Ads
Cakrawala

Tonggak-Tonggak Perjuangan Mengoreksi UUD 1945 yang Diamandemen Tahun 2002

Avatar photo
Ditulis oleh B.Wiwoho

Perjuangan kembali ke UUD 45 Asli yang sekarang ramai digelorakan terutama oleh generasi muda, patut disyukuri. Akhirnya perjuangan kita – terutama oleh Front Pembela Proklamasi ’45 —  semenjak wacana amandemen mulai digulirkan —  yang kemudian bersinergi dengan berbagai komponen bangsa, telah bagaikan bola salju makin lama makin besar.

Selama periode akhir 2002 sampai akhir 2003, perjuangan tersebut memang sempat meredup lantaran menghadapi dengung serangan yang menuduh pihak-pihak yang tak sejalan dengan amandemen UUD, sebagai ingin mengembalikan kekuasaan Orde Baru dengan Dwifungsi ABRI-nya.

Tetapi menjelang akhir 2003, ulama sepuh Prof.K.H.Ali Yafie menggugah kembali semangat beberapa sahabat, yang langsung disambut oleh Jenderal (Purn) Try Sutrisno. Selanjutnya  17 (tujuh belas) anak bangsa yang disesepuhi oleh kedua tokoh tersebut berhimpun dalam Barisan Kebangkitan Indonesia Raya (BKRI). Mereka antara lain Surjadi Soedirdja (alm) Marsudi W Kisworo, Achmad Mubarok, Amran Zamzami (alm), Widjajono Partowidagdo (alm) dan B.Wiwoho.

Pada awal Januari 2004, bertempat di Persada – Halim Perdanakusuma, BKRI meluncurkan buku kecil “Dokumen Perenungan Nasib Bangsa: Rapatkan  Barisan Untuk Kebangkitan Indonesia Raya”. Selanjutnya 18 – 20 Mei 2004 menyelenggarakan Kongres Indonesia Raya bertempat di Balai Sudirman dan Gedung RRI. Hasil Kongres diterbitkan menjadi buku “Indonesia Raya Bangkit atau Hancur”.

Semenjak itu di setiap peringatan hari bersejarah, BKRI bersama organisasi dan komponan gerakan lainnya menyelenggarakan berbagai kegiatan, bahkan kemudian atas dorongan para aktivis, dikembangkan menjadi Gerakan Kebangkitan Indonesia Raya (GKIR) yang dideklarasikan di Gedung Cawang Kencana pada 17 September 2004.  Bergabung dalam GKIR antara lain FPP-45 dengan tokohnya Saiful Sulun dan Monang Siburian,  Indemo dengan tokohnya Hariman Siregar yang disertai para aktivis generasi muda seperti Eggy Sujana, Syahganda Nainggolan dan Amir Husein Daulay,  Asosiasi Pejuang Indonesia dengan tokohnya Nugroho Djajusman, Forum Rektor dengan tokohnya Sofian Effendi dan lain-lain.

Sepanjang periode 2005 – 2007, GKIR menyelenggara berbagai kegiatan yang mengkritisi kondisi bangsa dan negara khususnya bagaimana mengoreksi UUD 1945 yang diamandemen tahun 2002. Sejumlah pertemuan baik yang terbuka untuk umum maupun yang tertutup atau setengah tertutup diselenggarakan, misalkan pertemuan berkala  tokoh-tokoh bangsa yaitu Try Sutrisno, Gus Dur, Megawati Sukarno Putri, Taufiq Kiemas, Wiranto dan Akbar Tanjung. Ada pula saresehan tokoh lintas generasi bertema “Keluar Dari Krisis dan Syndrom Negara Gagal” pada 20 Mei 2005, yang dihadiri selain Try Surtisno juga Ruslan Abdulgani, Gus Dur, Mubyarto, Kwik Kian Gie, Sri Edi Swasono, Saiful Sulun, Hariman Siregar, FX.Mudji Sutrisno, Eggi Sudjana, Syahganda Nainggolan, Lily Wahid, Zastrouw Ng, Djuanda, Rico Marbun, Nina Sapti, Zara, B.Wiwoho, Amir Husein Daulay, Rieke Dyah Pitaloka dan lain-lain.

