Wabah Corona berhasil mengguncang kehidupan manusia, bahkan membuat kita semua cemas. Padahal setiap kita merindukan kehidupan yang bahagia lahir dan batin. Bagaimana kita menghambur dalam pelukan kasih sayangNya, pada masa-masa penuh ketidakpastian seperti sekarang?
Ada dua kejadian besar dan penting yang kini sedang kita alami sekaligus, yakni pageblug Corona dan puasa Ramadhan. Virus Corona yang menyerang penduduk dunia sejak akhir 2019, telah membuat sebagian besar kita di Indonesia lebih banyak mengkarantina diri di rumah hampir dua bulan, disusul dengan puasa Ramadhan semenjak 24 April lalu.
Virus Corana, makhluk Allah yang tak bisa dilihat dengan mata telanjang, berukuran super kecil dengan diameter 125 nanometer atau 0,125 mikrometer (satu mikrometer samadengan 1.000 nanometer), berhasil mengguncang kehidupan manusia, bahkan membuat kita semua cemas. Padahal setiap kita merindukan kehidupan yang bahagia lahir dan batin.
Hidup itu sendiri, sunatullahnya adalah dinamis, jatuh bangun dan pasang surut. Ada orang yang sejak muda saleh dan kaya raya, hari tuanya bahagia, ternyata di akhir hayatnya terjebak dalam kehinaan, menderita lahir batin, dan tak punya waktu untuk bertobat, su’ul khotimah, naudzubillah.
Orang lain sejak muda sudah bergelimang dosa, pada usia tua kenakalannya menjadi-jadi, eh, pada bagian akhir episode hidupnya memperoleh hidayah Allah, hidup khusyu dan meninggalkan dunia fana dengan tenang diiringi ridha Tuhan, husnul khotimah.
Setiap kita tiada yang mampu menjamin bagaimana akhir karier dan perjalanan hidup kita, husnul atau su’ul khatimah. Yang kita tahu dan yakini adalah Allah mendengarkan doa hamba-hambaNya. Allah antusias menyongsong hamba-hambaNya yang berusaha mendekat kepadaNYa.
Bagaimana kita mendekat, menghambur dalam pelukan kasih sayangNya, pada masa-masa penuh ketidakpastian seperti yang kini tengah kita alami? Penulis teringat arahan MbahYai atau Puang Kyai Prof.Ali Yafie, yang kemudian sempat kami jadikan kegiatan bulanan pada dasawarsa 2000an, yakni melakukan Spiritual Journey, Siyahah Ruhiyyah atau perjalanan spiritual.
Ada lima hal yang akan dicapai dengan Spiritual Journey : (1). Menyegarkan jiwa, mensyukuri nikmat Tuhan; (2). Mawasdiri, merenungkankesalahan dan dosa-dosa masa lalu; (3). Muhasabah, kalkulasi diri, apa yang telah kita perbuat dan apa yang masih terhutang ; (4). Merebut peluang yang tersisa, mengorganisir diri melakukan kebajikan di hari tua; (5). Mengejar ketinggalan, membayar hutang, menebus yang tergadai, memohon ampunan Allah.
Bagaimana kita dapat mencapai tujuan-tujuan tersebut? Marilah kita mulai di separuh akhir Ramadhan ini, dengan melakukakan kebiasaan sebagai berikut:
Tahadduts bin ni’mah
Renungkan dan ungkapkan pengalaman hidup, catat apa yang telah dirasakan sebagai karunia Tuhan dalam hidup, pengalaman apa saja yang dirasakan sebagai perjuangan berat, apa yang dipandang sebagai “kebetulan” atau nasib baik, apa yang disesali karena kurang sabar. Juga pengalaman pahit apa yang berkepanjangan dan berujung jadi manis, dan apa yang dirasa masih terhutang lantaran belum bisa mengerjakan.
