupan dunia termasuk dampak ekonomi global yang tentu akan berpengaruh pula dalam kehidupan nasional bangsa Indonesia. Dalam menghadapi tantangan dan permasalahan keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan universal itulah, Noordjannah berpesan, penting bagi ‘Aisyiyah untuk merefleksikan posisi dan peran ‘Aisyiyah sebagai gerakan muslim berkemajuan dengan menyiapkan pemikiran dan agenda strategis organisasi.
Aisyiyah Agen Pemilu Berkeadaban
Dalam kesempatan tersebut, Noordjannah juga menyinggung perihal penyelenggaraan Pemilu 2024. Sebagai proses demokrasi, pemilu hendaknya meniscayakan keadaban bagi para penyelenggara maupun pemilihnya agar pemilu dapat mencerminkan kualitas demokrasi.
Ia menjelaskan bahwa ‘Aisyiyah akan mendorong pemilu yang akan datang sebagai pemilu berkeadaban, “Jadikan perempuan ‘Aisyiyah dengan seluruh warganya menjadi agen pemilu berkeadaban. Jauhkan warga kita dari pemilu yang transaksional, cegah pemilu yang bisa membelah masyarakat, dan jadikan pemilu sebagai kontestasi untuk menghadirkan pemimpin yang bertanggung jawab,” ungkap Noordjannah.
‘Aisyiyah, imbuh Noordjannah, akan mendorong pemimpin yang mempunyai integritas, berpihak pada kepentingan perempuan, dan menjalankan tugasnya untuk menghadirkan Indonesia yang lebih maju berlandaskan nilai agama, Pancasila, dan budaya bangsa. Noordjannah menegaskan, “Kita tidak boleh main-main lagi, belajar dari pemilu terdahulu yang bisa membelah masyarakat, bahkan sakitnya belum selesai sampai akan berlangsung pemilu yang akan datang.”
‘Aisyiyah berharap penyelenggaraan pemilu bisa menjadi teladan bagi generasi muda bangsa. Oleh karena itu, Noordjannah mengajak seluruh komponen bangsa untuk menghadirkan pemilihan umum yang berkeadaban dan hasilnya memberikan harapan bagi kesejahteraan masyarakat.
Laporan: A. Suryana Sudrajat (Solo)
Editor: Ahmad Lukman A.