Dari berbagai pertemuan dan kajian yang kemudian diterbitkan dalam buku “Polemik Cabut Mandat SBY: Suatu Transformasi dari Masyarakat Nrimo ke Masyarakat Peduli Nasib Bangsa”, GKIR menyimpulkan dengan sistem  ketatanegaraan yang berlandaskan UUD Amandemen 2002, maka siapa pun yang menjadi Presiden tidak akan bisa mengatasi masalah-masalah bangsa dan negara yang semakin besar, berat dan kompleks, bahkan jika tidak segara diatasi bisa membawa kepada pembelahan dan kehancuran bangsa. Sejak awal GKIR meyakini kedaulatan rakyat telah dibajak oleh partai-partai politik, sedangkan partai-partai politik ditengarai mulai dikendalikan oleh kekuatan modal yang bukan saja nasional tetapi juga global, yang akan membangun oligarki kekuasaan yang terdiri dari segelintir pengusaha-penguasa, menjadi Dwifungsi Gaya Baru: Pengusaha – Penguasa.

Namun belum banyak orang yang percaya UUD Amandemen akan membuat situasi ketatanegaraan tumpang tindih bahkan cenderung kacau. Sementara itu masyarakat masih menuduh Orde Baru kepada siapa saja yang menginginkan kembali pada UUD 1945 Asli. Oleh karena itu dengan tetap memegang teguh strategi mengoreksi UUD 1945 yang telah diamandemen, dibuatlah taktik dengan menyatakan perlu dilakukan kaji ulang terhadap amandemen UUD, seraya mengambil referensi dari pernah dibentuknya Komisi Konstitusi oleh MPR pasca amandemen UUD (Tap MPR no: I/MPR/2002), yang hanya bekerja selama 7 bulan dari 8 Oktober 2003 sampai 2 Mei 2004.

Salah satu syarat kaji ulang UUD adalah untuk sementara, UUD dikembalikan dulu ke UUD 1945 ++, maksudnya UUD 1945 yang asli namun sudah dengan perubahan tentang masa jabatan Presiden yang dibatasi hanya boleh dua kali. Selanjutnya UUD19 45 ++ kita sempurnakan secara hati-hati, teliti dan seksama dengan menjaga kesinambungan antara mukadimah dan batangtubuh, khususnya menjabarkan Pancasila ke dalam pasal-pasal.

Penyempurnaan dilakukan dengan sistem adendum yang melibatkan seluruh rakyat Indonesia, dan bukan hanya oleh segelintir elit apalagi hanya oleh partai-partai politik di parlemen. Penyempurnaan harus visioner jauh ke depan, termasuk mengantisipasi kemajuan teknologi yang terus berkembang pesat, yang bisa mengubah tatanan sosial dan peradaban masyarakat. Itulah tantangan kita ke depan.

Alhamdulillah, taktik gerakan yang dalam sepuluh tahun terakhir ini dimotori oleh sejumlah purnawirawan TNI/Polri, aktivis dan tokoh-tokoh mahasiswa, yang antara lain membentuk berbagai organisasi gerakan seperti Gerakan Selamatkan NKRI, Rumah Amanat Rakyat dan Gerakan Kebangkitan Indonesia, terus bergulir secara istiqomah. Di samping para aktivis yang sebagian namanya disebut di alinea-alinea lain dalam tulisan ini, di antara para purnawirawan yang aktif adalah Jenderal Widjojo Soejono (alm), Jenderal Djoko Santoso (alm), Letjen Sayidiman Suryohadiprojo (alm), Letjen Marinir Soeharto, Irjenpol Taufiequrachman Ruky, Mayjen Prijanto, Jenderal Agustadi Sasongko, Jenderal Tyasno Sudarto, Marsekal Imam Sufaat, Laksamana Tedjo Edhie Purdijanto, Marsekal Muda Tumiyo, Marsekal Muda Amirullah Amir serta Kolonel Y.Hascaryo,

