Ads
Cakrawala

Menyambut Hari Konstitusi (1): Menyedihkan, Pancasila Hanya Ada di Pembukaan UUD

Avatar photo
Ditulis oleh B.Wiwoho

Insya Allah Rabu 18 Agustus 2021, usia konstitusi Republik Indonesia mencapai 76 tahun. Usia yang tak muda lagi. Visi Indonesia yang seperti apakah, yang  kita cita-citakan dan ingin kita wujudkan, sesuai konstitusi atau Undang-Undang Dasar 1945 yang disahkan 76 tahun silam itu?

Visi tersebut dituangkan secara jelas dalam pembukaan UUD 1945, yaitu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dengan kesejahteraan umumnya yang maju, kehidupan bangsa yang cerdas dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan – perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Dengan visi itu kemudian disusun Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Indonesia yang berdaulat berdasarkan lima sendi yang kita sebut sebagai Pancasila.

Dalam tataran praksis, cita-cita tadi jika kita rumuskan dalam model gerakan, maka  akan menjadi Visi Indonesia Masa Depan yaitu, “Indonesia yang merdeka dan berdaulat, dengan rakyatnya yang beraneka macam, hidup bersatu secara aman tenteram, dengan kehidupan yang adil makmur sejahtera, dalam suasana kebersamaan atau gotongroyong, yang menjunjung tinggi norma-norma kehidupan keagamaan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Jika diuraikan lebih rinci :

1. Rakyat Indonesia yang multi etnis-agama-golongan,hidup secara harmonis dalam suasana kebhinekatunggalikaan, yang juga berdiri sederajat secara harmonis dengan bangsa-bangsa lain di dunia dalam suatu tatanan dunia yang menjunjung tinggi prinsip kesetaraan serta nilai-nilai kemanusiaan yang luhur.

2. Rakyatnya cerdas, hidup dalam kebersamaan atau gotongroyong,  berjatidiri, berbudaya dan berakhlak mulia serta menjaga hubungan nan serasi timbal balik antara manusia – alam semesta dengan segenap isinya dan Tuhan Yang Maha Esa.

3. Tatatanan masyarakatnya berkeadilan sosial dan berkeadilan hukum secara taat asas.

4. Tatanan politiknya menjunjung tinggi sistem  perwakilan dan permusyawaratan, antara laindengan terwakilinya  suku/etnis, adat-budaya, golongan dan agama yang ada di Indonesia dalam lembaga legislatif/perwakilan rakyat.

5. Pemerintahannya dikelola oleh birokrasi yang bersih, memiliki semangat pengabdian dan berdisiplin tinggi serta amanah.

Bacaan Keadaan

Bagaimana keadaan Indonesia setelah 76 merdeka? Apakah sudah sesuai dengan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan? Sesuai dengan visi dan misinya? Indonesia tidak berada di ruang hampa, melainkan dalam tata hubungan dan pergaulan antar bangsa yang sangat dipengaruhi oleh kekuatan modal dan tekonologi super canggih yang terus berkembang pesat, eksponensial, sebagaimana halnya dengan revolusi digital sekarang ini, yang menggelorakan gelombang musik jiwa yang mendendangkan : (1) penggalangan alam pikiran agar terpadu secara total pada dimensi rasionalitas; (2) pemujaan pada pesona dunia; (3) kebutuhan-kebutuhan palsu yang menyihir.

Gelombang musik jiwa tersebut mempengaruhi serta mencengkeram Negara-Negara Bangsa yang ada termasuk Indonesia, agar menerima serta menghayatinya dengan mengubah tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga menganut (a) sistem pasar bebas; (b) sistem sosial politik demokratis yang individualistik; (c) sistem sosial budaya yang lepas bebas.

Dampak ketiga sistem asing itu telah  menghantam telak Trisaksi yang digariskan Bung Karno , yaitu berdaulat di bidang politik, berdikari (berdiri di atas kaki sendiri) di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang kebudayaan.

