Marhaban ya Ramadan. Selamat datang Ramadan.
Ramadan selalu disambut gembira. Penuh suka cita. Kita senang dengan kedatangan Ramadan karena bulan ini seperti yang digambarkan Rasulullah s.a.w. dalam sabdanya, “Seandainya umatku mengetahui keistimewaan Ramadan, niscaya mereka mengharap agar semua bulan menjadi Ramadan.” Karena itu pula Ramadan selalu menjadi bulan yang semarak. Juga di Tanah Air yang memang mayoritas Muslim.
Tapi tahun ini, sebagaimana Ramadan tahun lalu, suasana pandemi masih akan menyelimuti kita selama menjalankan ibadah puasa. Kita akan lebih banyak di rumah ketimbang di tempat-tempat umum. Puasa sendiri sejatinya merupakan ibadah yang sunyi, yang jauh dari hiruk pikuk. Tidak menampak atau ekspresif sebagaimana ritus-ritus yang lain semisal salat berjamaah, apalagi haji yang massif dan kolosal.
Kita sudah maklum, pandemi yang bermula dari negeri Tiongkok ini telah memporak-porandakan berbagai kegiatan manusia di muka bumi – dan tentu saja membawa kesengsaraan lahir-batin. Sampai sekarang, meskipun kita sudah mulai akrab dengan situasi new normal seperti ke mana-mana selalu mengenakan masker, rajin mencuci tangan, menghindari kerumunan, kita masih dilanda kecemasan karena tidak tahu kapan pandemi yang telah menimbulkan dampak berantai ini akan berakhir. Padahal vaksin telah ditemukan dan vaksinasi pun telah dilakukan, walaupun belum menjangkau ke seluruh lapisan masyarakat.
Betapapun, dan dalam keadaan bagaimanapun, kita hendaknya tidak menyia-nyiakan kesempatan yang telah Allah bukakan sendiri di bulan Ramadan ini. Ini adalah bulan yang penuh rahmah dan maghfirah. Di bulan ini Allah akan mengampuni dosa-dosa kita di masa lalu. Ampunan itu kita bisa peroleh dengan cara bertobat, serta diikuti dengan sedekah. Derma atau sedekah merupakan sebuah kebajikan, dan seperti disebut dalam Quran “kebajikan itu mengusir keburukan.” (Q.S. 11:114). Dalam sebuah hadis Rasulullah bersabda, “Barangsiapa menjalankan puasa dengan penuh iman dan ihtisab, maka akan diampuni semua dosanya di masa lalu.” Ihtisab sikap seorang muslim yang hanya mengharapkan ridha Allah semata, dan terus-menerus menjaga agar pikiran dan tindakannya tidak berlawanan dengan ridha Allah. Jadi, jika seseorang menjalankan puasa dengan kedua prinsip ini, maka seluruh dosanya di masa lalu akan diampuni. Jadi, bolehlah dikatakan puasa merupakan sarana introspeksi dan mawas diri.
Puasa yang dijalankan dengan penuh iman memang akan merangsang kita untuk melakukan pelbagai kebaikan. Dalam banyak hadis disebutkan mengenai ajakan Rasulullah kepada orang yang berpuasa untuk mengerjakan kebaikan. Termasuk mengembangkan solidaritas sesama Muslim, karena dengan merasakan sendiri haus dan lapar, seseorang dapat merasakan apa yang dirasakan oleh saudara-saudaranya yang miskin dan sengsara. Sebagaimana diriwayatkan sebuah hadis, bahwa Rasulullah s.a.w. biasanya sangat dermawan selama bulan Ramadan. Tidak seorang pun pengemis yang kembali dari pintu rumahnya dengan tangan hampa, dan budak-budak pun memperoleh kemerdekaan mereka dari beliau.
Ramadan sendiri, yang berasal dari akar kata “ramidha atau ar-ramadh yang berarti membakar atau mengasah, dinamai demikian karena pada bulan ini dosa-dosa manusia pupus, habis terbakar akibat kesadaran dan amal salehnya. Oleh karena itu mari bulan ini kita gunakan untuk mengasah atau mengasuh jiwa kemanusiaan kita. Ramadan ibarat tanah subur yang siap ditaburi benih-benih kebajikan. Mari kita taburkan benih-benih itu, sehingga pada waktunya kita akan menuai hasil sesuai dengan benih yang kita tanam dan pelihara itu. Adapun bagi yang lalai, jangan tanah garapannya hanya akan ditumbuhi rerumputan yang tak berguna. Di zaman pagebluk ini, tentu banyak cara yang bisa ditempuh untuk merealisasikan berbagai kebajikan dan mewujudkan solidaritas sesama muslim dan saudara sebangsa.