Pada 22 Juli 2015, bertempat di sekretariat Perhimpunan Gerakan Keadilan, Jakarta, berlangsung Forum Aktivis Lintas Generasi, yang diikuti para pimpinan organisasi pemuda dan mahasiswa non kampus seperti Ketua Umum DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Beni Pramula,  Ketua Umum Perhimpunan Mahasiswa Hindu Dharma Ni Made Bethariani Saraswati, Ketua Umum Gerakan Pemuda Islam Indonesia Karman, Ketua Presidium PP Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia Lydia Natalia Sartono serta aktivis-aktivis senior yaitu Bursah Zarnubi, B.Wiwoho, Hatta Taliwang, Ariady Achmad, Laode Ida, Djoko Edhy Abdurrachman, Hardi Sahrasad, Marwan Batubara, Ali Mahsun, Abdul Malik, Syahganda Nainggolan dan Agus Edi Santoso (alm). Forum menorehkan petisi yang ditandatangani  oleh 47 orang yang hadir, yang menyatakan mendesak Pemerintah dan Legislatif untuk mengembalikan kiblat bangsa ke cita-cita proklamasi, Pancasila dan UUD 1945. (B.Wiwoho, Mengapa Kita Harus Kembali ke UUD 1945?, Republika 2019 : 241 – 244).

Gema perjuangan  kembali ke UUD 1945 Asli untuk kemudian disempurnakan dengan cara adendum, menggelora. Tiada lagi tuduhan untuk mengembalikan Orde Baru ataupun Dwifungsi ABRI. Kembali ke UUD 1945 Asli adalah kebutuhan mutlak demi menyelamatkan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Alhamdulillah pada hari ini, Sabtu tanggal 29 Oktober 2022, dalam rangka syukuran  Hari Sumpah Pemuda, Mayjen TNI Purn Prijanto bersama Brigjen TNI Dr. Ateng Karsoma Ketua STHM TNI AD, Prof. Dr. Budiharjo Direktur Pasca Sarjana Universitas Prof. Dr.Mustopo (Beragama) dan Prof. Yudhie Haryono Direktur Eksekutif Nusantara Centre, menyelenggarakan Focus Group Discussion dengan narasumber Mayjen TNI Purn Prijanto yang mengetengahkan sebuah konsepsi berjudul :

“Kembali ke UUD 1945 Untuk Disempurnakan Dengan Adendum Melalui Dekrit Presiden yang Terkoordinasikan Untuk Menyelamatkan Indonesia.”

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa meridhoi, merahmati dan memberkati kita bangsa Indonesia. Amin Allahumma amin.

___________________

*) Disampaikan pada acara Syukuran Hari Sumpah Pemuda “Meniti Hikmah & Spirit Sumpah Pemuda 1928 Untuk Menyelamatkan Indonesia”, Jakarta Sabtu 29 Oktober 2022.

Tentang Penulis

Avatar photo

B.Wiwoho

Wartawan, praktisi komunikasi dan aktivis LSM. Pemimpin Umum Majalah Panji Masyarakat (1996 – 2001, 2019 - sekarang), penulis 40 judul buku, baik sendiri maupun bersama teman. Beberapa bukunya antara lain; Bertasawuf di Zaman Edan, Mutiara Hikmah Puasa, Rumah Bagi Muslim-Indonesia dan Keturunan Tionghoa, Islam Mencintai Nusantara: Jalan Dakwah Sunan Kalijaga, Operasi Woyla, Jenderal Yoga: Loyalis di Balik Layar, Mengapa Kita Harus Kembali ke UUD 1945 serta Pancasila Jatidiri Bangsa.

Tinggalkan Komentar Anda