Cakrawala

Kolom Fachry Ali: Demokrasi dan Kedewasaan

group of people holding white banner
Written by Panji Masyarakat

Demokrasi adalah persoalan kedewasaan. Tanpa itu mesti terjadi penyimpangan. Masalahnya kemudian, bukan terletak pada apakah ada penyimpangan, melainkan apakah ada masyarakat yang dewasa secara sempurna – sehingga demokrasi bisa dilaksanakan tanpa cacat.

Kita bisa memiliki sederet contoh tentang pelaksanaan demokrasi tentang pelaksanaan demokrasi yang cacat.  Tapi mungkin kita setuju untuk menunjuk Amerika sebagai contoh negara yang paling mengagungkan demokrasi dan karena itu dewasa. Ini semata karena Amerika dibangun atas sebuah kesadaran baru: kebebasan dan persamaan hak.

Para imigran Eropa pertama, founding fathers negara Amerika, adalah orang-orang terlempar dan orang yang melemparkan diri ke benua yang sebelumnya tak dikenal itu. Alasannya tentulah sangat bervariasi. Tapi satu hal yang jelas, para imigran yang berdatangan dengan berbagai alasan itu menemukan sebuah dunia baru yang lepas, meski tidak sepenuhnya, dari ikatan-ikatan lampau. Keterlepasan terhadap masa lampau, dan keberanian untuk mewujudkan sesuatu yang baru – bahkan sesuatu yang dikenal secara samar-samar – mungkin merupakan suatu keistimewaan yang hanya dimiliki masyarakat Amerika. Maka, untuk menghindari bayangan masa lampau, mereka melepaskan tradisi kebangsawanan dan menggantikannya dengan tradisi emansipasi, di mana manusia jatuh ke dunia dalam derajat yang sama.

Kedewasaan terpupuk karena pengalaman. Dan penggalan sejarah yang dinikmati masyarakat Amerika merupakan basis yang sangat kuat untuk menemukan dan membangun kedewasaan. Demokrasi, sebagaimana kini berkembang di Amerika, adalah refleksi kedewasaan itu. Bukan saja karena keterputusan dengan masa lampau, melainkan juga karena keberanian untuk mengubah tradisi: manusia yang jatuh ke bumi adalah sama.

Toh demokrasi cacat di sana. Di Hartfort, sebuah kota kecil di Amerika, seorang pendeta Protestan menyesali terpilihnya seorang wakil rakyat. Dan dengan muka yang marah – sayangnya, muka itu dihadapkan kepada saya – dia berkata, “Masyarakat Amerika tidak tahu demokrasi. Mereka justru memilih orang yang korup.”

Melaksanakan kedewasaan yang sempurna dan demokrasi yang sempurna, mungkin suatu tuntutan yang terlalu tinggi. Terlalu tinggi, bahkan untuk seorang presiden Amerika,  seperti Nixon, yang tersungkur karena skandal Watergate.

Dapatkah kita mencapai kedewasaan dan sekaligus memiliki pelaksanaan demokrasi yang tanpa cacat?

Banyak sekali pemaafan yang harus kita berikan untuk Indonesia. Sebab, bukankah Amerika, kampiun demokrasi di dunia, tidak terhindar dari cacat demokrasi?

Tapi – sambil mentolerir sejumlah pemaafan itu – kita tidak saja bukan  Amerika, melainkan juga  suatu bangsa yang lahir dari revolusi.  Dan revolusi adalah suatu konsep yang menunjukkan keterputusan hubungan – mungkin secara konseptual – dengan masa lampau. Sambil tetap mengenang sejarah dan jasa para pahlawan, situasi keterputusan itu dimanfaatkan secara berani. Sekali kita menyatakan bahwa Indonesia adalah negara demokrasi, maka sekali itu pula  demokrasi harus berjalan — dengan “semestinya”

Kita tidak tahu pasti, bagaimana mengartikan kata “semstinya” dengan pelaksanaan demokrtasi, memang. Tapi ketika demokrasi dinyatakan dengan embel-embel kekhasan, terasalah oleh kita, bahwa kedewasaan, terasalah oleh kita bahwa kedewasaan masih jauh untuk dicapai.

Sumber: Panji Masyarakat, No. 546, 21 Juli 1987.   

Penulis : Fachry Ali, peneliti dan pengamat sosial politik

About the author

Panji Masyarakat

Platform Bersama Umat

Tinggalkan Komentar Anda