Ads
Tasawuf

Ridha Allah, Sakinah, dan Salam (Bagian 2)

Mawaddah wa rahmah merupkan cinta tingkat menengah dan tingkat tinggi. Cinta yang elementer yaitu cinta erotik (erotic love), yang  dalam Quran disebut hubbusy syahawat,  tidak disebutkan, karena peranannya untuk memperoleh sakinah sedikit sekali.

Dari istilah maskan itu juga lahir kata sakinah. Hidup berkeluarga itu, pengalaman kebahagiaan tertingginya disebut sakinah. Dan sakinah itu menurut Quran bukan pengalaman jasmani dan nafsani, tetapi rohani. Keluarga yang mendapat sakinah tidak dapat menggambarkannya kepada orang lain, karena itu sesuatu yang sangat personal, krena semua pengalaman rohani itu personal.

Ada firman Allah SWT: Wamin aayaatihi an khalaqa lakum min anfusikum azwaja. “Dan di antara tanda-tanda kebesaran Allah adalah bahwa Dia telah menciptakan dari kalanganmu sendiri jodoh-jodohmu.”  Untuk apa? Litaskunuu  ilaiha, “supaya kamu mendapat sakinah dengan jodoh-jodoh itu.” Waja’ala bainakum mawaddah wa rahmah, “dan Allah menjadikan di antara kamu mawaddah wa rahmah.” Inna fi dzalika la-aayatin liqaumin yatafakkarun, “sesunguhnya dalam itu terdapat tanda-tanda bagi orang yang berpikir.” (Q. 30:20).

Mawaddah wa rahmah adalah istilah-istilah Arab yang menggambarkan cinta, yang merupkan cinta tingkat menengah dan tingkat tinggi. Jadi cinta yang elementer tidak disebutkan, karena peranannya untuk memperoleh sakinah sedikit sekali – yaitu cinta biologis. Cinta erotik (erotic love), yang  dalam Quran disebut hubbusy syahawat. Zuyyina linnasi hubusy syahawat, “dihiaskan kepada manusia cinta syahawat.” (Q. 3:14). Dihiaskan di sini berarti ada sesuatu yang baik, sama saja denganmakan dan minum. Begitu juga hubungan suami-istri secara fisik adalah baik, dan itu disebut perhiasam hidup di dunia.

Hubbusy syahawat adalah titik temu semua binatang yang hidup. Ia tingkat jasmani (biologis).  Sedangkan yang membawa kepada sakinah itu mawaddah, yaitu cinta kasih antara suami dan istri, juga antara sesama manusia, atas  dasar kemanusiaan itu sendiri (cinta kearifan). Ini yang di dalam bahasa Yunani disebut philos. Kalau kita sudah sampai kepada philos  love, kita sudah lebih tinggi daripada binatang.

Kemudian, sakinah yang surgawi itu baru diperoleh bila kita sudah meningkat pada rahmah. Rahmah ini cinta Ilahi, cinta transendental. Cinta rohani, cinta meniru sifat Allah SWT. Bahkan cinta-cinta ini   seperti yang disampaikan Nabi Isa a.s., yang ditugaskan mengajarkan kepada manusia, disebut agape. Cinta agape ini bisa dilihat dari pidato Nabi Isa dalam sermon from the hill, khutbah dari bukit, yaitu bukit Zaitun. Karena itu Allah bersumpah, Wattiini wazzaituuni, waturisiniina  wahadzal baladil amiin (“Demi tin, demi zaitun, demi Tursina, dan negeri yang aman ini”). (Q. 95:1-3). Itu simbolisasi dan kontinuitas agama. Bersambung.      

Penulis: Prof.  Dr. Nurcholish Madjid (1939-2005). Sumber: Majalalah Panjimas, 13-25 Desember 2002. Almarhum yang biasa dipanggil Cak Nur adalah pendiri dan rektor pertama  Universitas Paramadina, Jakarta. Peraih Ph.D dari Universitas Chicago (AS) ini guru besar UIN Syarif Hidayatullah,  Jakarta, tempat ia menyelesaikan sarjana S1, dan peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Tentang Penulis

Panji Masyarakat

Platform Bersama Umat

Tinggalkan Komentar Anda