Ads
Aktualita

Moral Politik dan Pemicu Perebutan si Mercy

Belakangan ini apa yang disebut moral politik menjadi sorotan masyarakat  di tengah pembajakan kepemimpinan Partai Demokrat. Awalnya, bermula dari isu pertemuan Kepala KSP (Kantor Staf Presiden) Moeldoko dengan beberapa kader Partai Demokrat yang dianggap hanya pertemuan biasa, akhirnya bergulir Kongres Luar Biasa (KLB) yang berlangsung di Sibolangit, Sumatera Utara,5 Maret lalu.

Hasilnya Moeldoko terpilih secara aklamasi menjadi Ketua Umum.  KLB yang ternyata tidak ada izin dari kepolisian ini dianggap ilegal oleh kepengurusan resmi Partai Demokrat yang dipimpin Agus Harimurti Yudhoyono yang akrab disapa AHY. Pertemuan ini juga dianggap menyalahi AD/ART Partai Demokrat.

Kasus KLB dan upaya pendongkelan kepemimpinan resmi Partai Demokrat di bawah AHY memang santer disebut ditukangi Moeldoko. Kabarnya, ia ingin menjadikan Partai Demokrat  sebagai kendaraan politik untuk pemilihan presiden 2024. Namun, karena Moeldoko adalah orang luar partai dan apalagi berada di lingkaran kekuasaan cara ini dinilai tidak etis.

Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra menyarankan Moeldoko mendaftar jadi kader Partai Demokrat jika ingin diusung jadi capres. ” Kalau KSP Moeldoko mau menjadi Capres melalui Partai Demokrat ya bikin kartu anggota dulu, jangan tiba-tiba mau menjadi ketua umum, apalagi melalui kongres luar biasa,” jelasnya.

Kini, di tengah gencarnya keprihatinan publik ,toh  Moekdoko telah bertengger sebagai ketua umum Partai Demokrat. Naiknya, Moeldoko ke kursi ketum partai berlambang mercy ini melalui KLB yang kontroversial berjalan amat mulus dan lancar, tanpa ada hambatan sedikitpun. Di belakangnya ia disupport pentolan Partai Demokrat yang telah dipecat AHY antara lain  Darmizal, Marzuki Ali, Jhoni Allen Marbun dan lainnya.

Berjalannya KLB di Sibolangit ini nampaknya bakal memicu perseturuan baru antara yang dinilai ilegal ini dengan yang sekarang dianggap resmi, yaitu Partai Demokrat yang dipimpin AHY. Alasannya, sampai saat ini,  kepemimpinan Partai Demokrat  yang dinilai sah oleh pemerintah masih yang dinakhodai AHY sebagai Ketum Partai Demokrat dan SBY sebagai Ketua Majelis Tinggi.

Namun, bisa dipastikan perjalanan waktu ke  depan, konflik akan meruyak  dan pengakuan kepengurusan  Partai Demokrat yang sah tergantung Kemenhukham untuk melegalkannya.

Untuk itu kini pun sudah mulai upaya dari kubu Partai Demokrat versi  KLB untuk mengklaim kelompoknya yang sah. Sebab, salah satu putusan KLB Sibolangit adalah mendemisionerkan AHY sebagai ketua umum Partai Demokrat,  mencabut Majelis Tinggi Partai Demokrat yang dipegang SBY dan menganulir putusan Partai Demokrat AHY yang memecat beberapa orang tokoh Partai Demokrat.

Perseteruan tampaknya tidak terbatas hanya antar AHY dan tokoh-tokoh yang terlibat dalam KLB plus Moeldoko. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)  pun turun ke gelanggang mengecam KLB yang melibatkan Kepala KSP Moeldoko. Uniknya, Moeldoko dulu orang yang dibesarkan karirnya oleh SBY yang mengangkatnya sebagai Kepala Staf Angkatan Darat dan Panglima TNI, sebuah jabatan yang sangat bergengsi  dan terhormat. Dan, tentu SBY merasa amat tersinggung  dengan pembajakan Partai Demokrat  yang melibatkan Moeldoko.

” KLB tersebut telah menobatkan KSP Moeldoko seorang pejabat pemerintahan  aktif berada di lingkar dalam lembaga kepresidenan, bukan kader Partai Demokrat alias pihak eksternal partai,  menjadi Ketum Partai Demokrat,” ujarnya.

Menurut SBY, KLB yang digelar di Deli Serdang  membuat pihaknya berkabung,  . ” Hari ini kami berkabung . Partai Demokrat berkabung, juga Indonesia Berkabung karena akal sehat telah mati  Sementara keadilan dan supremasi hukum dan demokrasi sedang diuji,” paparnya.

SBY menegaskan, banyak yang tidak percaya Moeldoko tega  dan berdarah dingin melakukan kudeta  Perilaku Moeldoko jauh dari sikap ksatria dan nilai-nilai moral. Dengan demikian menimbulkan rasa malu bagi perwira di TNI sebagai almamaternya. ” Termasuk rasa malu dan rasa bersalah saya, yang dulu beberapa kali memberikan kepercayaan dan jabatan kepadanya. Karena itulah saya mohon ampun kepada Allah SWT atas kesalahan saya,” ungkap SBY.

Kondisi Partai Demokrat dengan kekisruhan ini memang menimbulkan banyak keprihatinan, salah satunya dari para pengamat politik. Pakar politik Saiful Mujani menilai, ini sebuah ironi. Seorang pejabat negara seharusnya melindungi semua partai, bukan justru mengambil alih.

” Zaman Orba saja yang otoriter pengambilalihan kekuasaan lewat KLB  oleh kader partai sendiri. Di era demokrasi sekarang  Partai Demokrat justru diambil alih oleh pejabat negara yang mestinya melindungi semua partai. Ironi. Luar biasa,” tandasnya,seraya menyebut, ini pembajakan.

Hal yang senada disampaikan peneliti senior LIPI, Siti Zuhro. Menurutnya, keterlibatan pihak luar dalam penyelenggaraan kongres luar biasa Partai Demokrat menunjukkan tidak ada nilai moral politik.

” Tidak ada nilai moral politik dan  etika politik. Etika itu kan di atas hukum.  Jadi konstetasi kita belakangan ini sangat tidak sehat. Dalam perspektif demokrasi KLB di Sumatera Utara itu bisa dikatakan anomali politik dan demokrasi. Sejumlah partai juga pernah melakukan KLB. Tapi KLB Partai Demokrat ini tidak lazim,” urainya.

Banyak suara yang muncul, kalau Moeldoko ingin maju dalam pencalonan capres kenapa ia tidak mendirikan partai baru  saja. Bukan terlibat dalam pendongkelan Partai Demokrat. Beberapa partai yang kadernya tidak cocok dan berbeda pendapat dengan partainya berinisiatif mendirikan partai baru sendiri. Ini yang terjadi di PAN  munculnya Partai Ummat dipimpin Amin Rais, Partai Gelora di bawah Fahri Hamzah, dan Masyumi Baru,  disamping sudah ada yang sealiran.

Diakui memang, mendirikan partai baru tidaklah mudah, butuh waktu, tenaga, fasilitas, biaya dan hal lain yang harus dipenuhi untuk menjadi sebuah partai besar, apalagi untuk bisa ikut dalam pemilu harus memenuhi banyak persyaratan.

Partai Demokrat didirikan tahun 2001 dan disahkan tahun 2003. Partai yang dijuluki  partai tengah dan disebut juga partai moderen ini menyebut dirinya sebagai partai nasionalis-religius. Perkembangannya cukup spektakuler. Pada pemilu pertama keikutsertaanya tahun  2004 meraih 57 kursi, pemilu 2009 mendapat 150 kursi, pemilu 2014 sebanyak 61 kursi dan 2019 sebanyak 54 kursi.

Partai ini bahkan mampu memenangkan Susilo Bambang Yudhoyono menjadi presiden sebanyak dua periode. Meski ada tren menurun perolehan suara Partai Demokrat, partai ini cukup memiliki prospek yang baik di masa datang. Ia bahkan mampu mengungguli beberapa partai yang sudah lebih dulu muncul .

Agaknya, prospek Partai Demokrat yang cukup cerah ini, menggiurkan bagi mereka yang punya ambisi politik dan kekuasaan untuk memperebutkannya. Apakah itu yang sedang terjadi sekarang?

Tentang Penulis

Avatar photo

Arfendi Arif

Penulis lepas, pernah bekerja sebagai redaktur Panji Masyarakat, tinggal di Tangerang Selatan, Banten

Tinggalkan Komentar Anda