Hamka

James Rush tentang Hamka (3): Sang Nasionalis dan Cibiran sebagai Penulis Populer

Written by Panji Masyarakat

Hamka  merayakan kemerdekaan Indonesia dengan segala kegembiraan. Namun dia juga memperingatkan bahaya masih adanya semangat pasif dalam masyarakat Indonesia, jiwa budak, sebagai produk penjajahan yang berlangsung sangat lama. Sementara itu, sebagai seorang penulis populer Hamka sering dilihat sebelah mata oleh kaum cerdik-cendekia. Tapi mengapa peranan dia  dianggap lebih penting ketimbang cendekiawan, ilmuwan, dalam membentuk kebudayaan nasional?  Berikut bagian akhir   ceramah James Robert Rush mengenai Hamka dan Sejarah Indonesia Modern yang pernah dimuat pada Panji Masyarakat No. 379, tahun 1982.

Semangat Nasionalisme              

Di mana pun orang Islam hanya bertahan, dan di mana pun mereka kalah. Karena itu di India, Afrika, dan Timur Tengah pemerintah penjajahan Barat juga didirikan. Di kepulauan Indonesia proses ini berlangsung sejak abad ke-16. Pada 1908, ketika Hamka dilahirkan, proses ini sudah berakhir. Kemunduran peradaban. Islam( merupakan kenyataan yang dapat dirasakan dalam bentuk pemerintahan asing, peraturan asing, pajak asing, dan zending asing. Untuk reformis, yang menjadi sumber penyerapan Hamka, ini merupakan sumber utama frustrasi dan penghinaan. Bagi Hamka ini bukan saja penghinaan yang ditujukan kepada umat Islam secara kolektif tapi juga pada dirinya sendiri. Sebagian besar semangat dalam tulisannya mewarisi perjuangan untuk menghapus penghinaan tersebut dan untuk membangun sesuatu yang baru di tempat yang sama.

Mengakhiri penghinaan berarti mengakhiri kolonialisme. Sejak 1930-an tulisan-tulisan Hamka dipengaruhi semangat kemerdekaan dan nasionalisme, meskipun ia sendiri bukan seorang politikus nasionalis, tapi yang pasti dia seorang nasionalis. Baik secara terang-terangan maupun terselubung ia banyak menulis hal yang, bersifat subversif terhadap pemerintahan kolonial. Majalahnya, meskipun mengutamakan pendidikan Islam, namun berpihak pada perjuangan antikolonial, ini merupakan tempat berkiprah kaum nasionalis untuk menuangkan pemikirannya, dan sering memuat tokoh yang sedang berada dalam pengasingan, seperti Muhammad Hatta. Tindakan pemerintah Belanda terhadap pemimpin nasional dan orang-orang lain yang dianggap melakukan kegiatan subversif, seperti ayah Hamka, dimuat secara terbuka. Dan tulisan Hamka tentang tokoh-tokoh sejarah, seperti Imam Bonjol, menitikberatkan watak anti kolonial perlawanannya.

Sesudah revolusi Hamka melanjutkan tema tentang kolonialisme dan segala akibatnya. Ia merayakan kemerdekaan Indonesia dengan segala kegembiraan. Namun dia juga memperingatkan bahaya masih adanya semangat pasif dalam masyarakat Indonesia, jiwa budak, sebagai produk penjajahan yang berlangsung sangat lama. Orang Indonesia tidak bisa lagi dianggap sebagai “bangsa yang sepatuh-patuhnya di dunia”. Karena itu, Hamka sering menganjurkan pembaca (dan pendengarnya) untuk belajar, mendidik diri dan menambah bobot pribadi, di samping menganjurkan mereka mencapai cita-cita yang tinggi dalam arti kata menjadikan dirinya modern. Modernisasi yang meningkatkan teknologi, kemajuan kesehatan, dan kehidupan materi merupakan sesuatu yang harus diyakini, atau lebih tepat, diserap demi keuntungan bangsa Indonesia. Ide Hamka tentang modernisasi barangkali seperti masthead yang dilukiskan dalam halaman pertama Pedoman Masyarakat dalam tahun 1940; di tengah-tengah gambar kapal modern, pesawat terbang, mobil, dan kereta api yang sedang bergerak dan di tengah-tengah gedung kota yang megah ada sebuah rumah Minangkabau, dan yang menonjol —  sebuah masjid.

