Ads
Cakrawala

Motivasi Hidup  Beramal dan Meraih Nafsu Muthmainnah

Avatar photo
Ditulis oleh Arfendi Arif

Apakah masyarakat Indonesia senang untuk beramal? Pertanyaan ini bisa diajukan untuk dua sasaran. Pertama, khusus untuk  masyarakat Islam, dan kedua secara umum untuk masyarakat Indonesia.

Secara teoritis dan konseptual ajaran Islam sangat menilai tinggi perbuatan amal shaleh. Amal shaleh itu memiliki makna yang luas, namun dalam konteks Al-Quran lebih banyak diartikan yaitu pengorbanan harta atau kekayaan yang dimiliki untuk berbuat kebajikan.

Ayat yang berkaitan dengan amal shaleh selalu dikaitkan dengan Iman atau keyakinan kepada Allah yang lazim disebut Tauhid. Ini artinya bahwa semua amal shaleh yang diakui absah dan hakiki hanya bila dilandasi atau dimotivasi karena Iman kepada Allah, sedangkan selain itu otomatis bukan amal shaleh, tetapi bisa didorong faktor riya, ingin dapat pujian, kemasyhuran atau ada motivasi lain.

Penyair dan filosof Islam Dr Sir Muhammad Iqbal melukiskan betapa pentingnya Iman itu dalam kehidupan. Bila hal itu diyakini dengan teguh dan kuat ia akan mampu mengatasi berbagai kesulitan hidup.

” Dengan Iman kita bangun kejayaan, tanpa peduli adanya kesulitan. Bila orang jahat melemparkan kezaliman ke kebun kita, akan kita buat menjadi tanah. Sinarilah kehidupan yang gelap ini dengan nur Iman, kirimlah cahayanya dengan keyakinan yang kuat dan dengan nama Nabi Saw,” tegas Iqbal.

Dari ayat-ayat Iman dan Amal Shaleh dalam Al-Quran untuk orang-orang yang mengerjakan amal shaleh diberikan penghargaan yang tinggi nilainya. Penghargaan itu disebutkan oleh Al-Quran beberapa macam, namun dalam hal ini kita tidak mengetahui ranking atau tingkatannya.

Pada surat al-Baqarah ayat 177 orang yang suka mendermakan hartanya disebut itulah orang yang benar imannya dan juga disebut orang yang taqwa. Sedangkan dalam surat al-Bayyinah ayat 7-8 orang yang beriman dan beramal shaleh mendapat imbalan yang luar biasa dari Allah. Mereka akan dibalas dengan Surga Adn yaitu surga yang mengalir air sungai di bawahnya. Kemudian mereka mendapat ridha dari Allah dan mereka pun ridha juga kepada Allah.

Dari ayat di atas ditegaskan bahwa orang yang beriman dan beramal shaleh disebut orang yang benar imannya. Ini menunjukkan bahwa Allah mengakui keimanan seseorang karena disertai amal shaleh. Dan, pernyataan Allah itulah Iman yang benar menghilangkan keraguan manusia dan memantapkan hatinya bahwa ia telah menjadi mu’min yang sebenarnya. Kemudian, konsekuensi sebuah pengakuan kebenaran iman seseorang ia  akan mendapatkan balasan yang terbaik, yaitu Surga Adn yang mengalir air sungai di bawahnya. Selanjutnya yang ketiga, dan  inilah puncak atau klimaks dari kebenaran Iman yaitu Allah meridhai seorang mu’min karena kebenaran Imannya. Dan, ridha Allah ini jelas suatu yang teramat sukar didapat manusia  kalau tidak kesungguhan iman dan amalnya.

Selain itu tentu bisa dipastikan bahwa orang yang mendapat ridha dari Allah karena Iman dan Amal Shalehya akan bertemu dengan Allah pada hari kiamat nanti. Sebab, hal ini tegas disebutkan pada ayat terakhir surat al-Kahfi ayat 110″, Katakanlah  Muhammad, ” Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu,  yang telah menerima wahyu, bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa”. Maka barang siapa berharap pertemuan dengan Tuhannya maka hendaklah dia mengerjakan kebaikan (amal shaleh) dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya”.

