Perang Salib yang berlangsung sekitar 200 tahun (1096-1291) melahirkan legenda pahlawan Islam yang gagah perkasa, Salahuddin al-Ayyubi. Ia adalah pendiri dinasti Ayyubiah di Mesir (1175-1293). Orang Eropa menyebutnya Saladin. Ketika imperium Islam menguasai kota-kota penting, termasuk kota suci Kristen telah menimbulkan sikap permusuhan umat Kristiani sehingga mereka melancarkan Perang Salib, sebuah perang yang dianggap suci dan simbol persatuan umat Nasrani untuk berjihad.
Perang yang cukup dahsyat ini melibatkan tokoh-tokoh penting. Paus Urbanus II berpidato mengorbankan semangat martir tentara Kristen. Demikian juga raja-raja dan penguasa Eropa dari Perancis, Inggris dan Jerman terlibat aktif. Sedangkan dari pihak Islam para penguasa juga tidak mau kalah, ada Sultan Imaduddin Zangi, Nuruddin Zangi dan Salahuddin al-Ayyubi.
Menurut catatan, sepanjang tahun 1096 sampai 1291 terjadi 15 kali peperangan besar antara tentara Islam.dan pasukan Eropa atau Salib. Bahkan, dalam Perang Salib ini telah melahirkan pahlawan Islam wanita yang bernama Syajar ad-Dur yang berhasil mengalahkan pasukan salib dan menangkap Raja Louis IX dari Perancis.
Sejarawan Philip K.Hitti membagi Perang Salib dalam tiga periode. Periode pertama ( 1096-1144) merupakan periode penaklukan, ketika pasukan salib berhasil merebut Baitulmakdis dan kota-kota penting lainnya dari kekuasaan Islam. Periode kedua (1144-1192) merupakan kebangkitan umat Islam untuk merebut kembali Baitulmaqdis. Kemudian periode ketiga (1193-1291) merupakan periode kehancuran pasukan salib, ketika pihak Kristen Eropa menderita kekalahan dalam perang tersebut.
Figur Salahuddin al-Ayyubi yang bertempur dalam Perang Salib dengan tentara Kristen Eropa mulai tahun 1169. Ia memang berasal dari keluarga militer. Lahir tahun 1138 di Tarkit, Irak, ayahnya seorang jenderal Kurdistan. Karirnya dimulai ketika berperang bersama pamannya yang bernama Asuddin Syirkuh mengusir tentara Kristen dari Mesir. Sepeninggal Syirkuh karir Salahuddin mencuat dengan diangkat sebagai komandan perang. Karena khalifah pada waktu itu masih belia, al-Adid Lidinillah, maka Salahuddin yang lebih banyak memegang kendali kebijakan. Pada tahun itu juga,1169, Salahuddin diangkat menjadi perdana menteri.
Sejak itu berbagai pertempuran dilakukan Salahuddin. Tahun 1171 ia menyerang dan merebut Palestina, dua tahun berikutnya menguasai Yaman. Pada tahun 1175 ia diangkat menjadi penguasa Mesir, dan wilayah kekuasaannya termasuk sekitar Palestina, Yaman, Suriah Tengah dan Maghribi. Setelah merasa dirinya kuat barulah Salahuddin siap bertempur melawan tentara Salib
Salahuddin seorang jenderal yang memiliki kekuatan lahir dan batin. Ia seorang yang taat beragama, menjauhi hidup mewah dan kesenangan duniawi. Menurut Hamka, sebelum berperang ia lebih dulu memperbaiki dirinya sendiri. Ia memperkuat iman dan taqwa kepada Allah, beribadat, shalat lima waktu ditambah tahajjud, puasa wajib dan sunat. Ia meng-Islamkan (mempasrahkan) jiwanya kepada Allah, setelah itu barulah bertindak. Karena itu dari matanya memancar suatu kekuatan, suatu cahaya yang menjadi magnit dan daya tarik orang.
Selama menjadi penguasa Mesir berbagai pertempuran dilakukan Salahuddin.Dengan dukungan tentara Kurdi,Turki dan Arab ia berperang dengan Almaric I ( raja Yerussalem), Baldwin IV (putera Almaric I), Paus Gregorius, Clementinus III, Philip II (Perancis), Richard I (Inggris), William (Sisilia), Gey de Lusignan (Yerusalem),dan Ratu Sybil (saudari Baldwin IV), isteri Guy de Lesignan. Salahuddin berhasil merebut Tiberlas, Nasirah (Nazaret), Samaria, Sidon, Beirut, Akka, Ramulah,Gaza,Hebron, dan Yerusalem. Salahuddin membangun sebuah benteng dekat kota Karak, 16 km dari Amman Yordania,dan Benteng Kairo yang didirikan pada abad ke-12
Dalam Perang Hattin tahun 1187 memperebutkan Yerussalem tentara Kristen dibawah pimpinan raja Yerussalem Guy de Lesignon melawan laskar Salahuddin yang berjumlah18.000 orang, Salahuddin berhasil mengalahkan laskar Kristen yang kekuatannya 15.000 orang melalui taktik penguasaan sumber air minum, sehingga banyak yang mati kehausan. Salahuddin juga mempunyai armada angkatan laut yang dipelihara dengan baik melalui sebuah departemen khusus mengatur pembiayaan dan pemeliharaan kapal-kapal perang.
Bagi Salahuddin perang bukanlah ajang untuk memperlihatkan kebuasaan dan kekejaman. Baginya, perang merupakan sarana untuk mempertahankan agama. Itulah sebabnya , ketika berdamai dengan pasukan salib ia mengizinkan para penziarah Kristen berkunjung ke Yerusalem. Bahkan, ketika berkuasa di Mesir ia memberikan kebebasan beragama bagi penganut Nasrani, dan menghapuskan sebagian pajak.
Sebuah peristiwa yang sangat unik terjadi ketika Salahuddin berperang dengan Richard (raja Inggris) yang bergelar ” The Lion Heart” ( yang berhati Singa). Mendengar berita panglima itu sakit dan berbaring di tempat tidur , ia datang menyamar sebagai dokter pribadi Salahuddin untuk mengobatinya sampai sembuh. Setelah pulih dan mengetahui bahwa yang mengobati adalah musuh besarnya sendiri maka Richard pun bertanya mengapa perbuatan itu dilakukan. Salahuddin menjawab,” Saya merasakan sebagai seorang yang sama-sama memimpin dengan tentara dengan tuan, bahwa mati di tempat tidur karena sakit tidaklah enak bagi seorang panglima perang yang agung. Dan kalau saya menang menghadapi tentara tuan kebetulan sesudah tuan mati, kemenangan saya itu tidak akan tinggi nilainya. Orang akan berkata,” Patut dia menang! Bukankah musuhnya yang gagah itu tidak ada lagi?”. Sebab itu benar-benar saya ingin tuan sembuh supaya kita bertempur sebagai panglima perang yang gagah perkasa , dan kalau salah satu tewas ialah tewas dalam medan perang”.
Richard sangat kagum dengan jawaban Salahuddin yang ksatria dan mementingkan aspek kemanusiaan. Demikianlah Salahuddin yang berperang tidak dilandasi nafsu hewaniah, tapi secara fair dan sportif Ini semua disemangati perilakunya sebagai seorang muslim yang taat dijiwai tauhid yang tinggi.
Dan perang memang kemudian diteruskan, raja Richard kalah dan ia minta berdamai dengan Salahuddin. Kata Richard, kalau permintaan damai ditolak maka perang akan diteruskan hingga hancur lebur. Tentu saja sebagai seorang yang bijaksana dan berhati mulia tidak mungkin Salahuddin menolak. Dan, damai di antara kedua panglima besar itupun terwujud . Perjanjian damai yang terjadi 2 November 1192 itu dinamakan Shulh al-Ramlah. Salah satu isinya, bahwa orang-orang Kristen yang datang berziarah ke Bait al-Makdis dijamin keamanan dan keselamatannya.
Pribadi Salahuddin bukan saja dihormati di kalangan Islam, sejarawan Nasrani juga memuji sikap ksatrianya yang tidak ada bandingannya. Walaupun ia sibuk berperang selalu diluangkannya waktu untuk memperkokoh keimanan kaum muslimin. Ia bukanlah tipe pemimpin yang fanatik dengan madzab-madzab, baik Sunni maupun Syiah sama-sama dihormatinya, dan dihimbaunya kedua kelompok ini memperkukuh keimanan masing-masing.
Salahuddin yang memperlihatkan akhlak budi yang lembut dan luhur memberikan kesan yang positif bagi lawannya terhadap Islam. Dalam perang salib, misalnya, dua serdadu Kristen yang turut berperang Robert dan Saint Albar mengucapkan syahadat tanda masuk Islam. Ia mengaku kagum dengan etika dan ketinggian budi pekerti kaum muslimin. Keduanya kemudian menikah dengan cucu Salahuddin al-Ayyubi. Peristiwa luar biasa!