Sebagai Penulis Populer

Hamka adalah seorang penulis yang tidak hanya produktif dan cakap dalam beberapa hal, tetapi juga populer. Sebelum perang, majalahnya menjadi salah satu di antara yang paling banyak oplahnya dan paling luas peredarannya di Indonesia. Cerita bersambungnya begitu populer sehingga di Aceh, misalnya, orang tidak sabar menunggu di rumah; mereka datang ke stasiun untuk segera mendapatkan sambungan cerita yang baru. Artikel-artikelnya akhirnya dibukukan, dan bukunya dicetak berulang-ulang sampai sekarang.

Pada. akhir 1930-an buku-buku Hamka sudah dapat ditemukan dalam perpustakaan sekolah umum, dan para pelajar sering dianjurkan untuk membacanya. Popularitas Hamka sebagai penulis penting sekali. Karenanya, karya dan idenya mencapai pasaran yang amat luas. Bagi yang tidak senang membaca buku agama dapat menikmati novelnya; dan untuk golongan yang menganggap cerita roman sebagai sesuatu yang lebih baik dijauhi, novel Hamka dapat diterima dan dibaca karena isinya bersifat agama dan pelajaran moral.

Penulis buku populer sering dianggap tidak konsekuen oleh para inteligensia. Pikiran mereka dianggap ringan. Mereka dituduh merendahkan mutu bukunya supaya lebih sesuai dengan selera massa, terlalu ingin bukunya laris, dan terlalu ingin dibaca banyak orang. Menurut mereka, penulis populer kurang menaruh perhatian atas pemecahan masalah yang rumit, kurang, mempelajari hal-hal yang bersifat filsafat dan politik yang dalam, dan kurang berusaha menulis karya sastra yang bernilai internasional. Mereka mengambil kesimpulan dari ahli pengetahuan dan ahli pikir besar dan mencoba menyederhanakannya supaya orang awam mudah mengerti. Tapi kadang-kadang ada juga orang yang menyangka bahwa sesungguhnya si penulislah yang kurang mengerti tentang masalah yang ditulisnya.

Hampir semua tuduhan semacam ini pernah dilontarkan kepada Hamka. Dan, sebagian, ada yang benar. Seperti sudah dikatakan di atas, gaya tulisan Hamka memang sesuai dengan selera pembaca Indonesia; gayanya populer, dan dilakukan dengan sengaja karena Hamka memang ingin sekali bukunya disenangi orang, apalagi dibeli orang. Juga benar, jika ada yang menuduh Hamka sebagai seorang populizer, seorang penulis yang bukunya kadang-kadang asli hanya dalam cara penyajiannya tetapi tidak dalam isinya. Tetapi dibandingkan dengan peranan cendekiawan, ilmuwan, dan lainnya dalam perkembangan kebudayaan nasional, pengaruh penulis populer luas, justru karena dia populer. Dan Hamka bukanlah penulis populer biasa. Pengetahuannya yang luas dan perhatiannya terhadap banyak bidang memang luar biasa, apalagi Hamka mempunyai satu sifat lain yang cenderung membesarkan pengaruhnya, yaitu wibawa —  wibawa keulamaan.

James Robert Rush dilahirkan pada 23 Agustus 1944 di Maryland, Amerika Serikat. Pada 1972 ia memperoleh Ph.D. di bidang sejarah pada Yale University. Disertasinya  “Opium Farms Nineteenth Century Java; Community and Change in a Colonial Society, 1860-1911” telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Pengajar sejarah pada almamaternya ini wafat pada 3 Juni 2022.  Karyanya  tentang Hamka, Hamkas’s Great Story: A Master Writer’s of Islam for Modern Indonesia (2016) telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, Adicerita Hamka; Visi Islam Sang Penulis Besar untuk Indonesia Modern dan diterbitkan Penerbit Gramedia tahun 2017.

About the author

Panji Masyarakat

Platform Bersama Umat

Tinggalkan Komentar Anda