Disamping janji dan balasan yang bersifat ukhrowi, tentu Allah juga menjanjikan kelapangan bagi orang yang beramal dan sedang hidup di dunia ini. Dalam surat Maryam ayat 96 Allah berfirman,” Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shaleh kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam hati mereka rasa kasih sayang”.

Orang yang suka memberi dalam hatinya akan ada rasa bahagia dan senang. Ia merasakan kebahagian batin karena bisa melakukan perbuatan yang bermakna meringankan beban orang lain dan bisa menolong antar sesama. Rasa bahagia ini akhirnya menjadi perilakunya yang membudaya untuk selalu memberi jika memiliki rezeki. Inilah efek positif dari perilaku suka melakukan amal shaleh.

Ternyata apa yang diajarkan oleh Islam ini yaitu perbuatan amal shaleh yang merupakan perilaku positif sebagai wujud Iman kepada Allah yang membawa kebahagiaan, juga cocok dengan penemuan ilmu pengetahuan.

Eksperimen yang dilakukan oleh Ed O’Brien dari University of Chicago School of Business membuktikan bahwa orang yang suka memberi atau bersedekah akan merasa lebih berbahagia dari pada orang yang  tidak suka memberi.

Melalui percobaan terhadap 96 mahasiswa mereka diberi uang 5 dollar per-hari selama 5 hari. Lalu uang itu disuruh gunakan untuk keperluan sendiri atau untuk orang lain. Setelah itu mereka diminta membuat laporan bagaimana rasa kebahagiaan yang mereka rasakan. Ternyata, mahasiswa yang menggunakan uangnya untuk sedekah dan memberikan tip buat orang lain merasa lebih berbahagia dari pada yang menggunakan untuk diri sendiri, bahkan yang memberikan untuk sedekah ini melakukan berulangkali memberi  pada orang  lain karena kebahagiaan yang dirasakan ( Republika.co.id, 2/1/2019).

Apakah yang menjadi kunci untuk menjadi pengamal shaleh yang baik? Di sinilah pentingnya penghayatan yang kuat pada Tauhid. Manusia yang total meyakini Allah akan mendorongnya untuk ikhlas dan tulus dalam beramal. Dengan kekuatan ini ia menundukkan nafsunya. Nafsu yang sudah dilemahkan dan dikuasi menjadi nafsu lawwamah, yaitu nafsu yang mulai sadar dan memiliki keinsafan. Sedangkan jika ia belum sadar atau manusia masih dikuasai nafsu yang buruk disebut nafsu yang punya kecenderungan tidak baik (ammaratun bis-suui).

Nafsu ini hanya bisa dikekang bila manusia rajin dan tekun beribadah serta beramal shaleh karena Allah. Jika ibadah dan amal shaleh makin intensif dan makin  sadar dilakukan, dengan keyakinan yang terus mendalam kepada Allah, maka manusia tersebut telah menguasai nafsunya dengan sempurna. Maka karena itu derajat hidup manusia makin tinggi dan mulia di sisi Allah.  Karena itu manusia yang dengan sempurna telah menguasai dan mengendalikan nafsunya, ia disebut sebagai manusia yang hidup dalam kondisi nafsul muthmainnah. Nafsu yang tenang, aman dan bahagia.  Pribadi manusia yang hidup dan telah mencapai nafsu muthmainnah inilah  yang memiliki jiwa besar, punya cita-cita dan selalu berkeinginan beribadah kepada Allah dan punya dorongan kuat untuk beramal shaleh. Allahu ‘alam bissawab.

Tentang Penulis

Avatar photo

Arfendi Arif

Penulis lepas, pernah bekerja sebagai redaktur Panji Masyarakat, tinggal di Tangerang Selatan, Banten

Tinggalkan Komentar Anda

Discover more from PANJI MASYARAKAT

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading