Bermula dari kandang sapi ulama Betawi ini membangun Perguruan As-Syafiiyah yang mengelola lembaga pendidikan dari TK sampai perguruan tinggi, dan lembaga sosial-keagamaan dari panti yatim piatu sampai majelis taklim.
Kiai Hji Abdullah Syafi’ie adalah satu di antara enam pendekar ulama Betawi. Ia perintis Perguruan As-Syafi’iyah. Cikal bakal perguruan yang mengelola berbagai lembaga pendidikan dan sosial ini adalah dari Masjid Al-Barkah Bali Matraman, yang dia bangun ketika berusia 17 tahun. Lahannya merupakan sebuah kandang sapi milik keluarganya. Kemudian sapi-sapinya dijual untuk biaya membangun masjid tersebut.
Ia lahir pada 10 Agustus 1910 di Bali Matraman, Jakarta Selatan. Ayahnya bernama H.Syafi’ie bin Sairan dan ibunya bernama Nona binti Sya’ari. Abdullah Syafi’ie merupakan anak pertama dan anak laki-laki satu-satunya. Ia bukan keturunan ulama, ayahnya adalah seorang pedagang. Keluarga tergolong orang berada, dan oleh karenanya dalam usia yang masih sangat muda, K.H. Abdullah Syafi’ie bersama orang tuanya telah melaksanakan ibadah haji ke Makkah.
Kiai Abdullah Syafi’ie pertama menikahi wanita bernama Siti Rogayah binti KH Ahmad Mukhtar, seorang wanita terpelajar dan pernah menjadi pembaca ayat suci Al-Qur’an di Istana Negara di hadapan Presiden Soekarno pada tahun 1949. Dari pernikahan ini mereka dikaruniai lima orang anak, di antaranya Muhibbah, Tuty Atawiyah (pernah menjadi Menteri Sosial pada era Soeharto), Abdur Rasyid, Abdul Hakim dan Ida Farida. Pada tahun 1951 Siti Rogayah meninggal dunia. Beberapa tahun kemudian, K.H. Abdullah Syafi’ie menikah lagi dengan seorang gadis bernama Siti Romlah. Dari pernikahan ini mereka dikarunia 10 anak yaitu, Mohammad Surur, Syarif Abdullah, Mohammad Zaki, Elok Khumaira, Ainul Yakin, Syafi’ie Abdullah, Nufzatul Tsaniyah, Muhammad Thuhfah, dan Laila Sakinah. Beberapa dari anaknya berhasil mengukuti jejak ayahnya sebagai pendakwah, yaitu Hj. Tuty Alawiyah, K.H. Abdur Rasyid, dan K.H. Ainul Yakin.
Setelah Masjid Al-Barkah berdiri, Abdullah mulai mengajar dengan tiga murid. Sambil mengajar, ia juga menimba ilmu kepada beberapa ulama seperti K.H. Ahmad Marzuki, Habib Ali Bungur, dan Habib Ali Kwitang. Seiring waktu berjalan ia mulai membangun madrasah ibtidaiyah dengan nama Madrasah Al-Islamiyah, menyusul tsanawiyah dan aliyah. Kemudian, Madrasah Al-Islamiah berubah menjadi Perguruan Islam As-Syafi’iyah.
Berkat kegigihannya, berkembanglah cabang-cabang Perguruan AS-Syafi’iyah, seperti di Jalan Manggis dan Bukit Duri. Kala itu K.H. Abdullah Syafi’ie dekat dengan Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, maka diberikanlah tanah yang di Bukit Duri itu untuk didirikan sekolah. Kemudian pada tahun 1969, K.H. Abdullah Syafi’ie membangun cabang di Jatiwaringin.
Pada 1971 K.H. Abdullah Syafi’ie membuka Majelis Taklim As-Syafi’iyah. Waktu itu, nama “majelis taklim” belum dipakai dan dikenal oleh masyarakat, yang dikenal hanya “pengajian”. Contohnya pengajian Kwitang, pengajian Matraman, dan pengajian Luar Batang.
Pada tahun 1974 mulai dibangun pesantren putra yang diresmikan oleh Ali Sadikin dan satu tahun kemudian dibangun lagi pesantren putri di seberang pesantren putra. TK, SD, SMP, SMA, bahkan universitas menyusul didirikan di sekitar Jatiwaringin pada tahun 1980-an. Kemudian cabang-cabang Perguruan Islam As-Syafi’iyah meluas ke Cilangkap, Jakasampurna, Payangan, dan Cogrek. Setelah K.H. Abdullah Syafi’ie wafat, pengelolaan Perguruan Islam As-Syafi’iyah dilanjutkan oleh anak-anaknya.

Dalam upaya berdakwah dan memfasilitasi lembaga pendidikannya, K.H. Abdullah Syafi’ie telah menulis berbagai buku dan kitab. Buku yang dihasilkannya antara lain Al-Muasasat Asy-Syafi’iyah At-Ta’limiyah, Birul Walidain, Penduduk Dunia Hanya Ada Tiga Golongan, Mu’jizat Sayiduna Muhammad, Ad-Dinu wal-Masjid, dan Madarij Al-Fiqh. K.H. Abdullah Syafi’ie juga mengumpulkan kurang lebih 100 hadis yang ia bukukan dan diberi nama Mahfudzat. K.H. Abdullah Syafi’ie wafat pada 3 September 1985.
Ia dimakamkan di kompleks Pesantren Putra As-Syafi’iyah Jatiwaringin, Pondok Gede, Bekasi.