Serial tulisan testimonial di panjimasyarakat.com ini didedikasikan untuk mendokumentasikan dan membagikan pengalaman baik dari berbagai tempat dan latar belakang penulis untuk saling menguatkan dalam menghadapi wabah Virus CORONA COVID-19.
Kami tunggu partisipasi Anda, kirim tulisan via WA 0895616638283 atau email panjimasyarakat.com@gmail.com
–Pemimpin Redaksi
CIGUDEG, BOGOR BARAT — Kaget, sedih, kecewa, bingung, bimbang serta campur aduk perasaan saya begitu mengetahui keputusan Pimpinan Pesantren Darunnajah 2 Cipining, Bogor untuk memulangkan seluruh santri ke rumah masing-masing. Meskipun akhirnya secara pelan namun pasti, saya segera menyadari bahwa pilihan pahit itulah opsi terbaik yang harus diambil. Terlebih keputusan tersebut didasarkan kepada hasil musyawarah Pengurus Yayasan Darunnajah berpusat di Ulujami, Jakarta Selatan. Ini juga menaati edaran dari Dinas Pendidikan dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor.
Untuk mengatur perpulangan 2.000-an santri dalam waktu mendadak dan mendesak, maka pengurus pesantren yang terdiri dari para kepala biro, kepala asrama, kepala sekolah dan kepala bagian segera berkoordinasi. Ini terkait penyampaian informasi kepada wali santri, penjemputan santri, pengaturan parkir alat transportasi hingga menunjuk beberapa santri kader militan dan guru yang harus tetap berada di pesantren. Guna menjaga keamanan, kebersihan dan kesejahteraan.
Ya, Senin pagi hingga siang, 16 Maret 2020 para wali santri berdatangan menjemput putra-putri kesayangan dan kebanggan mereka. Seketika suasana pesantren mendadak menjadi sepi ditinggal para santri. Saya dan juga dewan guru yang masih tinggal di asrama, rumah dinas atau rumah pribadi di sekitar pesantren merasakan perubahan suasana dratis. Terlebih kebijakan phisycal distancing juga diberlakukan di pesantren.

Dalam hal salat berjamaah lima waktu dan salat Jumat, ada sebagian guru yang tidak melakukannya karena mengikuti fatwa atau himbauan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat dan keputusan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, yang menetapkan Kabupaten Bogor sebagai salah-satu red zone (zona merah).
Namun sebagian besar guru termasuk pimpinan pesantren tetap melakukannya. Karena menilai, Kampung Cipining Desa Argapura Kecamatan Cigudeg yang berada di Bogor Barat masih dalam kondisi green zone (zona hijau). Sehingga ‘illah (sebab) untuk meniadakan salat berjamaah dan salat Jumat menjadi tidak berlaku.
Di sinilah saya belajar lebih memahami dan menghayati betapa indahnya ajaran toleransi antar umat Islam. Terlebih hal ini masih dalam wilayah Ijtihad Fiqh. Mengingat para santri berada di rumah dan amanah pendidikan tidak boleh diabaikan, maka saya dan guru-guru segera mengikuti arahan Biro Pendidikan untuk mengadakan Proses Belajar Mengajar (PBM) secara daring.
Ustadz Deni Rusman adalah salah-satu guru sekaligus Pemimpin Redaksi Warta Darunnajah (WARDAN) dan boleh dibilang master dalam teknologi informasi dan komunikasi membuat panduan Belajar Online untuk guru dan santri. Jadilah saya dan para guru mulai mengajar para santri melalui Google Clasroom dan Google Hangout Meet. Bahkan untuk Google Hangout Meet ini juga digunakan untuk Musyawarah Pengurus Pesantren bersama Pimpinan Pesantren setiap Selasa pagi dan sosialisasi seluruh guru 260 orang setiap Rabu siang.
Para santri yang ketika di pesantren dilarang menggunakan gawai, maka pada kondisi ‘Hari-Hari Corona’ ini harus memanfaatkannya untuk belajar daring. Ada juga yang menggunakan laptop. Syukurlah para santri terbiasa cepat beradaptasi. Bahkan santri kelas nihai (XII MA/SMK) juga mengikuti Bimbingan Belajar dan Ujian Akhir Pesantren secara online.
Para santri juga menggunakan video call untuk menyetorkan Hafalan Al Qur’an, Hadits, Mahfudzat dan Do’a-do’a Ibadah Amalia kepada guru pembimbingnya. Pendek kata, meskipun dalam suasana musibah Corona ini namun para guru dan santri tidak berhenti dalam Tholabul ‘Ilmi (mencari ilmu).
Adapun untuk Sholat Jum’at pada tanggal 3 April 2020 Bapak Pimpinan Pesantren memutuskan tidak melaksanakannya di Masjid Jami’ pesantren, mengingat sudah ada info warga yang menjadi suspect Corona di salah-satu perumahan di Parung Panjang 20 kilometer jaraknya dari pesantren. Pada situasi ini saya belajar bagaimana mengaplikasikan fleksibilitas (murunah) dalam hukum fikih ibadah.(*)