Bintang Zaman

Syah Waliyullah, Mata Air Kaum Terpelajar dari Anak Benua (1)

Tugas yang ada di hadapan seorang muslim modern besar sekali. Dia harus melakukan pemikiran ulang atas keseluruhan sietem Islam tanpa merusak kaitannya dengan masa lalu. Barangkali muslim pertama yang merasakan urgensi spirit baru dalam dirinya adalah Syah Waliyullah dari Delhi. Demikian Muhammad Iqbal dalam karya monumentalnya The Reconstruction of Relgious of Islam.

Syah Waliyullah punya kedudukan yang istimewa di kalangan kaum terpelajar, khususnya di India dan Pakistan. Banyak yang menyebutnya sebagai forunner para modernis terkemuka India seperti Ahmad Khan, Shibli Nu’mani, Ameer Ali, dan tentu saja Iqbal. Dia pantas dijuluki suhu para pemikir  besar yang pernah dihasilkan India selama rentang sejarahnya yang panjang. Pengaruh dia dalam perkembangan pemikiran muslim di India hanya dapat disejajarkan dengan mujaddid besar Ibn Abdil Wahhab, pendiri aliran Wahaabiah dari Jaziah Arab, yang semasa dengannya pada abad ke-18.

Masa itu merupakan periode gelap dalam sejarah India Islam. Setelah mangkatnya Maharaja Aurangzeb pada 1707, kelemahan internal menggerogoti pusat kekuasaan Mughal yang telah memerintah India sejak awal abad ke-16. Berbagai kelompok bangsa dan agama yang lama memendam kecewa mulai melihat peluang untuk makar. Para penguasa muslim yang lemah ini tanpa daya harus menghadapi pemberontakan bertubi-tubi dari kaum Maratha di Dekkan dan Sikh di Punjab. Kaum muslim yang memandang Islam dan politik sebagai satu kesatuan logis yang tak dapat dipisahkan, ditinggalkan dalam kebingungan padang belantara, tak tahu ke mana harus melangkah.

Sementara itu di lapangan kultural, selubung kumuh stagnasi hampir menyelimuti segala sesuatu. Nyaris tak ada ruang gerak bagi petualangan baru yang dapat mengarahkan energi spiritual kaum muslimin. Kondisi ini diperparah lagi oleh fragmentasi intelektual di kalangan umat Islam.

Di tengah situasi kritis itu, Syah Waliyullah Ad-Dihlawi membunyikan gong reformasi dan memanfaatkan kepakarannya di bidang agama untuk memperkenalkan pencerahan intelektual di kalangan para pemimpin muslim India yang kala itu beradadi pundak para ulama dan sufi. Ikram, seorang penulis historiografi India modern menegaskan bahwa kenyataan disintegrasi politik kekuasaan Islam pada abad ke-18 tidak diikuti oleh bangkrutnya agama lebih banyak karena karya Syah Waliyullah. Lebih dari siapa pun dia memang bertangung jawab terhadap regenerasi keagamaan Islam di India.

Di satu pihak, Syah Waliyullah tetap menyimpan optimisme akan kembalinya supremasi politik Islam di India  (ia mengundang Rohillah, panglima Najib ad-Dawlah, dan Syah Abdali, penguasa Afghanistan untuk mengisi kevakuman kekuasaan politik Islam di India), di pihak lain ia merumuskan revitalisasi Islam atas dasar yang lebih luas dari sekadar teologi Islam tradisional.  Sebagaimana Iqbal, Fazlur Rahman, pemikir muslim Pakistan yang mengajar di Universtias Chicago, Amerika SerIkat, yang juga guru Nurcholish Madjid dan Ahmad Syafii Maarif, menilai signifikansi terobosan pemikiran Syah Waliyullah terletak pada usahanya untuk secara sadar membangun pandangan yang integral tentang Islam. Kata Rahman, dia membangun pemikirannya atas “suatu dasar sosiologis-humanistis yang luas dirangkap dengan doktrin keadilan sosial dan ekonomi dlam batasan Islam yang dimahkotaki dengan pandangan duni sufi.”

Bersambung

Penulis: Irfan Abubakar,  dosen Fakultas Adab dan Humaniora uin Syarif Hidayatullah Jakarta, direktur Center for the Study of Religion and Culture (CSRC) UIN Jakarta. Sumber: Panji Masyarakat, 30 September 1998

About the author

Panji Masyarakat

Platform Bersama Umat

Tinggalkan Komentar Anda