Ads
Jejak Islam

Ragam Seni Mushaf Nusantara (3)

Ditampilkannya nuansa lokal dalam penulisan seni mushaf, maka  rasa kepemilikan masyarakat terhadap kitab suci Alquran pun tumbuh, dan dakwah relatif lebih mulus dilakukan.

Pada zaman dahulu, di saat teknologi penjilidan belum secanggih sekarang, sebuah buku atau kitab tidak lebih dari sekadar lembaran naskah atau manuskrip. Begitu juga kitab suci Alquran. Untuk keperluan syiar, ulama Nusantara dulu menulis lembaran-lembaran (mushaf) Alquran itu semenarik mungkin. Salah satunya dengan menampilkan ragam hias di sekeliling teks-teks Alquran.

Tidak seperti kebanyakan seni lukis modern di Barat, yang menganut paham seni sebagai karya yang berdiri sendiri, seni dalam Islam bersifat teofanistis. Yakni sebagai manifestasi pengetahuan suci yang mengagungkan Allah SWT. Ragam mushaf  Nusantara hanyalah salah satu dari bagian seni Islam. Karya-karya mushaf amat terkait dengan aktivitas ulama masa lalu dalam melakukan syiar Islam. Karena itu unsur budaya lokal dibuat sedemikian rupa sebagai unsur keindahan yang menghiasi penciptaan karya mushaf.

Pertimbangan ini mudah dipahami, karena Islam bagi masyarakat Nusantara adalah agama yang datang belakangan, sesudah berabad-abad lamanya mereka pada umumnya menganut agama-agama Hindu, Budha, atau animisme dan dinamisme. Islam yang akan dikenalkan jelas memiliki beberapa pandangan ajaran yang berbeda dengan agama-agama atau sistem kepercayaan masyarakat ketika itu. Terhadap masyarakat demikian, para pendakwah lalu melakukan proses akulturasi dan asimilasi secara halus, tetapi mengena. Dalam hal ini diperlukan proses komunikasi yang efektif. Salah satu bentuknya dengan cara memasukkan unsur seni budaya lokal  ke dalam proses penulisan seni mushaf. Di sinilah antara para ulama melakukan, meminjam istilah Gus Dur, “pribumisasi Islam”.  Dengan ditampilkannya nuansa lokal, rasa kepemilikan masyarakat terhadap kitab suci Alquran pun tumbuh, dan dakwah relatif lebih mulus dilakukan.

Mushaf Aceh dengan nuansa floral

Lihatlah, misalnya Mushaf Palembang. Mushaf ini bermotifkan arsitektural rumah adat masyarakat setempat. Atap rumah adat itu digambar menjorok di tiap sisi kiri dan kanan teks. Jika mushaf ini dibuka, akan tampak ornamen rumah adat itu simetris. Iluminasinya, selain rumah adat, juga memperlihatkan ragam rias berupa ornamen-ornamen yang menggambarkan ciri khas daerah Sumatera Selatan. Misalnya, bunga terompet yang tergambar di sebuah lingkaran, yang terdapat pada setiap halaman di bagian atas dan bawah. Di pinggir kiri dan kanan teks juga terdapat asiran batik dan ukiran khas Palembang.

Pendekatan arsitektural juga bia ditemui pada manuskrip-manuskrip Mushaf Aceh. Manuskrip seperti ditulis di atas daun pintu kobe, yang juga terdapat dalam nisan raja-raja Aceh dahulu. Teks dikelilingi ukiran yang didominasi warna cokelat, hitam dan krem.

Mushaf Jawa Tengah juga kental berkonteks sosial budaya ketika itu yang pekat dengan tradisi Hindu. Banyak ornamen mirip candi mengelilingi teks. Masing-masing manuskrip mushaf Alquran memang ingin membawakan satu misi tertentu. Sementara itu, dalam Mushaf Maluku, ragam hias mengelilingi teks-teks Quran berupa kuncup-kuncup bunga cengkih dan buah pala. Daerah ini memang terkenal sebagai penghasil dua jenis rempah-rempah mahal tersebut, terlebih menyusul datangnya Portugis ke wilayah seribu pulau itu.           

Bersambung     

Penulis: Agung Y. Achmad, wartawan majalah Panji Masyarakat, 1997-2001, redaktur majalah Panjimas, 2002-2003.. Kini penulis lepas, atara lain untuk kolom bahasa majalah Tempo. Sumber: Panjimas, 6-19 Februari 2003.

Tentang Penulis

Panji Masyarakat

Platform Bersama Umat

Tinggalkan Komentar Anda

Discover more from PANJI MASYARAKAT

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading