Belakangan ini muncul kontroversi di media tentang apakah di Indonesia ada Islamofobia. Pertanyaan ini perlu dikaji agar tidak menimbulkan salah persepsi. Dapat diyakinkan bahwa mereka yang sedang seru-serunya berkontroversi itu merupakan warga negara Indonesia yang seharusnya selalu memupuk modal sosial dalam bentuk kepercayaan sebagai fondasi dari kebersamaan dan persatuan Indonesia.
Kelompok yang berkeyakinan bahwa di Indonesia ada Islamofobia merujuk kepada suatu fakta bahwa di negara yang 87% penduduknya Muslim ini bertebaran ujaran penistaan, kebencian terhadap sekelompok umat Islam, menganggap Islam sebagai agama arogan, Islam sebagai agama pendatang dari Arab yang menentang kearifan lokal. Kelompok yang dipandang mengidap Islamofobia ini melakukan provokasi dan menyebarkan kebencian. Implikasinya akan mengusik kedamaian umat Islam dan ukhuwah kebangsaan, menimbulkan kegaduhan dan membahayakan kebinekaan dan persatuan Indonesia. Mereka menuduh Islam sebagai agama radikal, bertentangan dengan demokrasi, mendukung kekerasan, terorisme dan sebagainya.
Dua contoh yang diangkat sebagai bukti adanya Islamofobia menurut kelompok ini, pertama adalah sikap Gerakan Anti Radikalisme (GAR) Alumni ITB yang melaporkan Prof. Dr. Din Syamsuddin kepada Komisi Aparat Sipil Negara (KASN) dengan tuduhan radikal. Kedua, kebijakan pemerintah yang membubarkan organisasi yang mengusung sistem ajaran khilafah sebagai sistem politik yang akan menggantikan Pancasila dan Negara Kesatuam Republik Indonesia seperti yang diperjuangkan oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)dan dan Khilafatul Muslimin. Sementara itu kelompok yang menyangkal adanya Islamofobia, berpendapat bahwa Pemerintah tidak akan mempunyai perasaan takut terhadap Islam (Islamofobia), karena umat Islam merupakan mayoritas atau tepatnya 87% dari penduduk Indonesia. Tidaklah mendasar untuk mengatakan bahwa pemerintah mengidap Islamofobia, karena pemerintah telah mendukung perkembangan Islam di Indonesia dengan membuat berbagai aturan yang mendukung pelaksanaan syariat Islam seperti UU Zakat, UU Haji dan Umroh, UU Ekonomi Islam, UU Pondok Pesantren, Produk halal , beberapa kompilasi hukum Islam dan pengadilan agama khusus untuk orang Islam. Bagaimana bangsa Indonesia bisa takut kepada Islam jika negara mendukung, memfasilitasi umat Islam menjalankan ajaran-ajarannya?
Islamofobia atau Islamisme Fobia ?
Berbagai kontroversi ini kemudian menimbulkan suatu pertanyaan sebenarnya bagaimana hubungan antara umat Islam dengan negara, dan hubungan umat Islam dan umat-umat lain di Indonesia yang majemuk dengan mayoritas penduduknya Muslim ini? Saya berpendapat hubungan antara Islam dan negara atau umat Islam dengan umat lain dapat diringkas menjadi hubungan yang “ Rindu tapi Benci” atau hubungan yang “ Cinta dan Takut” . Mengapa dikatakan demikian? Kapan Islam dan umatnya dirindukan atau disayang oleh Indonesia atau bangsa Indonesia? Umat Islam disayang, diperlukan oleh Indonesia karena pemeluk agama ini merupakan mayoritas atau 87% . Umat Islam menjadi soko guru atau komponen penting dari Indonesia. Bangsa Indonesia akan bersatu jika 87% umat Islam bersatu dan tentunya bersatu dengan umat lain. Demokrasi, reformasi dan berbagai strategi pembangunan akan berhasil jika didukung oleh mayoritas umat Islam. Begitu pula sebaliknya, proyek-proyek ini akan gagal jika tidak didukung oleh umat Islam . Oleh karena itu negara ini perlu umat Islam yang suportif dengan proyek-proyek bangsa yang berdasarkan Pancasila.