Muhasabah
Tafakur, merenungkan tentang apa-apa yang telah diberikan oleh Tuhan dan oleh pihak-pihak lain kepada kita, sekaligus mengingat-ingat kewajiban dan tugas apa yang belum dilaksanakan, baik kepada mahkluk, kepada orangtua, kerabat dan sesama manusia, lebih-lebih kepada Tuhan. Korek kembali, barangkali ada hak-hak orang lain yang tertahan di dalam diri kita atau terambil oleh kita.
Selanjutnya berhitunglah, adakah sudah sebanding antara yang sudah kita terima dengan kewajiban yang telah kita tunaikan. Adakah kita merasa tenang karena semua yang ada pada kita memang merupakan hak kita, ataukah kita tidak tenang karena ada hak orang lain dan masyarakat yang kita ambil secara tidak syah, dan kita belum sempat mengembalikannya. Sanggupkah kita menutup mata pura-pura tidak tahu? Sanggupkah kita mempertanggungjawabkan di depan Tuhan kelak?
Materi muhasabah diformat sebagai daftar pertanyaan yang harus dijawab sendiri.
Meluruskan kompas kehidupan
Sesudah itu cobalah berbincang-bicang dalam hati tentang makna khalifah fil ard, wakil sekaligus utusan Allah di muka bumi. Apa fasilitas yang dimiliki, apa kewajiban dan bagaimana tanggungjawabnya? Bagaimana bekerja keras dalam usaha dan tawakal dalam menerima hasil? Bagaimana amar ma’ruf nahi munkar, bagaimana bertauhid dalam ibadah dan kehidupan sehari-hari? Cobalah untuk menegakkan yang haq, melawan yang batil serta menghindari syirik chafi. Yakni ketakutan kita pada kesusahan hidupan dunia mengalahkan ketakutan kita kepada Allah, mengorbankan ketaatan kita pada Allah Swt dan Rasulullah Saw.
Berpegangteguhlah pada firmanNya: “Katakanlah, jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, isteri-isterimu, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu peroleh, perniagaan yang kamu khawatir merugi dan tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tungguhlah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak akan memimpin kaum yang melewati batas.” (Attaubah: 24).
Sahabatku, marilah kita hindari atau kita bangun tekad perlawanan kita untuk menghancurkan berhala-berhala modern, berupa berbagai pesona dunia seperti pangkat dan kekuasaan, gelar, harta benda serta aneka kenikmatan dunia lainnya yang mengalahkan ketaatan kita pada Allah dan Kanjeng Nabi Muhammad. Mengapa? Karena berhala modern yang seperti itu jelas-jelas menjerumuskan dan merusak ketauhidan kita sebagaimana peringatan ayat di atas.
Janganlah kita termasuk golongan orang-orang yang cepat merasa puas dengan hanya melaksanakan kesalehan formal seperti melaksanakan salat, menjalani puasa dan tarawih di bulan Ramadhan, membayar zakat, berhaji dan umroh setiap tahun, serta berbaju taqwa, berkopiah putih. Tetapi sementara itu kita tidak berani menghindari larangan Allah, khususnya yang bersifat pesona dunia seperti haus harta benda dan kekuasaan, haus pujian dan sombong, sehingga tega menghalalkan segala cara, bergunjing, berbohong, tidak menepati janji serta menganggap enak perbuatan riswah, suap menyuap dan korupsi. Lupa pada tugasnya selaku khalifah fil ard dalam mewujudkan rahmatan lil alamin, bahkan melanggarnya dengan merusak tatatan alam rayaNya, menggempur gunung, mengaduk bukit menguras lembah. Tak berani menarik garis tegas antara haq dan batil, antara halal dan haram. Naudzubillah.
Munajat malam
Akhirilah “perjalanan spiritual” kita dengan bermunajat di sepertiga malam yang terakhir, yang diawali dengan membuat resume atau ikhtisar atas renungan-renungan sebelumnya. Tutuplah dengan memohon ampun dan pertolongan dari Allah Yang Mahapengampun lagi Mahapengasih. Allahumma amin berkah dan husnul khatimah.
[…] Spiritual Journey Menghambur Dalam Pelukan Allah […]