Ads
Aktualita

Anugerah Kebudayaan untuk Waldjinah, Gesang dan Didi Kempot

Ditulis oleh Panji Masyarakat

Kemeriahan mewarnai gelaran Malam Mangayubagyo Muktamar di Gedung Edutorium KH Ahmad Dahlan Universitas Muhammadiyah Surakarta (MS), Solo. Pada acara  yang berlangsung Jumat malam (18/11/22) itu UMS memberi Anugerah Kebudayaan kepada tiga legenda seniman asal Kota Solo:  Waldjinah, Gesang dan Didi Kempot.

Penghargaan kepada Waldjinah, almarhum Gesang (diwakili keluarga) dan almarhum Didi Kempot (diwakili istri) disampaikan oleh Ketua PP Muhammadiyah, Haedar Nashir. Selain penghargaan, UMS melalui Rektor Sofyan Anif menyerahkan dana pendidikan kepada tiga keluarga tokoh yang memperoleh penghargaan dengan masing-masing berjumlah Rp 20 juta. Penghargaan dan dana pendidikan diterima langsung oleh Waldjinah, Yani Effendi, keponakan Gesang serta Saputri, istri almarhum Didi Kempot.

Pada kesempatan ini juga, sedianya UMS akan memberi apresiasi kepada penggembira muktamar yaitu Ibu  Nurlita (79) yang datang dari Pematang Siantar, Sumatra Utara dengan bus. Namun karena Nurlita tidak datang, apresiasi untuk Ibu Nurlita akan diberikan Rektor UMS Sabtu sore ini.

Pada malam taaruf itu, Rektor UMS Sofyan Anif mengajak peserta penggembira untuk menjaga kebersihan selama  muktamar berlangsung. “Di acara pembukaan d Stadion Manahan jaga lingkungan di sekitarnya. Kita punya semboyan Muktamar bersih lingkungan. Kami berharap semua muktamirin penggembira jangan buang sampah di sembarang tempat, meskipun sudah ada 850 pasukan jemput sampah sebab kita ingin jadi contoh yang baik dalam menyelenggarakan muktamar,” kata Sofyan Anif.

Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyatakan bahwa  Malam Mangayubagyo merupakan tasyakuran, ucapan selamat datang bagi seluruh warga Muhammadiyah yang hadir di Kota Surakarta guna menghadiri Muktamar ke-48 Muhammadiyah dan Aisyiyah.  “Kami PP Muhammadiyah sungguh tasyakur bin-nikmah atas kehadiran peserta, peninjau, anggota Muktamar penggembira serta anggota masyarakat yang jadi anggota muktamar,” kata Haedar, yang kembali masuk sebagai calon anggota PP Muhammadiyah.

“Insya Allah kehadiran warga Muhammadiyah dengan peran berbeda namun semua satu tujuan menyukseskan muktamar ke 48 yang bermartabat dan berkemajuan. Termasuk ajakan dan gerakan muktamar bersih,” ujar Haedar.

Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini juga menyampaikan apresiasi untuk tiga seniman yang dia sebut sebagai  tokoh budaya terkenal yang mendunia. “Seniwati budayawan Ibu Waldjinah yang lagunya sepanjang masa baik jaman kolonial maupun milenial selalu jadi kenangan,” kata Haedar Nashir. Kedua adalah Didi Kempot yang tidak asing lagi bagi keluarga Muhammadiyah. Berikutnya Gesang yang masa-masa remajanya aktif dalam gerakan kepanduan Hizbul Wathan. “Penghargaan ini tidak seberapa di banding karya- karya dan pengkhidmatan dari tiga tokoh ini,” kata Haedar Nashir.

Gelaran pentas seni budaya Malam Mangubagyo diawali pertunjukan Musik keroncong dari kelompok Swara Bhaskara yang menghadirkan lagu Derap Berkemajuan dan Solo Diwaktu Malam ciptaan Mus Mulyadi. Setelah jeda untuk pemberian penghargaan,  acara  dilanjutkan penampilan penyanyi cilik yang pernah dibuatkan lagu oleh almarhum Didi Kempot. Sebelum Arda Naff  ke pentas   menyanyikan  “Banyu Langit” karya almarhum Didi Kempot, tampil  ke atas panggung Ketua Pimpinan Wilayah Aisyiyah Jawa Tengah, Umi Saudah, menyanyikan lagu keroncong berjudul “Malioboro”. Umi Saudah sebelumnya juga tampil di atas panggung bersama ketua PP Aisyiyah,Siti Noordjannah Djohantini, mendampingi kehadiran Waldjinah ke atas panggung untuk menerima penghargaan sembari keduanya menyanyikan lagu Lelo Ledong. Malam Mangayubagyo diakhiri penampilan yang sangat menghibur penonton dari grup Letto yang menyanyikan 10 lagu yang dua di antaranya dinyanyikan bersama Tantri Kotak.

 Mengenai pentas seni yang hadir di malam mangayubagyo ini, Haedar Nashir mengatakan, Muhammadiyah juga menikmati berbagai jenis pertunjukan.”Kita juga menikmati seni pertunjukan dalam berbagai jenis. Muhammadiyah sudah akrab dengan budaya dan seni. Seni itu boleh sepanjang tidak membuat kita jauh dari Allah, bahkan makin (membuat) kita larut (mendekat) dengan Allah. karena Allah itu maha indah dan mencintai keindahan. Dengan seni tumbuh kehalusan rasa dan budi. Seni bagian dari irfani Muhammadiyah. Maka mari kita isi malam ini dengan tasyakur dan taaruf,”  kata  Haedar Nashir.

Laporan: A. Suryana Sudrajat (Solo)

Editor: Ahmad Lukman A.

Tentang Penulis

Panji Masyarakat

Platform Bersama Umat

Tinggalkan Komentar Anda