Keretakan pada tiga sendi utama kehidupan negara bangsa yang dirumuskan dalam Trisakti itu, dapat  memicu krisis kehidupan dalam berbangsa dan bernegara, yang sudah mulai kita saksikan dan rasakan pada perilaku individu-individu masyarakat sekarang yang hedonis-individualis, pragmatis –materialis  serta narsis, dengan praktek-praktek ekonomi konglomerasi dan oligarkis serta sistem politik yang juga individualistis sehingga mudah dikooptasi kekuatan dari luar. Semuanya  bertentangan dengan nilai-nilai luhur Pancasila, yang apabila tidak segara diatasi maka akan:

(1). Merusak kebhinekatunggalikaan dan norma-norma hubungan dalam kehidupan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa

(2). Meninggalkan asas kekeluargaan yakni  gotongroyong dan kebersamaan dalam masyarakat-masyarakat  Nusantara yang multi etnis dan agama.

(3). Meninggalkan prinsip musyawarah mufakat dalam mewujudkan kehidupan bersama yang rahmatan lil alamin, yang hamemayu hayuning bawono  bahkan bisa meretakkan  hubungan serasi timbal balik antara manusia – alam semesta dengan segenap isinya dan Tuhan Yang Maha Esa.

(4). Jika ketiga hal tersebut tidak segera diatasi, akibat selanjutnya bisa merusak persatuan dan prinsip kemanusiaan dalam perikehidupan bersama.

(5). Pada akhirnya terjadi ketidakadilan sosial yang semakin mudah memicu perpecahan dan anarki.

Semua hal yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur Pancasila tersebut dapat marak dan berkembangbiak secara cepat, di samping disebabkan faktor-faktor eksternal yang bersifat global, juga karena semenjak UUD 1945 di amandemen untuk yang keempat kalinya pada tahun 2002, Pancasila hanya menjadi ruh atau semangat di dalam Pembukaan UUD, tetapi tidak menjadi jiwa yang dituangkan untuk diwujudkan, ke  pasal-pasal di dalam batang tubuh UUD. Bahkan jiwa di dalam batang tubuh tersebut sangat bertentangan dengan jiwa Pancasila, karena sangat individualistis, hedonistis, pragmatis yang lebih mengutamakan tujuan dibanding cara dan etika, liberalistis dan materialistis-narsistis yang bertentangan dengan nilai-nilai spiritualitas dan  Ketuhanan.

Manusia Indonesia masa kini, sebagian besar hidup dalam suasana tersihir  pesona dunia, sehingga  sibuk mengejar pesona dunia, meraih harta dan tahta dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, tiada peduli cara, etika dan bahkan moral. Etika dan moral hanya sekedar menjadi penghias bibir. Naudzubillah.

Uraian tentang Pancasila yang menjadi ruh gentayangan itu, telah dibahas panjang lebar dalam sejumlah buku, antara lain buku kami Mengapa Kita Harus Kembali Ke UUD 1945?, penerbit Republika 2019) serta buku Pancasila Jatidiri Bangsa, penerbit Elmatera Publishing 2019.

Tentang Penulis

Avatar photo

B.Wiwoho

Wartawan, praktisi komunikasi dan aktivis LSM. Pemimpin Umum Majalah Panji Masyarakat (1996 – 2001, 2019 - sekarang), penulis 40 judul buku, baik sendiri maupun bersama teman. Beberapa bukunya antara lain; Bertasawuf di Zaman Edan, Mutiara Hikmah Puasa, Rumah Bagi Muslim-Indonesia dan Keturunan Tionghoa, Islam Mencintai Nusantara: Jalan Dakwah Sunan Kalijaga, Operasi Woyla, Jenderal Yoga: Loyalis di Balik Layar, Mengapa Kita Harus Kembali ke UUD 1945 serta Pancasila Jatidiri Bangsa.

Tinggalkan Komentar Anda

Discover more from PANJI MASYARAKAT

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading