Ads
Relung

Menyambut dan Merayakan Idul Fitri

Ditulis oleh Panji Masyarakat

Puasa, seperti disimpulkan Prof. Dr. Marcel A. Boisard (Humanisme dalam Islam), merupakan latihan keseimbangan fisik, moral dan spiritual. Maka, setiap  muslim yang berhasil menunaikan ibadah puasa berhak memakai sebutan insan muttaqin, manusia yang takwa dan baik. Dan mereka layak gembira untuk merayakan kemenangan itu. Kegembiraan itu sejatinya baru tahap pertama di dunia, sebab akan disusul dengan kebahagiaan kedua di akhirat kelak. Sebuah hadis menyatakan, “Bagi yang berpuasa ada dua kegembiraan: gembira saat berbuka, dan gembira ketika bertemu Rabb-nya.”

Setiap perayaan dalam Islam mempunyai bentuk khusus dan jangkauan tertentu. Pertama, selalu mengandung aspek untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, hablun minallah. Sifatnya vertikal, menjulang dari bawah ke atas dan menurun dari atas ke bawah. Kedua, untuk merapatkan dan meningkatkan hubungan antara sesama makhluk, terutama antarmanusia, yang dinamakan hablun minannas. Sifatnya horizontal, mendatar ke kanan dan ke kiri.

Dalam rangka mendekatkan diri (taqarrub) kepada Rabbul Jalalah antara lain dengan melakukan zikir, mengungkapkan dan mensyi’arkan asma Allah, mengumandangkan kalimat takbir, tahmid dan tahlil. Yakni pengakuan yang bulat dan mutlak atas kebesaran dan kekuasaan Ilahi.

Di samping mengagungkan asma Allah itu, kaum muslim memperbarui kembali ikrar tauhid mereka, dengan mengucapkan lafal:

  • Shada wa’dah  (Janji Allah senantiasa benar)
  • Wa nashara ‘abdah (Allah selalu menolong hamba-Nya).
  • Wa a’azza jundah (Allah senantiasa memuliakan pejuang-Nya).
  • Wa hazamal ahzaba wahdah (Allah sendiri  yang menghancurkan musuh).

Keempat ikrar itu mengandung semangat perjuangan, ruhul jihad, yang menunjukkan bahwa ajaran Islam mengandung nilai-nilai jihad dan patriotisme.

Cara dan efek kedua merayakan Idul Fitri ialah dengan merapatkan hubungan antarmanusia. Tujuannya untuk meningkatkan persaudaraan (ukhuwah, brotherhood), saling mencintai, santun-menyantuni (mahabbah dan marhamah) dan memupuk kesetiakawanan, solidaritas.

Hal itu dilakukan secara massal dan serentak oleh kaum muslimin di seluruh penjuru dunia, dengan membayarkan zakat fitrah untuk orang-orang yang miskin dan melarat.

Di samping itu, sudah menjadi tradisi di kalangan kaum muslimin, hari raya Idul Fitri mereka manfaatkan untuk meningkatkan silaturahim, baik antara sesama keluarga, antartetangga, antarsahabat dll., yang disertai dengan ucapan saling mendoakan. Dalam hadis riwayat Ahmad disebutkan: “Apabila sahabat Rasul SAW bertemu di antara mereka di hari Id mereka mengucapkan ‘Taqabbalallahu minna wa minkum’  (Semoga Allah menerima ibadah dan amal yang kita lakukan).”

Semua itu dilakukan dalam rangka meningkatkan ukhuwah dan solidaritas.

Rahmatan lil Alamin

Sesuai dengan yang digariskan Al-Quran, Idul Fitri hakikatnya hari raya orang-orang bertakwa. Yakni orang-orang yang telah berhasil melaksanakan ibadah puasa. Merekalah yang sebenarnya berhak bersuka-cita, menunjukkan kepuasan dan kenikmatan batin, karena telah berhasil menjalankan ketaatan kepada Rabbul Izati, di samping meraih nilai-nilai fisik dan rohaniah yang akan menambah gairahnya menghadapi hari esok.

Meskipun begitu, dalam kenyataan dan praktiknya, Idul Fitri telah menjelma menjadi hari raya yang dinikmati dan dihayati segala lapisan manusia. Tanpa membeda-bedakan bangsa dan kepentingan. Idul Fitri bukan saja hari raya yang bersifat nasional, melainkan bersifat internasional, dirayakan di seluruh penjuru dunia. Orang-orang Islam yang tidak berpuasa, bahkan para penganut agama-agama yang lain, semua turut mengalami percikan semangat, jiwa dan suasana yang dipancarkan hari raya Islam itu.

Bukankah hal itu salah satu di antara beberapa bukti bahwa agama Islam menjadi karunia untuk seluruh umat manusia, rahmatan lil alamin?

Akhirnya, dengan ini kita mengucapkan: Taqabbalallhu minna wa minkum. Minal aidin wal faizin. Semoga Allah SWT menerima ibadah/amal kita. Dan hendaknya kita laksana pahlawan yang kembali dari medan juang membawa kemenangan.

Amin, ya Mujibas Sailin.

Penulis: M. Yunan Nasution (Allah yarhamuh), versi ringkas dari artikel yang dimuat Panji Masyarakat, 2 Syawal 1404 H/1 Juli 1984.

Tentang Penulis

Panji Masyarakat

Platform Bersama Umat

Tinggalkan Komentar Anda