Aktualita

Memperingati Mitos 20 Mei

Boedi Oetomo, meskipun dibentuk untuk cita-cita kemajuan, ia menjadi bagian dari struktur kekuasaan kolonial. Tidak mencita-citakan kemerdekaan, dan lingkupnya hanya orang Jawa. Masih relevankah dianggap sebaai awal kebangkitan nasional?

Lebih satu abad lalu, rakyat negeri ini berjuang mewjudkan suatu bangsa yang besar dan kuat – bangsa yang bersatu, bukan bangsa yang bercerai-berai – yang ditandai dengan berdirinya Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908.

Hari ini, 112 tahun kemudian, kita kembali ditantang untuk mewujudkan solidaritas sosial, semangat gotong-royong dan persaudaraan  sejati, untuk bersama-sama mengatasi pandemi Covid-19.

Tidak syak lagi,  itu adalah unggahan Presiden Joko Widodo di akun FB-nya, menyambut Hari Kebangkitan Nasional.  Presiden berupaya merelevankan peristiwa 20 Mei 1908 yang dipelopori Soetomo, Goenwan Mangoenkoesoemo dan Soeradji, atas saran Dokter Wahidin Soedirohoeosodo, itu dengan situasi kita sekarang yang sedang dicengkeram wabah virus corona. Usaha semacam ini juga pernah dilakukan oleh ‘Bapak-bapak Pendiri Bangsa’ ketika menghadapi kekuatan kolonial Belanda yang ingin kembali berkuasa di Indonesia.       

Waktu itu, di tengah kecamuk revolusi,  untuk kedua kalinya hari lahir Budi Utomo diperingati pada 20 Mei 1948. Bung Karno, Bung Hatta, dan beberapa menteri ikut merayakan. Seperti  di katakan Sejarawan Taufik Abdullah, mereka seolah ingin mengatakan bahwa kita berjuang demi kemerdekaan ini tidak cuma tiga tahun tapi sudah 40 tahun. Karena sudah berjuang 40 tahun itulah kita harus menang. Dan mitos pun diciptakan bahwa perjuangan nasional itu sudah sejak  lama. Maka, sejak tahun 1950, kata sejarawan yang pernah menjabat ketua LIPI itu, bangsa Indonesia sudah melaksanakan secara teratur peringatan Kebangkitan Nasional. Tanpa pernah merenungkan kembali apa sesungguhnya yang terjadi waktu itu. Padahal apa yang disebut Hari Kebangkitan Nasional tanggal 20 Mei itu, kata Taufik Abdullah dalam sebuah wawancara dengan majalah Panji Masyrakat, adalah murni mitos.

Bayangkan, ada beberapa anak sekolah, kata Taufik,  berkumpul dan berjanji membuat sebuah organsasi bernama Boedi Oetomo. Yang dimaksud Taufik, ya Soetomo dkk, mahasiswa  STOVIA itu. Beberapa bulan kemudian, organisasi yang mereka didirikan itu, pada Oktober 1908 menyelenggarakan kongres, yang ternyata di dalam kongres itu  anak-anak sekolah tadi tersingkir. Boedi Oetomo lantas dikuasai oleh para priyai, dan sejak itu Boedi Oetomo sudah menjadi bagian dari struktur kekuasaan. Selain lingkupnya hanya orang Jawa, cita-cita organisasi ini pun hanya satu, yaitu kemajuan. Tidak ada cita-cita kemerdekaan. Benar, setelah merdeka, bangsa Indonesia ingin melawan keterbelakangan dan kemiskinan juga. Tetapi, bedanya, keterbelakangan dan kemiskinan itu kita anggap sebagai  akibat kolonialisme.

Menurut Taufik Abdullah, Soekarno adalah orang terhebat dalam menciptakan mitos ketika ia tidak menjelaskan banyak hal secara rasional. Mitos-mitos ciptaan Soekarno antara lain bahwa Indonesia dijajah Belanda selama 350 tahun. Padahal banyak daerah-daerah lain yang bebas dari Belanda, bahkan Aceh baru bisa ditaklukan pada tahun 1904. Begtu pula sebagian daerah di Sulawesi. Dan sejak tahun 1945 sampai tahun 1966-1967, Seoekrno selalu melihat musuh dari luar, dengan membagi dunia menjadi Oldefos dan Nefos. Dan setiap apa pun yang dilakukan oleh Oldefos patut dicurigai.

Mitos, sebagai glorifikasi peristiwa historis memang diperlukan, karena dengan mengingat peristiwa itu muncul rasa haru  dan bangga. Tetapi, seperti diingatkan Taufik Abdullah, mitos justru tidak pernah menyelesaikan suatu masalah. Apalagi jika mitos itu dibangun tanpa rasionalitas seperti Hari Kebangkitan Nsional yang ditetapkan tanggal 20 Mei itu. Masihkan mistos ini terus diperingati, dirayakan, seraya mencari-cari relevenasi atau keterkaitannnya dengan peristiwa-peristiwa yang terus berubah?

About the author

Avatar photo

A.Suryana Sudrajat

Pemimpin Redaksi Panji Masyarakat, pengasuh Pondok Pesantren Al-Ihsan Anyer, Serang, Banten. Ia juga penulis dan editor buku.

Tinggalkan Komentar Anda