Ads
Aktualita

Bung Karno dan Mitos Kebangkitan Nasional 20 Mei

Bung Karno banyak menciptakan mitos, satu di antaranya Indonesia dijajah Belanda 350 tahun. Benarkah tragedi Bapak Proklamator Indonesia itu berawal dari mitos ciptaannya?  

Di tengah kecamuk revolusi,  untuk kedua kalinya hari lahir Budi Utomo diperingati pada 20 Mei 1948. Bung Karno, Bung Hatta, dan beberapa menteri ikut merayakan. Seperti  dikatakan sejarawan Taufik Abdullah, mereka seolah ingin mengatakan bahwa kita berjuang demi kemerdekaan ini tidak cuma tiga tahun tapi sudah 40 tahun. Karena sudah berjuang 40 tahun itulah kita harus menang. Dan mitos pun diciptakan bahwa perjuangan nasional itu sudah sejak  lama. Maka, sejak tahun 1950 bangsa Indonesia sudah melaksanakan secara teratur peringatan Kebangkitan Nasional. Tanpa pernah merenungkan kembali apa sesungguhnya yang terjadi waktu itu. Padahal apa yang disebut Hari Kebangkitan Nasional tanggal 20 Mei itu, seperti pernah dikemukakan sejarawan Taufik Abdullah dalam sebuah wawancara dengan majalah Panji Masyarakat, adalah murni mitos.

Bayangkan, ada beberapa anak sekolah berkumpul dan berjanji membuat sebuah organisasi bernama Budi Utomo. Beberapa bulan kemudian, organisasi itu yang didirikan itu, pada bulan Oktober 1908, menyelenggarakan kongres, yang ternyata di dalam kongres anak-anak sekolah tadi tersingkir. Budi Utomo lantas dikuasai oleh para priyai, dan sejak itu Budi Utomo sedah menjadi bagian dari struktur kekuasaan. Selain lingkupnya hanya orang Jawa, cita-cita organisasi ini pun hanya satu, yaitu kemajuan. Tidak ada cita-cita kemerdekaan. Benar, setelah merdeka, bangsa Indonesia ingin melawan keterbelakangan dan kemiskinan juga. Tetapi, bedanya, keterbelakangan dan kemiskinan itu kita anggap sebagai  akibat kolonialisme.

Menurut Taufik Abdullah, Soekarno adalah orang terhebat dalam menciptakan mitos ketika ia tidak menjelaskan banyak hal secara rasional. Mitos-mitos ciptaan Soekarno antara lain bahwa Indonesia dijajah Belanda selama 350 tahun. Padahal banyak daerah-daerah lain yang bebas dari Belanda, bahkan Aceh baru bisa ditaklukan pada tahun 1904. Begitu pula sebagian daerah di Sulawesi. Dan sejak tahun 1945 sampai tahun 1966-1967, Seoekrno selalu melihat musuh dari luar, dengan membagi dunia menjadi Oldefos dan Nefos. Dan setiap apa pun yang dilakukan oleh Oldefos patut dicurigai.

Dalam berbagai kesempatan, Bung Karno juga selalu mengatakan, “Saya berbicara di sini bukan sebagai Presiden/Panglima Tertinggi, bukan sebagai Presiden/Perdana menteri, bukan sebagai Presiden/ Mandataris MPR, melainkan sebagai Penyambung Lidah Rakyat dan Pemimpin Besar Revolusi.” Kata Taufik Abdullah, penyambung lidah rakyat dan pemmpin besar revolusi itu, tidak ada hubungannya dengan keberadaan Soekarno sebagai presiden. Kata Taufik pula, tragedi yang menimpa Bung Karno sesungguhnya berawal dari penciptaan mitos semacam itu. Mitos, sebagai glorfikasi peristiwa historis memang diperlukan, karena dengan mengingat peristiwa itu muncul rasaharus dan bangga. Tetapi, seperti diingatkan Taufik Abdullah, mitos justru tidak pernah menyelesaikan suatu masalah. Apalagi jika mitos itu dibangun tanpa rasionalitas seperti Hari Kebangkitan Nasional yang ditetapkan tanggal 20 Mei itu.

Mitos-mitos baru kini pun diciptakan dan terus didengungkan. Jika dulu Indonesia ratusan tahun dijajah Belanda, mitos itu kini bergeser bahwa kita sekarang dikuasai oleh asing dan aseng. Simplifikasi yang, alih-alih mengajak orang untuk berpikir lebih dalam, justru menjadi alat provokasi untuk membangkitkan amarah dan kebencian.    

Tentang Penulis

Avatar photo

A.Suryana Sudrajat

Pemimpin Redaksi Panji Masyarakat, pengasuh Pondok Pesantren Al-Ihsan Anyer, Serang, Banten. Ia juga penulis dan editor buku.

Tinggalkan Komentar Anda