Ads
Cakrawala

Hari Santri (1):   Cara Kiai  Tegalrejo Menghadapi Kaum Abangan 

Avatar photo
Ditulis oleh A.Suryana Sudrajat

Kiai Haji Ahmad Muhammad adalah pengasuh Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam (API) Salafi Tegalrejo,   dan  budayawan pelestari seni budaya tradisional Magelang.  Gus Muh, demikan ia biasa dipanggil,  mendirikan Pawiyatan Budaya Adat (PBA), yang salah satu karyanya adalah mengadakan pagelaran kesenian Jawa tradisional  setiap setahun. Di antaranya ketoprak, jathilan, topeng ireng, wayang orang, wayang kulit, ndolalak, jaran kepang, dan lain-lain. Pagelaran seni tradisional ini diadakan setiap tahun di Lapangan Tegalrejo dan sekitar komplek Pesantren API selama tujuh hari tujuh alam yang dapat dinikmati oleh  masyarakat umum. 

Sebelum wafat pada 6 Maret 2009 di Yogyakarta, KH Ahmad Muhammad sempat  merancang pentas seni budaya “Orkestra Afalaa Tatafakkaruun”.  Pentas seni itu bertajuk ‘Dongeng Perubahan’ yang   dimeriahkan oleh ratusan seniman muda petani lima gunung Magelang (Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh)

Gus Muh  banyak mengajarkan bagaimana menghadapi kaum abangan. Ibarat ngobori dalan peteng, kata dia,  mendidik orang-orang abangan atau yang belum bisa menerima sepenuhnya Islam itu lebih sulit. Karena itu, setiap kali diundang ceramah, Gus Muh mensyaratkan kepada panitia agar menyertakan atraksi kesenian kuda lumping atau kesenian lain. Ia pun dikenal  ulama yang mampu menjembatani kemajemukan masyarakat, lintas-golongan bahkan lintas-agama melalui kegiatan seni dan agama. Mereka yang selama ini jauh dari kegiatan  keagamaan bisa mendekat tanpa canggung keluar masuk pesantren mengikuti acara keagamaan. Sedangkan para santri tidak kehilangan budaya aslinya.  Gus Muh juga sering mengkritik para politisi, pejabat, termasuk kiai yang kurang peka terhadap masalah masyarakat. Corak kehidupan petani di Jawa sarat mistik dan sangat kuat memegang tradisi.

Kiai Ahmad Muhammad menjadikan seni dan budaya, khususnya seni wayang dan ketoprak,  sebagai media dakwah agar peminat seni tertarik untuk menjalankan syariat Islam. Yakni  melalui lakon-lakon yang diceritakan dalam pewayangan, sebagaimana halnya dilakukan  Sunan Kalijaga dalam berdakwah. Kecintaan Gus Muh pada seni dan kebudayaan tradisional juga ditunjukkan dalam desain, arsitektur, properti, dan hiasan di rumahnya. Di rumahnya terdapat lukisan wayang, topeng, dan patung batu dalam berbagai bentuk. 

Sebagai pengasuh Pondok Pesantren API Tegalrejo, Gus Muh berupaya untuk menjaga sistem salaf (tradisional). Yakni dengan tidak mendirikan model sekolah formal sebagaimana diadopsi oleh pondok pesantren lain. Ia  menekankan bahwa pondok pesantren salaf adalah barometer keislaman di Tanah Air. Institusi yang merupakan benteng pertahanan terakhir guna menjaga nilai dan ajaran Islam dari pengaruh paham baru. Berkaitan dengan itu, ia  juga melarang keras para santri untuk terlibat dalam politik praktis. 

Tentang Penulis

Avatar photo

A.Suryana Sudrajat

Pemimpin Redaksi Panji Masyarakat, pengasuh Pondok Pesantren Al-Ihsan Anyer, Serang, Banten. Ia juga penulis dan editor buku.

Tinggalkan Komentar Anda