Ads
Aktualita

Episode New Normal, Bukan Untuk Mencapai Herd Immunity

Rencana pemerintah melonggarkan kegiatan pasca evaluasi PSBB memantik kontroversi. Benarkah ini seperti memaksakan terjadinya herd immunity atau kekebalan kawanan?

Istilah normal baru (new normal) mengemuka dalam minggu ini. Setelah masa karantina wilayah diberlakukan, tuntutan akan pelonggaran kebijakan itu terasa. Terutama dengan alasan agar roda ekonomi dapat berputar kembali.

Tapi, sebagaimana kebijakan lain di saat pandemi Covid ini, kontroversi langsung merebak. Yang tidak setuju berpegang pada masih tingginya angka kasus Covid-19 di Tanah Air. Fokus pemerintah dinilai terbelah karena melihat sisi ekonomi tanpa memperhitungkan betul kesehatan masyarakat. Pertanyaan-pertanyaan merebak apakah ada jaminan setelah pelonggaran tak ada lagi ledakan kasus, bagaimana dengan tes cepat dan usap tenggorokan (swab) dapat menjangkau dalam jumlah yang signifikan. Belum lagi soal protokol kesehatan selama PSBB yang kurang dipatuhi masyarakat. Masih banyak yang melanggar protokol kesehatan seperti jaga jarak fisik atau memakai masker. Protokol selama PSBB ini tidak dijalankan secara ketat serta kurangnya pengawasan dan ketiadaan sanksi bagi pelanggar PBB. Kemungkinan-kemungkinan Covid-19 akan meledak jumlah penderita akibat pelonggaran PSBB dinilai terbuka lebar.

Di sisi lain, pemerintah sedang menyiapkan skenario pelaksanaan protokol tatanan normal baru yang Produktif dan Aman Covid-19. Dua program pun dirancang secara bersamaan, yaitu Exit-Strategy Covid-19 yang dimulai secara bertahap pada setiap fase pembukaan ekonomi dan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020. “Pemerintah membuat rencana agar kehidupan berangsur-angsur berjalan ke arah normal, sambil memperhatikan data dan fakta yang terjadi di lapangan. Data tersebut tentu akan dikoordinasikan dan bermuara di BNPB,” ujar Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian saat menyampaikan keterangan pers usai rapat terbatas kabinet terkait hal tersebut. Pemerintah, kata Airlangga,  membuat tahapan penilaian kesiapan berdasarkan sistem scoring yang mencakup 2 (dua) dimensi. Pertama, Dimensi Kesehatan terdiri dari perkembangan penyakit, pengawasan virus, dan kapasitas layanan kesehatan. Kedua, Dimensi Kesiapan Sosial Ekonomi yang mencakup protokol-protokol untuk setiap sektor, wilayah, dan transportasi yang terintegrasi satu dengan lainnya. Skenario Produktif dan Aman Covid-19 ini hanya bisa dicapai apabila Pemerintah bersama-sama dengan masyarakat merespons dengan cepat upaya menekan tingkat infeksi dan kematian akibat Covid-19. “Kita mendorong pemulihan ekonomi dengan cepat melalui pembukaan kegiatan ekonomi setelah kurva melandai dan melakukan dorongan fiskal dan moneter sehingga diharapkan kita bisa keluar dari resesi ekonomi,”katanya.

Yang menarik, ada yang mengkaitkan kebijakan pelonggaran karantina itu sebagai langkah menuju herd immunity. Ibarat dalil Darwin soal survival of the fittest, yang bertahan adalah yang paling prima, membuat kontroversi pelonggaran ini semakin tajam. Tapi benarkah bahwa itu adalah langkah menuju kekebalan kawanan.  Tentu masih perlu pembuktian lebih lanjut. Menarik disimak artikel terbaru dari The New York Times yang ditulis oleh Nadja Popovich dan Margot Sanger-Katz dengan judul The World is Still Far From Herd Immunity for Coronavirus mereka mencatat bahwa perjalanan virus Covid-19 ini masih panjang. Dari pelbagai perhitungan, jumlah orang yang terinveksi virus ini masih di angka 7 hingga 17 persen populasi sejauh ini. Mereka yang terinfeksi ini akan mengeluarkan antibodi yang mampu melawan daya serang virus tersebut. Studi di New York menunjukkan 19,9% masyarakat telah terinfeksi, sementara di London 17,5%, Madrid 11,3%, Stockholm 7,3%,  dan Barcelona 7,1%. Sementara di sebuah rumah sakit Wuhan Tiongkok sekitar 10 persen orang yang kembali bekerja terinfeksi virus.

