Hamka hanyalah satu di antara banyak orang dalam generasinya yang dikenal sebagai politikus, ulama, dan pengarang yang tulisan-tulisan nya mengarah kepada perubahan Indonesia. Sesungguhnya diantara mereka ada yang lebih terpelajar, baik dalam pengetahuan Barat maupun studi yang mendalam tentang Islam, dan ada yang mempunyai gagasan yang lebih orisinal ketimbang Hamka. Namun akhirnya Hamka menonjol karena berbagai macam alasan. Berikut ceramah James Robert Rush mengenai Hamka dan Sejarah Indonesia Modern yang pernah dimuat pada Panji Masyarakat No. 379, tahun 1982.
James Robert Rush dilahirkan pada 23 Agustus 1944 di Maryland, Amerika Serikat. Pada 1972 ia memperoleh Ph.D. di bidang sejarah pada Yale University. Disertasinya “Opium Farms Nineteenth Century Java; Community and Change in a Colonial Society, 1860-1911” telah diterjemhkan ke dalam bahasa Indonesia. Pengajar sejarah pada almamaternya ini wafat pada 3 Juni 2022. Karyanya tentang Hamka, Hamkas’s Great Story: A Master Writer’s of Islam for Modern Indonesia (2016) telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, Adicerita Hamka; Visi Islam Sang Penulis Besar untuk Indonesia Modern dan diterbitkan Penerbit Gramedia tahun 2017.
Indonesia merupakan contoh klasik yang masyarakatnya dibentuk oleh pengaruh timbal balik ciri masyarakat asli dan institusi kolonial Barat. Dalam proses ini orang pindah dari desa ke kota, mencari pekerjaan yang bagi mereka baru misalnya di perkebunan, pabrik, dan kantor , memasuki sekolah modern, serta mempelajari bahasa-bahasa Barat. Pada zaman kolonial itu masyarakat seringkali mengalami berbagai pergolakan, seperti perang revolusi dan hambatan-hambatan revolusi lainnya. Di dalam proses pergantian sosial dan politik yang sangat cepat ini, institusi baru didirikan dan institusi lama digunakan untuk maksud-maksud baru misalnya partai politik, organisasi sosial, sekolah dan universitas, pemilihan umum, dan militer. Proses itu penuh pertentangan dan kekacauan, tetapi lewat proses itulah Indonesia lahir dari bekas Belanda. Proses itu juga melahirkan pemimpin berbakat dan mampu mengendalikan serta mengarahkan setiap pergantian.
Para pemimpin yang semasa penjajahan berhasil memberikan pengertian kepada rakyat tentang aspirasi mereka untuk tata politik baru, yang membawa gerakan kemerdekaan mencapai tujuannya, dan akhirnya berhasil mendirikan pemerintahan baru. Mereka inilah yang paling tampak, dan dari segi politik mereka memainkan peranan yang paling penting. Namun, dalam kenyataannya pergantian politik hanya merupakan bagian dari suatu proses. Pergantian politik selalu diiringi dan didorong oleh perubahan-perubahan pengalaman dan ide-ide besar di dunia, dan oleh penyesuaian serta penerapan dari kepercayaan lama kepada kenyataan baru. Seperti dalam pergantian waktu yang cepat, institusi kekuasaan diperlukan untuk menjaga jangan sampai terjadi keruntuhan sistem politik yang menuju anarki, maka diperlukan juga formulasi baru terhadap ide-ide dan kepercayaan. Dalam hubungan ini para ulama, reformis agama, cendekiawan, guru, wartawan, dan sastrawan semuanya mengambil peranan penting. Bagi khalayak dan pengikut mereka, orang-orang ini membantu dalam memberi isi dan arti terhadap proses sejarah. Di bidang inilah sumbangan Hamka yang besar sebagai tokoh dalam sejarah Indonesia modern.
Hamka dilahirkan di Maninjau, Sumatera Barat, pada dasawarsa pertama abad ini. Jauh sebelum pendudukan Jepang ia sudah menjadi pengarang dan penerbit profesional yang sukses, di samping sebagai mubalig yang dikagumi dan seorang pimpinan daerah Muhammadiyah. Dengan demikian, ia sudah cukup matang pada waktu pendudukan Jepang dan revolusi fisik sebab pada masa itu ia ikut memainkan peranan penting, meskipun peranannya khususnya dalam zaman Jepang kadang-kadang dianggap kontroversial.
Sesudah revolusi ia pindah dari Sumatera ke Jakarta dan meneruskan kariernya sebagai penulis, penerbit, dan mubalig. Selangkah demi selangkah ia menjadikan dirinya tokoh terkemuka dan disegani dalam kehidupan nasional yang sedang berkembang. Dia terlibat di dunia politik, menjadi profesor doktor, mengalami penahanan dua tahun lebih pada waktu rezim Sukarno, dan muncul di televisi. Pada akhir hayatnya, ia menjabat sebagai ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), suatu kedudukan yang merupakan bukti pengakuan masyarakat atas kepemimipinannya di bidang agama tingkat nasional. Pada masa itu, seperti orang-orang lain pada generasinya, Hamka telah meninggalkan akar-akar kedaerahannya (tidak dapat dibantah bahwa ia seorang Minangkabau, kaum muda, dan anggota Muhammadiyah) dan dengan penuh kesadaran menjadi seorang Indonesia. Perubahan itu, sebagian di antaranya, disebabkan pendidikan Hamka yang terus-menerus. Pendidikan formal Hamka memang terbatas, dan yang terpenting di antaranya berlangsung di madrasah kaum muda di Padang Panjang pada awal 1920 an. Di sini ia belajar bahasa Arab dan menemukan bacaan baru yang merangsang mengenai pembaruan Islam di Mesir dan Timur Tengah.
Hamka adalah seorang yang luar biasa gemar dan rajin belajar. Namun ia juga menjadi seorang yang amat gemar dan rajin menulis, inilah ciri khas Hamka. Dalam berbagai artikel, buku, dan esainya, juga dalam roman atau cerpennya, Hamka menanamkan pada pembacanya hasil pendidikannya. Ia menerapkan apa yang dipelajari dan diyakininya dalam zamannya dan ke dalam proses pada saat Indonesia berkembang, baik sebagai negara maupun yang terpenting sebagai masyarakat. Justru proses inilah, belajar dan mengarang, yang membuat Hamka sebagai tokoh menarik dan penting dalam studi sejarah Indonesia modern.
Hamka adalah penulis yang tekun dan nonstop. Ia menulis dengan mudah selancar bicaranya, dan ia menerbitkan hampir semua tulisannya. Karena itu, dari pertengahan 1930-an hampir selalu ada tulisan baru dari Hamka di antara buku yang beredar, di samping bukunya yang dicetak ulang. Bagi pembaca Indonesia, khususnya yang menginginkan tulisan bermutu tentang Islam dari segi pandangan modern, Hamka selalu hadir di tengah mereka. Dari segi produktivitas, ia pun paling menonjol dalam generasinya.
Produktivitas tidak hanya konstan, tetapi juga bervariasi. Mulai awal kariernya sebagai penulis pada awal 1920 an, ia mengombinasikan tulisan-tulisan pelajaran agama dan khutbah (majalah Khatibul Ummah, 1925), laporan (dari Mekah untuk Pelita Andalas pada tahun 1926), dan cerita. Hamka menulis cerita pertama Si Sabariah, ditulis dalam bahasa Minangkabau huruf Jawi, tahun 1928. Pola kombinasi seperti itu diteruskan dan mencapai puncaknya pada tahun 1936-1942 ketika Hamka menerbitkan Pedoman Masyarakat di Medan. Ini merupakan tahun-tahun yang menghasilkan sebagian karya Hamka yang terpenting, termasuk di antaranya Tasauf Moderen (4 seri), sebagian novelnya termasuk Di Bawah Lindungan Ka’bah dan Tenggelamnya Kapal van der Wijk, serta tulisan-tulisan populer tentang nasihat seperti 1001 Soal Hidup.
Sesudah pendudukan Jepang berakhir, Hamka segera menerbitkan kembali dengan menulis satu seri buku tentang semangat dan anti revolusi (seperti Dari Lembah Cita-cita dan Islam dan Demokrasi), serta novel Menunggu Beduk Berbunyi. Kemudian ia memulai studinya yang terkenal mengenai ayahnya yang berjudul Ayahku dan kenang-kenangan pribadinya yang berjudul Kenang-Kenangan Hidup. Sesudah itu Hamka menghasilkan suatu studi kepribadian populer (Pribadi), laporan-laporan jurnalistik tentang perjalanannya ke Amerika dan Timur Tengah, buku-buku sejarah Islam yang tebal, serta esai-esai mengenai sejarah Indonesia.
Bersambung