Dalam negara ini, implementasi ajaran Islam diberikan kesempatan dan kebebasan yang seluas-luasnya . seperti pelaksanaan ibadah salat, puasa, zakat, haji. Bahkan negara mendirikan lembaga, dan peraturan perundang-undangan yang mendukung implementasi ajaran Islam seperti UU Zakat, UU Haji dan Umroh, UU Ekonomi Syariah, UU Pondok Pesantren, UU Produk Halal , beberapa kompilasi hukum Islam dan pengadilan agama khusus untuk orang Islam dan mendukung terhadap perkembangan pendidikan Islam. Syiar Islam diberikan kebebasan melalui berbagai media mainstream, elektronik, media cetak, maupun media sosial. Negara memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada umat Islam dan umat lain untuk mendirikan partai politik dan organisasi kemasyarakatan dengan menggunakan identitas dan landasan Islam.
Pertanyaan selanjutnya adalah kapan dan dalam kondisi Islam di Indonesia ditakuti, dicurigai hingga dilawan oleh negara dan komponen bangsa termasuk oleh umat Islam sendiri? Dengan kata lain dalam bentuk apa Islam menjadi fobia di Indonesia? Islam dan pemeluknya akan ditakuti jika ada kelompok dalam Islam menginterpretasikan dan menggunakan ajaran Islam menjadi ideologi politik, atau biasa disebut sebagai Islamisme, yang mengancam integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Misalnya, dengan mengganti ideologi Pancasila, mengobarkan kebencian, permusuhan, merusak toleransi sebagai dasar dari persatuan dan kebinekaan. Pertanyaan lanjutannya adalah apakah kelompok seperti ini memang ada di Indonesia? Jawabannya tentulah ada. Sejak negara ini didirikan memang ada sekelompok umat Islam yang mengusung Islamisme , yaitu menjadikan Islam sebagai dasar negara atau negara Islam. Sementara kelompok lain bahkan telah resmi mengumukan memisahkan diri dari NKRI dengan membentuk Negara Islam Indonesia/NII. Kelompok ini bahkan telah melengkapi diri dengan kekuatan militer yang disebut dengan Tentara Islam Indonesia /TII ( dikenal sebagai DI/TII). Pada masa Orde Baru, ketakutan terhadap kebangkitan Politik Islam (Islamisme) atau Islamofobia bahkan mendorong Orde Baru untuk menerapkan asas tunggal (Pancasila) bagi semua organisasi politik dan kemasyarakatan. Walaupun asas ini diberlakukan bagi seluruh parpol dan ormas dengan berbagai ragam ideologi, termasuk parpol dan ormas yang ideologinya bukan Islam, dampak dari kebijakan ini mengena kepada parpol dan ormas Islam.
Pada masa reformasi, Islam (isme) fobia juga terjadi terhadap kelompok (dalam Islam) yang menggunakan simbol, menginterpretasikan ajaran Islam untuk menggantikan ideologi Pancasila seperti kelompok yang menginterpretasikan ajaran Islam seperti, khilafah , Negara Islam sebagai sistem politik yang akan menggantikan Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu, fobia juga masih terjadi kepada kelompok-kelompok yang memformalkan ajaran Islam, memasukkan piagam Jakarta dalam amandemen konstitusi dan kelompok-kelompok menggunakan / menginterpretasikan ajaran Islam untuk menjustifikasi kekerasan seperti terorisme dan konflik, menggunakan simbol-simbol Islam untuk aksi-aksi intoleransi. Jadi jelas bahwa secara umum, negara dan seluruh komponen bangsa tidak mempunyai fobia (ketakutan) terhadap umat Islam, karena sebagian besar umat Islam di Indonesia telah memberikan kontribusi kepada bangsa ini sejak perjuangan kemerdekaan hingga dalam mengisi kemerdekaan saat ini. Namun demikian harus diakui bahwa masih ada sebagian kecil umat Islam yang mengusung “islamisme” yang menyebabkan munculnya fobia bukan hanya di kalangan non-Muslim tetapi juga mayoritas umat Islam lainnya.