Ads
Bintang Zaman

Roger Garaudy (1): Pergulatan Mencari Agama Pembebasan

Ditulis oleh Panji Masyarakat

Gara-gara dituduh terlibat kampanye menentang penjajahan, yang menjadi kebijaksanaan pemerintah Prancis waktu itu, Roger Garaudy dijebloskan ke dalam penjara di padang pasir Aljazair. Ia meringkuk selama 33 bulan. 

Pada 4 Maret 1941 pecah kerusuhan di penjara Jalfah. Para narapidana mengamuk. Tetapi anehnya, para serdadu muslim yang menjadi penjaga keamanan pemerintah jajahan Prancis tidak juga melepaskan tembakan kepada mereka, meski perintah dari atasan telah turun. Apa pasal? Mereka punya alasan keagamaan: Islam melarang seorang serdadu melepaskan tembakan kepada orang yang tidak bersenjata. 

Inilah perkenalan Garaudy dengan Islam untuk yang pertama kali. Kejadian itu sungguh membekas di benak Garaudy yang sedang dalam pencarian intensif akan kebenaran. Keberadaannya di penjara dimanfaatkannya betul untuk mempelajari Taurat dan Injil. Tetapi, kejadian tadi dipandangnya lebih penting, lebih berharga, lebih memuaskan dahaganya akan sebuah agama pembebasan. “Adalah kali pertama aku mengenal Islam dalam sebuah kejadian penting dalam hidupku, dan ternyata itu lebih banyak memberiku pelajaran daripada studi 10 tahun di Sorbonne,” katanya. 

Tanpa Agama

 Roger Garaudy dilahirkan pada 17 Juli 1913 di Marseille, sebuah kota industri dan juga kota pelabuhan di Prancis yang banyak disinggahi kapal-kapal dunia. Ia dibesarkan di.tengah keluarga ateis. Ayah dan ibunya berasal dari keluarga buruh sederhana yang hidup di kota ini tanpa (mengenal) tuhan dan ajaran agama. Garaudy tumbuh saat hubungan industrial antara kaum pekerja dan pemberi kerja sedang hangat dibicarakan di seluruh Prancis dan Eropa. Agama Kristen, khususnya Katolik, kala itu masih punya akar yang kuat dalam tradisi Prancis, tetapi masyarakat lebih tertarik pada ajaran-ajaran baru yang dapat memecahkan masalah-masalah ekonomi mereka sehari-hari. Salah satunya adalah Marxisme yang dikira menjanjikan pembebasan kepada manusia dari berbagai belenggu. 

Keputusan Kontroversial

Pada 1933, masih dalam usia 20-an, Garaudy mengambil keputusan hidup yang kontroversial: ia menganut agama Kristen Protestan dan, pada waktu yang sama, menjadi anggota Partai Komunis Prancis. Ia berusaha mempertemukan iman kristiani dengan komunisme yang ateistik: Sudah barang tentu, keputusan ini dipandang ganjil oleh banyak orang. Sebaliknya, kata Garaudy, ini langkah yang bijak. Garaudy masih percaya dengan transendensi ilahi untuk membuat lompatan dalam sejarah. Dalam agama Protestan, ia melihat jiwa pembaruan dan tabiat “protes”. Ia jga percaya bahwa Marxisme adalah jalan menuju kemanusiaan yang luhur. Sebenarnya ia tidak tertarik dengan komunisme sebagai doktrin ateistik, tetapi ia berharap bisa menjumput metode pembebasan dari komunisme. Sebagai ajaran revolusioner, komunisme dipandangnya dapat disempurnakan dari waktu ke waktu sehingga betul-betul berperan untuk pembebasan dan penegakan nilai-nilai kemanusiaan. 

Cukup lama Garaudy hidup dalam dua dunia yang berlawanan itu tanpa merasakannya kontradiktif. Tetapi, berpuluh-puluh tahun kemudian, ia kecewa, pada akhirnya, terhadap agama yang ia pilih dan Marxisme yang ia perjuangkan dengan mati-matian setelah ia meneliti agama-agama dan melihat praktik komunisme pada zaman Stalin. Se-lanjutnya, gagasan-gagasan pembaruan yang dia lontarkan serta dialog antaragama dan peradaban yang diprakarsainya telah membuatnya dikucilkan oleh gereja dan dikeluarkan dari Partai Komunis Prancis .pada 1970. Maka, berakhirlah sudah pengembaraannya dalam dua dunia ini. 

Karya Ilmiah

 Garaudy memang seorang filsuf pejuang kebenaran, bukan filsuf perenung semata. Ia adalah filsuf yang menginginkan dunia ini berubah dan umat manusia dapat hidup lebih aman, tenteram, dan terbebas dari semua belenggu yang  memenjarakan mereka. Ia belajar filsafat di Strasbourg dan menulis dua disertasi doktor tentang filsafat. Disertasi pertama ia pertahankan di Universitas Sor-bonne pada 1953 dengan judul La Theorie de materialiste de la connaissance (Teori Materialis Ilmu Pengetahuan), dan yang kedua di Lembaga Ilmu Pengetahuan Uni Soviet pada 1954 dengan judul La Liberte (Kebebasan). Ia telah menulis lebih dari 30 buku ilmiah dan filsafat, vang umumnya dalam bahasa Prancis, yang diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, termasuk Indonesia. 

Perjalanan hidupnya telah menjadi topik berbagai disertasi ilmiah di beberapa universitas Eropa dan Ame-rika. Antara lain, disertasi Bradner Norris dengan judul “God, Marx, and the Future Dialogue with Roger Garaudy” (Tuhan, Marx, dan Masa Depan Dialog dengan Ga-raudy). Disertasi Mtihsin Al-Maili bahkan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Pergulatan Mencari Islam. Pikiran Garaudy telah mengundang komentar dan diskusi berbagai pemikir dunia. Di antaranya komentar Claude Clayman dengan judul Garaudy par Garaudy (Garaudy oleh Garaudy) dan Mohamad Arkoun dengan judul Roger Garaudy Khatharun Ala Hayatinal Aqliyah wal Fikriyah (Garaudy Ancaman terhadap Kehidupan Rasio dan Pemikiran Kita). 

Bersambung

Penulis: Prof.  Dr. Rifyal Ka’bah, M.A.  (1950-2013). Hakim Agung RI (2000-2013),   ahli hukum Islam, mengajar di beberapa perguruan tinggi.  Sumber: Panji Masyarakat,  4 Agustus 1997. Tulisan ini dimuat ketika Rifyal Ka’bah menempuh pendidikan S3 Ilmu Hukum di Universitas Indonesia.

Tentang Penulis

Panji Masyarakat

Platform Bersama Umat

Tinggalkan Komentar Anda