Sebanyak 12 gerai Holywings di Jakarta ditutup oleh Pemprov DKI. Hal ini setelah ramai di masyarakat Holywings membuat promosi minuman alkohol gratis setiap Kamis bagi yang bernama Muhammad dan Maria. Promosi ini telah menimbulkan protes masyarakat, dan pemda DKI juga menemukan terdapat pelanggaran dalam izin usaha Holywings.
Kasus Holywings yang membawa-bawa isu agama dalam bisnis membuat kita makin bertanya mengapa soal agama digunakan jadi bagian promosi. Apakah mereka tidak tahu bahwa ini adalah soal sensitif dan peka. Rasanya, mustahil kalau mereka tidak memahami soal ini sebagai minuman yang diharamkan umat Islam. Dan, lebih parah lagi membawa-bawa nama Muhammad.
Sebelum kasus minuman beralkohol ini umat Islam juga sempat dihebohkan oleh kasus rendang dengan menggunakan bahan non-halal yaitu daging babi. Rendang jelas makanan yang sudah identitik halal, hanya dengan menyebut namanya saja sudah berarti halal. Dan, pastilah semua orang mengetahui hal ini. Dan mengkomersialkan rendang dengan menggunakan daging babi, jelas ini suatu kecerobohan dan mengguncangkan budaya kuliner masyarakat, terutama masyarakat muslim. Maka adalah suatu keanehan jika ada orang mengatakan tidak tahu efek sosial dan resistensi masyarakat dari gagasan yang sangat jauh menyimpang tersebut.
Bila ditelusuri apa yang terjadi di masyarakat belakangan ini , terkesan begitu gencar dan sistimatis usaha untuk “menggerogoti ” nilai-nilai kesakralan agama Islam. Beberapa ajaran Islam yang dinilai amat sakral dan dimuliakan adalah ibadah shalat, Tauhid atau keyakinan pada Allah, kitab suci Al-Quran, menjauhi makanan haram, menjauhi perkawinan sejenis dan lainnya.
Kesakralan atau kesucian ajaran di atas maksudnya harus tetap dijaga dan dipelihara. Nilai-nilai dan ajaran tersebut tidak boleh diperlakukan dan mengalami “pelonggaran” yang pada akhirnya dinilai tidak suci lagi dan dianggap biasa jika dilanggar.
Dalam beberapa waktu terakhir ini upaya untuk menggoyahkan kesucian dan kesakralan nilai-nilai tersebut mulai dirasakan. Kepercayaan kepada Allah sebagai inti ajaran Islam dan Tauhid mulai dijadikan bahan pembicaraan publik, seperti mengatakan Tuhan kita bukan Arab. Allah kamu lemah dan Allah aku luar biasa. Pembicaraan seperti ini jelas bisa menimbulkan pemahaman yang keliru di masyarakat dengan membuat perbandingan yang tidak selayaknya.
Jadi sisi tauhid kesakralan Allah menjadi sisi yang dibicarakan sekarang ini, yang kalau menjadi pembicaraan umum tidak akademis dikhawatirkan bisa menyimpang dan mengarah pada penistaan.
Kemudian dalam masyarakat juga dibidik kesucian shalat, yang dalam tata aturan hukumnya sudah mapan dan menjadi keyakinan umum wajib shalat 5 kali sehari, kini ada yang mencoba menggoyangnya dengan mengatakan tidak ada perintah Al-Quran shalat 5 waktu sehari, yang ada hanya 3 kali.
Shalat sebagai sebuah ibadah pokok dan utama dalam Islam merupakan sesuatu yang qat’i , pasti tidak bisa ditawar-tawar. Kita tidak tahu apa motif sesorang mengguncang suatu keyakinan yang sudah mapan, diusik-usik yang membuat umat bimbang dengan keyakinannya.
Kemudian muncul pula yang mengusik kesucian Al-Quran dengan mengatakan, Al-Quran bisa dibaca menurut gaya musik blues,hiphop dan lainnya. Al-Quran adalah wahyu Allah, kalamullah atau perkataan Allah yang disampaikan pada Nabi Muhammad. Keyakinan umat pada Al-Quran bahwa disamping mengamalkan isinya, juga membacanya saja suatu ibadah. Al-Quran jelas disucikan atau disakralkan oleh umat Islam, dihormati, dimuliakan. Sekarang ini dengan munculnya ide menjadikan Al-Quran dengan pembacaan mirip musik pop adalah upaya merendahkan kesakralan Al-Quran. Ini lama-lama bisa menjatuhkan martabat dan kehormatan Al-Quran. Sebab, Al-Quran disejajarkan dengan musik dan kesenian yang targetnya mengikuti selera massa sebagai produk dagangan.
Demikian juga muncul ide bahwa azan itu katanya tidak suci. Ini artinya, muncul upaya untuk merendahkan panggilan azan yang sesunggunya kalimatnya adalah membesarkan Allah dan panggilan shalat.
Kita seperti merasakan ada suatu “upaya” yang berjalan di masyarakat secara sistimatis untuk ” mensekulerkan” hal-hal yang suci dan sakral dalam Islam, menjadikannya sesuatu yang biasa saja. Dengan cara mencari-cari dan mengkritik serta membuat-buat kelemahannya, mereka tentu mengharapkan umat Islam tidak lagi menganggap penting ibadah-ibadah maupun keyakinan yang disakralkan tersebut. Yang jadi sasaran sekarang tampak mengalami “perkembangan”. Jika awalnya yang dikecam yang bersifat ajaran, konsep, kitab suci dan peribadahan, sekarang memasuki aspek makanan, terutama yang diharamkan Islam diupayakan prinsip ini melemah dan tidak lagi dipegang teguh, anggap saja halal, seperti kasus rendang babi dan alkohol buat Muhammad adalah upaya ke arah tersebut.
Dua kasus untuk ide makanan rendang dari daging babi yang diharamkan dan minuman alkohol gratis untuk yang bernama Muhammad dan Maria muncul dari kalangan pengusaha. Mereka mungkin berpandangan suatu bisnis adalah mengejar segmen pasar yang besar. Dan bila segmen ini bisa dimasuki tentu produk akan terjual dengan baik dan keuntungan besar akan diperoleh. Namun, karena ada nilai dan norma yang menjadi faktor penghambat terdistribusi dan kelancaran produks, maka dilakukan nanuver agar norma itu bisa melemah, yakni memberikan minuman alkohol itu secara gratis. Di sini akhirnya pengusaha melakukan kebijakan yang berisiko dan menuai protes masyarakat.
Yang kedua terkait konsep-konsep dan kesucian mengenai ajaran Islam yang dipersoalkan. Umumnya ini pemikiran yang diangkat para penganjur toleransi, pemikir Islam liberal dan yang katanya penganut NKRI harga mati. Namun, sangat disayangkan mereka tidak menguasai dan memahami ajaran Islam dengan baik. Cara pandang mereka terhadap Islam selalu melihat sisi negatif. Sehingga suatu dialog yang sehat dan mencerdaskan sulit untuk diwujudkan.
Saat ini tidak ada jalan lain bagi umat Islam untuk bersikap kritis dan waspada dengan munculnya pemikiran dan aksi yang selalu muncul ” menggoyang” pondasi dan dasar-dasar ajaran Islam. Caranya, tentu memperkuat keimanan, memperdalam ilmu, pengetahuan dan memperbanyak ibadah kepada Allah. Bila iman, ilmu, ibadah dan amal sudah kuat maka gempuran budaya sekuler dan pemikiran Islam liberal tidak akan berarti dan tidak berguna. Allahu’alam.