Ads
Cakrawala

Kesedihan sebagai Ibadah Meraih Anugerah Allah

Avatar photo
Ditulis oleh Arfendi Arif

Dalam hidup manusia tidak bisa melepaskan diri dari rasa kesedihan yang mendalam. Berbagai peristiwa bisa menimpa seseorang tanpa pandang bulu. Peristiwa yang menyayat hati tidak hanya menimpa orang yang tidak berpunya, tetapi juga bakal dialami orang kaya, para pejabat, para artis yang dipuja masyarakat dan pesohor lainnya.

Dalam beberapa waktu terakhir ini kita menyaksikan kehidupan para kalangan atas yang mendapat ujian Allah karena mendapat musibah yang berat. Yaitu kehilangan orang- orang yang dicintai, meninggal disebabkan kecelakaan.

Rasa sedih yang berat itu dirasakan, misalnya, oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan istrinya Atalia Praratya yang putra sulungnya Emmeril Kahn Mumtadz, 23 tahun, hilang di Sungai Aaree, Bern, Swiss, 26 Mei lalu dan sampai kini belum ditemukan jasadnya. Namun pihak keluarga telah menyatakan bahwa Emmeril alias Eril telah meninggal.

Eril bersama adiknya Camillia Laetitia berenang terbawa arus sungai yang sedang deras. Adiknya bisa diselamatkan, namun Eril yang sempat berteriak minta tolong tidak bisa mendapat bantuan sehingga hanyut. Saat kejadian yang tragis itu disaksikan oleh ibunya. Sedangkan Ridwan Kamil sedang berdinas di Inggris.

Peristiwa kesedihan memang tidak bisa diduga dan kadang datang begitu tiba-tiba. Kita masih terbayang bagaimana kecelakaan tunggal menimpa selebriti dan artis Vanessa Angel dan suaminya Bibi Adriansyah (4/11/21) lalu. Keduanya tewas dalam kecelakaan di jalan tol Nganjuk. Beruntung anaknya yang masih balita bisa selamat, namun ia harus menjadi yatim piatu ketika masih sangat memerlukan kasih sayang orangtuanya.

Demikianlah sebuah kehidupan, di tengah hidup berkecukupan dan kebahagiaan yang sedang dirasakan, dalam sekejap ia bisa disergap rasa sedih yang mendalam oleh sebuah peristiwa maut yang menimpa.

Tentu terlalu banyak jika ditulis peristiwa kesedihan manusia yang dialami setiap hari di sekeliling kita Bukan saja menimpa orang besar dan kalangan berpunya, namun juga terjadi di lingkungan orang kecil. Mungkin berita kepedihan mereka tidak ditulis dan diekspose, kesedihan itu bisa dirasakan. Berpisah selama-lamanya dengan orang yang dicintai sungguh terasa amat berat dan menekan hati dan dada.

Hal ini pernah dirasakan presiden Indonesia ketiga BJ Habibie. Ahli pesawat terbang dan lama tinggal di Jerman ini merasakan kepedihan yang dalam ketika istri yang sangat dicintainya,Ainun, yang wafat karena kanker. Bagi Habibie, memang tidak mudah melupakan orang yang telah mendampingi hidupnya selama 48 tahun lebih. Apalagi ketika Ainun meninggal Habibie sudah memasuki usia senja. Karena perpisahan untuk selamanya itulah Habibie menderita dan mengalami penyakit psikomatik malignant, yaitu penyakit kejiwaan karena kehilangan seseorang yang sangat dekat dan dicintai. Untung Habibie bisa mengatasi ini dan ia sempat bertahan selama 9 tahun sejak istrinya meninggal tahun 2010.

Sesungguhnya soal kepedihan dan penderitaan hidup ini bukan hanya dialami oleh orang biasa, sejarah menunjukkan para nabi dan orang -orang pilihan Allah pun mengalami hal yang sama. Nabi Muhammad dalam usia yang sangat muda pun sudah tidak memiliki orang tua. Ayahnya meninggal saat ia dalam kandungan. Ibunya meninggal ketika ia berusia 8 tahun. Putra-putri Nabi 7 orang, 3 laki-laki meninggal semua dalam usia muda. Dalam berdakwah Nabi mengalami perlakuan kasar yang luar biasa, pernah dipukul, dilukai dan diusir dari kampung halamannya. Sahabat-sahabatnya seperti Umar, Ustman dan Ali meninggal karena dibunuh. Nabi-Nabi yang lain seperti Zakaria dan Yahya juga dibunuh. Musa diusir dari kampungnya dan Ibrahim dibakar dalam api unggun.

Kesedihan Menjadi Ibadah

Kesedihan adalah warna- warni kehidupan. Tidak ada manusia yang tidak ditimpa kesedihan dan kesusahan. Allah telah menggariskan bahwa setiap manusia akan diuji oleh kesusahan dan penderitaan hidup. Dalam surah Al-Baqarah ayat 155 Allah berfirman: “Dan Kami akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikan kabar gembira pada orang yang bersabar. Yaitu orang-orang yang apaba ditimpa musibah, mereka mengucapkan, sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya lah kami kembali.”

Dalam surah Al-Ankabut ayat 2 juga disebutkan, “Apakah manusia mengira akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, ‘kami telah beriman’, dan.mereka tidak diuji?”

Sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari, Rasul berkata, “Tidaklah setiap muslim yang ditimpa suatu penyakit atau yang lainnya kecuali Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya bagaikan pohon yang menggugurkan daun-daunnya.”

Dari ayat dan hadis di atas sesungguhnya setiap penderitaan dan kesedihan yang dihadapi manusia bisa mendatangkan potensi kebaikan yang mendatangkan pahala. Yaitu bila kesedihan itu dijadikan dan dianggap ibadah. Dan dengan ibadah itu manusia bisa bersikap sabar dan rida menerima setiap kesedihan dan penderitaan.

Menurut peneltian Dr.Ibrahim Fiqhy dalam bukunya Agar Gelisah Bernilai Ibadah (2009), ada banyak pahala dan kebaikan yang diberikan Allah bagi orang yang bersabar menghadapi penderitaan dan kesedihan yang dikutip dari Al-Qur”an.

Pertama, orang yang bersabar akan mendapat pahala tanpa batas (Az-Zumar: 10). Kedua, orang yang sabar akan dicintai Allah (Ali Imran:146). Ketiga, orang yang sabar akan mendapatkan banyak kebaikan dan pahala di akhirat bersama keluarganya (Ar-Ra’du: 22-24). Keempat, orang yang sabar termasuk golongan yang beruntung (Ali Imran: 200). Kelima, orang yang bersabar akan mendapat pahala yang besar dari Allah (Hud: 11). Keenam, orang yang bersabar akan mendapat shalawat, rahmat dan hadiah dari Allah sebagai bentuk kerelaan dan kecintaan-Nya kepada mereka (Al-Baqarah: 155-157).

Kesedihan bukanlah untuk dikenang dan dilestarikan dalam hidup yang sedang dijalani. Itu hanya akan menimbulkan stress dan jiwa yang tertekan. Mengolah kesedihan menjadi ibadah dan sabar menerimanya, itulah kesedihan yang diproses menjadi kebaikan untuk hidup di dunia dan di akhirat. Allahu ‘alam.

Tentang Penulis

Avatar photo

Arfendi Arif

Penulis lepas, pernah bekerja sebagai redaktur Panji Masyarakat, tinggal di Tangerang Selatan, Banten

Tinggalkan Komentar Anda