Padahal, secara teoritis berdasarkan perhitungan pakar epidemiologi kekebalan kawanan memerlukan lebih dari 60% populasi terinfeksi dan resisten terhadap virus tersebut.  di mana virus tidak dapat lagi menyebar secara luas. Penjelasan senada datang dari Gypsyamber D’Souza dan  David Dowdy dari John Hopkins Bloomberg School of Public Health.  Dalam artikel ilmiah tentang herd immunity mereka melihat Covid-19 seperti halnya infeksi lainnya, ada dua cara untuk mencapai kekebalan kawanan: Sebagian besar penduduk terinfeksi atau mendapat vaksin perlindungan. Berdasarkan perkiraan awal kedua ahli epidemiologi itu dari infeksi virus ini, akan membutuhkan setidaknya 70% populasi yang kebal untuk mendapatkan kekebalan kawanan. Dalam kasus terburuk (misalnya, jika tidak melakukan penjarakan fisik atau memberlakukan tindakan lain untuk memperlambat penyebaran Covid-19), virus dapat menginfeksi lebih banyak orang dalam hitungan beberapa bulan. Konsekuensinya, akan membuat rumah sakit kewalahan dan menyebabkan tingkat kematian yang tinggi. Dengan tingkat infeksi seperti saat ini terjadi,  yang diperlukan adalah upaya bersama dari seluruh populasi, dengan kebijakan penjarakan fisik berkelanjutan untuk periode yang panjang, kemungkinan setahun atau lebih, sebelum vaksin yang sangat efektif dapat dikembangkan, diuji, dan diproduksi massal.

Penjelasan serupa datang dari Ari Fahrial Syam, guru besar ilmu penyakit dalam FK UI dalam wawancara dengan Kompas TV menyebutkan bahwa ketika ada kebijakan pelonggaran PSBB, harus dievaluasi dari waktu ke waktu bagaimana angka kasus baru yang terjadi. Ini harus menjadi patokan karena kalau masih terus naik berbahaya. “Perlu komitmen semua pihak karena kalau tidak ada komitmen pilihannya sebaiknya tetap stay at home,” katanya. Kalau data kasus menunjukkan landai boleh, tetapi harus tetap konsisten menegakkan protokol kesehatan. “Kuncinya pada komitmen seluruh masyarakat dan penegakan hukum. Karena sekali terinfeksi tidak hanya membahayakan diri tetapi juga membahayakan orang lain,” tambahnya.

WHO (World Health Organization) telah menetapkan enam syarat sebelum pemerintah menerapkan normal baru. Keenam syarat tersebut antara lain memastikan penularan penyakit terkendali, sistem kesehatan bisa mendeteksi, menguji, mengisolasi, serta menangani tiap kasus dan melacak tiap kontak. Di samping itu, harus ada jaminan langkah pencegahan di lingkungan kerja, seperti menjaga jarak, cuci tangan, dan etika saat batuk; mencegah kasus impor Covid-19; serta memastikan warga memiliki kesadaran dan berpartisipasi dalam masa tersebut. Ini artinya, pemerintah baik pusat maupun atau daerah harus menyiapkan fasilitas kesehatan yang memadai. Tanpa itu, peningkatan kasus akan terus terjadi.

Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Perekonomian akan menerapkan protokol baru dalam berkegiatan di luar rumah yang terus dilanjutkan walaupun PSBB mulai dilonggarkan meliputi: (i) Memastikan membersihkan tangan dengan sabun dan air bersih; (ii) Menggunakan masker saat beraktivitas di luar rumah; (iii) Menerapkan physical distancing (1.5-2 m); (iv) Isolasi mandiri jika terpapar kasus positif dan sakit; dan (v) pengecekan suhu tubuh ketika akan masuk ke kantor/gedung.

Tampaknya semua pihak harus terus memelototi data angka penyebaran virus Covid-19 sembari terus tetap menjaga protokol di era normal baru.

Tentang Penulis

Ahmad Lukman A.

Berpengalaman menjadi wartawan sejak tahun 2000 dimulai dengan bergabung di Majalah Panji Masyarakat. Lalu, melanjutkan karir di media berbasis teknologi mobile. Lulus dari S2 Ilmu Komunikasi UI dan memiliki antusiasme pada bidang teknologi dan komunikasi.

Tinggalkan Komentar Anda

Discover more from PANJI MASYARAKAT

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading