Ads
Cakrawala

Fasik Atawa yang Keluar dari Kebenaran

brown rock on rocky shore
Ditulis oleh Abdul Rahman Mamun

Fasik Berarti orang yang keluar dari jalan kebenaran, yang melakukan dosa besar atau dosa kecil terus-menerus. Orang dalam kategori fasik menurut aliran teologi Muktazilah berada antara mukmin dan kafir. Bila meninggal, tanpa sempat bertobat, ia akan berada pada al-munzilah bainal munzilatain (posisi di antara dua posisi antara surga dan neraka). Ia bisa kekal dalam neraka, hanya saja siksaan yang diterimanya lebih ringan dari yang untuk orang kafir.

Berbeda dengan Muktazilah, bagi kalangan Asy’ariah (mazhab teologi mayoritas muslimin sekarang) orang fasik tetap mukmin. Menurut Imam Asy’ari, bila seorang fasik bukan mukmin dan bukan kafir, berarti dalam dirinya tidak ada kufur (kekafiran) maupun iman. Ini sesuatu yang tidak mungkin.

Sementara itu Al-Ghazali, yang juga tokoh penting aliran Asy’ariah, menyatakan orang yang beriman tetapi tidak mengiringi imannya dengan amal adalah fasik. Ia tetap mukmin. Kelak ia dimasukkan ke surga setelah terlebih dahulu dosa-dosanya dicuci di neraka. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Abu Sa’id Al-Khudri, Rasulullah mengatakan, “Akan keluar dari neraka orang yang ada iman dalam hatinya walaupun sebesar zarah.” (H.r. Bukhari).

Teologi Murjiah juga menganggap orang fasik masih dalam kategori mukmin (orang beriman). Menurut mereka, iman seseorang tidak berkurang oleh alasan kurangnya amal kebaikan atau oleh perbuatan dosa besar. Perihal balasan bagi orang fasik kelak di akhirat, itu terserah Allah SWT. Aliran ini disebut  murjiah  karena mereka menunda keputusan sampai masa akhir kelak.

Dalam pada itu Ibn Taimiyah berpendapat bahwa iman seseorang bisa berkurang atau bertambah. Seorang fasik adalah yang berkurang imannya, namun bukan yang imannya telah tercerabut sama sekali. Karena itu ia tetap orang beriman dan bukan kafir, karena ia tidak mengingkari (alias mengakui, walau tidak melaksanakan) perintah Tuhan.

Dalam praktik hukum Islam, mayoritas (jumhur ) ulama memasukkan kefasikan (fusuq) ke dalam kategori tidak adanya  adl (“keadilan”). ‘Adl  adalah kualitas yang memungkinkan seseorang diterima kesaksiannya, dipercayai periwayatan hadisnya atau diberi jabatan hakim.

Tentang Penulis

Abdul Rahman Mamun

Penulis, dosen Komunikasi Politik Universitas Paramadina dan communication strategist. Komisioner dan Ketua KIP (Komisi Informasi Pusat) RI periode 2009-2013. Meraih gelar S2 Magister Ilmu Politik di FISIP UI sebagai Lulusan Terbaik. Lulus S1 Teknik Sipil UGM dan Jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Mengawali karir sebagai wartawan dan Redaktur Pelaksana Majalah Panji Masyarakat, jurnalis MetroTV dan producer ANTV, menjadi CEO Magnitude Indonesia, konsultan keterbukaan informasi dan strategi komunikasi, Direktur Utama dan Wakil Pemimpin Umum Panji Masyarakat. Menulis buku, artikel media, jurnal ilmiah dan pembicara di berbagai forum.

Tinggalkan Komentar Anda

Discover more from PANJI MASYARAKAT

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading