Ads
Ibadah Haji

Mencari Mati di Tanah Suci (2)

Ditulis oleh Panji Masyarakat

Bukan cuma Haji Danarto (sastrawan penulis buku laris Orang Jawa Naik Haji; wafat pada 2018-red).  Para ulama sendiri ada yan tidak dikabulkan doa’a mereka untuk dimatikan di Tanah Suci. “Karena itu,” komentar Drs. Muhammad Amin Suman dosen Fakultas Syariah dan mahasiswa Pasca Sarjana IAIN Jakarta, “berkeinginan mati di Tanah Suci boleh-boleh saja. Tapi jangan diniatkan.” Apa bedanya keinginan dengan niat? tanya Panjimas. “Berniat, berarti menyengaja. Seperti salat, tidak sah tanpa niat. Karena berarti tidak ada kesengajaan untuk melakukannya. Sedangkan keinginan, seperti kita tahu ya, tinggal keinginan. Kalau dikabul ya syukur. Kalau tidak, tidak perlu berputus harapan. Namanya juga keinginan,

Amin mencontohkan, seorang yang berniat kepingin mati saat beribadah haji. Membiarkan dirinya kelaparan, kehausan, atau kepanasan. Tanpa menjaga kesehatannya, orang itu sakit. Ibadah hajinya tidak tuntas, karena keburu meninggal. Jika itu disengaja biar lekas mati, bukan ibadah hajinya yang tidak mabrur, ia bahkan berdosa karena bunuh diri.

Kesalahan kedua, menurut Amin, jika berangkat haji untuk mati di Tanah Suci. Padahal, kita berangkat ke sana untuk beribadah, dan karena itu kita harus terus-terusan berkomunikasi dengan Allah dan menjaga tubuh, agar selalu sehat wal afiat. “Mati itu di mana saja. Tidak ada satu pun jiwa yang tahu di bumi mana rohnya akan dicabut, seperti disebut Al-Quran. Sebagus-bagus doa untuk itu adalah Allahumma tawaffana muslimin, ya Allah matikan kami dalam Islam.

Meskipun begitu, Rasulullah Saw membolehkan kita mohon diwafatkan “hanya” di Madinah atau Mekkah, tidak di bumi yang lain, seperti disebutkan dalam sebuah Riwayat. Dan dengan melihat kalangan sahabat Rasul yang menginginkan gugur di medan perang, sementara Rasulullah tidak mengomentarinya, keinginan dimatikan saat melakukan ibadah agung seperti itu boleh-boleh saja. Seperti kisah Nashibah, wanita pejuang di jaman Nabi. Saat Nabi Saw kepepet di batu karang, dalam perang badar, Nashibah melindungi beliau mati-matian sampai tangannya remuk. Ia memanggil anaknya membantu. Anaknya gugur. Dipanggilnya lagi suaminya. Suaminya pun gugur. Nashibah ingin sekali menyusul mereka. Namun, sampai perang usai ia selamat bersama Rasulullah. Barulah keinginannya terkabul, tatkala ia gugur dalam perang berikutnya.

Amin, yang kelahiran Banten itu berkisah, tentang seorang ulama di Banten dahulu. Sang Ulama dikontak penguasa Belanda untuk didudukkan jadi penasihat mereka. Ia tidak menolak. Hanya, konon, berdoa, bahwa daripada membantu antek kolonial untuk mengkhianati rakyat, lebih baik segera dimatikan. Sebelum besluit pengangkatan datang, ia bersama isterinya dipanggil Yang Kuasa.

Dalam saat gawat seperti itu, atau misalnya karena penderitaan yang tak terhankan, dibolehkan mengajukan pilihan, “Panjangkanlah umur hamba, jika hamba akan hidup lebih baik. Cabutlah nyawa hamba, jika hidup hamba tidak akan berguna.” Allahlah yang nanti mencarikan yang terbaik bagi hamba-Nya.

Jika benar yang dikisahkan Dzurratun Nashihin, bahwa ketika kematian mendatangi Nabi Idris as ia menangis sejadi-jadinya. Ketika ditanya, mengapa? Ia menjawab: “Hamba Khawatir, jika sepeninggal hamba umat ku terus memujimu, sementara hamba tidak lagi, karena umurku terputus.” Untuk alasan itu, Allah memperpanjang umur Nabi Idris. Sebaliknya, suatu saat di sebuah hutan, Izrail mendatangi Maryam as untuk mencabut nyawanya. Maryam memohon pencabutan nyawanya ditangguhkan, sampai Isa as, anak kesayangannya datang membawa rerumputan untuk berbuka puasa bersama. Izaril berkeras, tidak berani menangguhkan perintah Allah yang harus dilaksanakan segera. Ketika Isa datang, didapatinya ibunya terkulai tidak bernyawa lagi. Allah memberikan yang terbaik buat hamba-Nya.

Haji Danarto yang duapuluh malam melewatkan tidur di depan Ka’bah atau di lantai Masjidil Haram, dengan harapan untuk tidak bangun kembali, toh doanya yang satu ini tidak terkabul. Ia kaget ketika menanya Apak Abidin dari Tempo, “Apakah Pak Abidin kepingin mati di Tanah Suci?” dijawab “Tidak”! Saya harus membesarkan anak-anak dulu.” Rupanya Pak Abidin tidak beranggapan sama dengan Pak Danarto, bahwa kematian yang terbaik harus di Tanah suci. Membesarkan anak-anaknya juga adalah Ibadah. Karena, itulah yang dipilihnya. Barangkali.

Matinya dalam Jihad

Hanya, jika gugur di Tanah Suci berarti mati dalam jihad. Seperti yang disebutkan dalam Hadist Riwayat Turmudzi, “jihad la qitala fih, al hajju wal ‘umrah,” (“Jihad yang tanpa berperang, adalah haji dan umrah”). Pernah seorang sahabat terjatuh dari untanya, saat melaksanakan haji. Rasulullah mengurus jenazahnya seperti layaknya mengurus seorang syahid di medan perang. Dibungkus dengan kain pakaian yang dikenakannya.

Menurut Amin, perjalanan haji adalah perjuangan yang sangat berat. Selayaknya, jika disejajarkan jihad dalam peperangan. Karena itu, masalah apapun yang terkait dengan ibadah haji, dapat dikiaskan kepada jihad fi sabilillah. Menginginkan mati di saat ibadah haji, sama seperti menginginkan gugur di medan perang untuk mempertahankan agama. Tapi, mati bukan tujuan. Seorang mujahid berperang untuk tegaknya agama Allah di bumi. Kita pergi ke Tanah Suci agar menjadi haji mabrur. Bukan untuk mati disana. Jika Allah berkehendak untuk meninggal, semoga kita menjadi syuhada. Itu saja.

Mengorek sampai di mana perjalanan para syuhada haji yang telah tiada itu, tentu tidak mudah. Dunia mereka, hanya Allah dan mereka sendiri yang tahu. Jika saja mereka dapat ditanya, tentu kita tahu jawabannya.

Penulis: Didin Sirojuddin AR, pernah menjadi wartawan Panji Masyarakat sebelum total menjadi penulis dan pelukis kaligrafi dan  dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah. Ia juga  pendiri Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an (Lemka) dan Pondok Pesantren Kaligrafi  Lemka, Sukabumi, Jawa Barat.  Sumber: Panji Masyarakat, 1 Agustus 1986

Tentang Penulis

Panji Masyarakat

Platform Bersama Umat

Tinggalkan Komentar Anda

Discover more from PANJI MASYARAKAT

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading