Ads
Cakrawala

Hoesin Bafagieh, Tokoh Jurnalis Pergerakan dan Nasionalis Keturunan Arab

Munculnya Sumpah Pemuda Keturunan Arab, atau hari lahirnya Persatuan Arab Indonesia (PAI) pada tahun 1934, telah dicatat dalam sejarah bangsa sebagai satu peristiwa penting dalam perjalanan perjuangan Indonesia. Sebuah gerakan yang diakui memiliki pengaruh yang besar dalam mendukung pergerakan nasionalisme Indonesia pada masa itu. Seorang penulis Belanda, Pluiver  dalam salah satu bukunya menulis : ”Bagi nasionalisme Indonesia, perkumpulan yang terpenting adalah perkumpulan keturunan Arab (PAI)“. Ki Hajar Dewantara dalam salah satu sambutannya menyebutkan (Solo, 1956) “Kesadaran berbangsa Indonesia Keturunan Arab (PAI) bukan hanya penting bagi saudara-saudara kita keturunan Arab, namun amat penting pula untuk kita semua, yang bercita-cita kesatuan bangsa dan negara Indonesia”.

Mungkin nama Hoesin Bafagieh tidak begitu dikenal dan masih terdengar asing bagi telinga generasi muda Indonesia saat ini. Namanya tidak setenar sahabatnya Ar Baswedan, tokoh pendiri PAI yang kemudian menjadi salah satu pahlawan nasional Indonesia. Walaupun demikian peran dan kontribusi Bafagieh sangatlah besar dalam perjuangan PAI, untuk menggerakkan dan menggelorakan semangat nasionalisme pada jiwa Indonesia keturunan Arab, melalui tulisan-tulisannya. Bahkan ide dan semangat PAI telah dirintis dan ada dalam jiwa Bafagieh muda, jauh sebelum PAI lahir.

Foto Hoesin Bafagieh saat muda

Tajamnya Pena Bafagieh: Aliran Baroe

Keberhasilan PAI, menyebarkan racun persatuan dan nasionalisme ke seluruh pelosok Indonesia tidak bisa dipisahkan dari peran media-media corong PAI itu sendiri, salah satunya dan yang paling dominan adalah Aliran Baroe. Tidak hanya dalam menyebarkan dan menularkan “kesadaran berbangsa Indonesia” bagi golongan Keturunan Arab, tetapi juga memberikan semangat nasionalisme kepada seluruh bangsa Indonesia. Dr Zeffry Alkatiri, menuliskan bahwa Aliran Baroe oleh Hoesin Bafagieh telah menjadi sekrup yang memperkuat gerakan kebangsaan Indonesia.

Dan walaupun majalah tersebut, diterbitkan untuk bangsa Indonesia keturunan Arab, tetapi majalah tersebut menjadi bacaan kegemaran dari kaum alim ulama, tokoh Nasionalis hingga masyarakat biasa. Bung Karno pun menjadi pembaca setia dari Aliran Baroe selama di “buang” ke Bengkulu,. HAMKA pun menjadi pembaca setia yang rajin menuliskan tulisannya dan juga menjadi sahabat Bafagieh. KH Mas Mansur menyebutkan bahwa Aliran Baroe merupakan majalah yang selalu menemaninya dalam tiap perjalanannya.

Dan Bafagieh adalah motor utama dari majalah tersebut. Selama berdirinya Aliran Baroe dari tahun 1938 hingga 1941, ia adalah Pendiri, Ketua Redaksi, Penulis bahkan penyokong finansial dari majalah tersebut. Sebuah bukti totalitas dan loyalitas Bafagieh atas idealisme perjuangannya untuk menyadarkan seluruh kelompok keturunan Arab atas nasionalisme. Baswedan-pun mengakuinya dan menyebut bahwa jika Aliran Baroe telah berjasa (dalam perjuangan PAI) maka sebenarnya Saudara Bafagieh yang berjasa.

Bafagieh terkenal dengan tulisan-tulisan kritik sosial ke dalam golongan keturunan Arab dengan cara yang sangat “radikal” dan tajam sekaligus pedas. Dengan judul yang kontroversial dan “memanaskan” telinga pembacanya. Beberapa pembacanya menggambarkan tulisan-tulisannya bagai “halilintar hendak membelah bumi yang menelan musuh-musuhnya hidup-hidup”.

Tapi tulisan-tulisannya yang pedas dan tajam itu, berhasil mencapai tujuannya. Terlihat sekali bagaimana Bafagieh telah berhasil “menarik” perhatian pembacanya terutama golongan keturunan Arab untuk memulai memikirkan masalahnya yang selama ini tidak pernah dibicarakan. Bafagieh juga telah menyadarkan dan mengajarkan mereka semua untuk belajar belajar mencintai dan menjadi “Indonesia”.  Bafagieh sadar bahwa hanya peluru yang tajam, yang dapat membunuh kejumudan dan kebodohan. Hanya dengan api yang panas dan martil yang dahsyat, besi yang bengkok bisa diluruskan.

Dan ternyata sejarah telah membuktikan keberhasilan dari perjuangan Bafagieh tersebut, di dalam usaha untuk membangunkan masyarakat keturunan Arab dari tidur panjangnya, keberhasilan dalam mengubah masyarakatnya menjadi masyarakat yang baru dengan aliran yang baru.

Bafagieh : Guru Jurnalisme Baswedan

Mungkin tidak banyak yang mengetahui bahwa Bafagieh bersama-sama dengan Salim Maskati, merupakan salah satu mentor Baswedan dalam dunia jurnalisme. Bafagieh lebih tua beberapa tahun dari Baswedan, dan sebelum nama Baswedan muncul, tidak ada tokoh yang lebih popular di Surabaya selain Bafagieh.  Bafagieh dikenal sebagai tokoh pemersatu dan pergerakan “muwallad” atau Indonesia keturunan Arab di Surabaya jauh sebelum munculnya PAI.

Pada tahun 1924, ketika Bafagieh bersama Salim Maskati, mendirikan majalah Zaman Baroe, Baswedan sempat menawarkan diri untuk ikut menulis. Tetapi belum bisa diterima karena masih perlu belajar lagi, hingga akhirnya mereka bertiga menjadi sahabat dekat. Majalah Zaman Baroe ini disebutkan sebagai majalah berbahasa Melayu pertama yang terbit pertama kali untuk komunitas keturuan Arab.

Zaman Baroe merupakan sebuah majalah yang diterbitkan oleh Bibliotheeq At-Tahdibiyah yang merupakan organisasi pertama dari kelompok keturunan Arab, di Surabaya. Tujuannya adalah untuk mempersatukan golongan keturunan Arab muwallad dan Bafagieh merupakan salah satu pendukung dan pendirinya. Hal ini menunjukkan bahwa ide persatuan golongan Keturunan Arab yang merupakan cikal bakal nasionalis keturunan Arab, telah di mulai jauh sebelum lahirnya PAI. Dalam lingkup yang masih kecil yaitu Surabaya. Bafagieh pada tahun 1928, juga sempat mendirikan sebuah majalah yang dinamakan Al-Mahdjar, walaupun tidak berumur panjang.

Tentang kedalaman dan keberanian Bafagieh dalam jurnalisme, seorang sejarawan Belanda Huub de Jonge menuliskan bahwa : “tidak ada jurnalis keturunan Arab lainnya-bahkan tidak juga Ar Baswedan, pendiri dan pemimpin dan pemikir dari PAI yang mampu melampaui pandangan tulisan-tulisan Bafagieh”.

Emansipasi Wanita, Kudung, HAMKA & Soekarno   

Tulisan Bafagieh sangat beragam, tetapi dominan dalam tiga bidang, yaitu kritik sosial, pendidikan dan tentang emansipasi wanita dalam kalangan Arab. Bafagieh sangat berani membongkar hal yang sangat tabu dalam masyarakat Arab pada saat itu, hak dan kesempatan bagi wanita. Bafagieh yakin bahwa “wanita” memiliki peran yang tidak kalah pentingnya dengan peran pria dalam melakukan sebuah perubahan masyarakat.  Tidak ada satu orang Arab Indonesiapun, yang berani menulis dan membongkar soal hak dan peran wanita Arab sebelumnya.

Pada penerbitan pertama Aliran Baroe, Agustus 1938, Bafagieh menulis kritikan atas keadaan perempuan dalam keluarga keturunan Arab dan diletakkan pada halaman 2. Bukan itu saja bahkan, Bafagieh memberikan satu kolom khusus bagi wanita Arab untuk menuliskan apa yang dirasakan nya dan apa yang ingin dilakukannya. Pertama kali dalam sejarah masyarakat Arab di Indonesia, mereka diberikan tempat untuk “bersuara”. Tidak salah lagi, Bafagieh adalah salah satu tokoh pertama dan utama Tokoh Pelopor Emansipasi Wanita keturunan Arab.

Salah satu topik kontroversi yang diangkat oleh Bafagieh adalah seputar hukum menggunakan kudung (jilbab) yang kemudian menjadi sebuah diskusi panjang dan “panas”. Bafagieh berhasil menjelaskan segala alasan dan dalil dengan kuat dan jelas dan memberikan kesempatan bagi pembacanya untuk menyanggah pendapatnya secara sehat. Karena banyaknya tanggapan dan  perdebatan yang muncul, tulisan tersebut dibukukan pada September 1941, atas permintaan  seorang ulama besar Indonesia, yang juga merupakan sahabat dekat Bafagieh yaitu Hamka.

Bahkan bukan Hamka saja, Soekarno, yang merupakan “sahabat” Bafagieh dan pembaca setia dari Aliran Baroe ketika dalam pengasingannya di Bengkulu, menyempatkan menulis sebuah surat pribadi kepadanya, dan menyebutkan bahwa ia kagum akan kecakapan dan kegagah beranian Bafagieh dalam perkara terseb, hingga Bung Karno “mengangkat topinya”.

Tulisan seputar kudung tersebut telah menunjukan sisi lain dari Bafagieh yaitu, pemahaman dan kedalamannya dalam bidang agama, walaupun ia hanya menyelesaikan pendidikan dasar Islam di Sekolah Al-Khairiyah Surabaya. Bahkan dalam beberapa acara keagamaan, ia kerap memberikan ceramah, yang membuat kagum para pendengarnya.  Selain juga kedekatan hubungan dengan para tokoh nasionalis Indonesia, selain Soekarno dan Hamka, KH Mas Mansyur adalah sahabat dekat dan teman diskusinya.

Bafagieh setelah PAI

Setelah tahun 1942, bersamaan dengan masuknya Jepang dan juga “bubarnya” PAI, nyaris tidak pernah diketahui mengenai sepak terjang Bafagieh di dalam dan di luar politik  pergerakan bangsa. Pada tanggal 15 Maret 1946, Bafagieh bersama dengan Alwi Djufrie keduanya adalah tokoh PAI, sempat ditangkap oleh Polisi Militer Belanda di Surabaya. Kemungkinan besar karena keterlibatannya dalam pergerakan perjuangan bangsa, walaupun tidak pernah diketahui secara pasti.  

Bafagieh menikah empat kali selama hidupnya, tetapi tidak pernah memiliki 2 orang isteri pada saat yang bersamaan. Dari ke empat pernikahan tersebut Bafagieh memilliki 11 anak. Bafagieh meninggal pada tahun 1958 di Surabaya dan dikuburkan di Pekuburan Pegirian Surabaya.

Apapun yang telah ia perjuangkan dan sumbangkan, berjasa dan bermanfaat bagi kita semua, bukan hanya bangsa Indonesia keturunan Arab melainkan bagi seluruh bangsa Indonesia. Kita semua berutang budi kepada Bafagieh. Selayaknya kita berutang budi kepada para pahlawan yang telah berjasa “berjuang” dan membangun Indonesia. Demikian juga untuk Bafagieh.

Bafagieh telah pergi, tetapi tulisan-tulisannya masih terus hidup dan tetap tajam dan panas. Tulisan-tulisannya masih bisa kita baca dan renungkan bersama, sebagai cermin bagi kita. Bafagieh telah mengajarkan kita banyak hal, mengajarkan tentang bagaimana caranya mencintai tanah air, dan yang terpenting bagaimana artinya menjadi seorang bangsa Indonesia. Dan semoga segala kebaikan yang ada dalam tulisan-tulisannya, selalu menjadi amal kebaikan yang mengalir terus bagi almarhum dan keluarganya.

Tentang Penulis

Avatar photo

Nabiel A Karim Hayaze

Penulis dan peminat sejarah, penerjemah Arab dan Inggris. Kini direktur Yayasan Menara Center, lembaga kajian dan studi keturunan dan diaspora Arab di Indonesia.

Tinggalkan Komentar Anda

Discover more from PANJI MASYARAKAT

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading