Orang yang banyak sedekah paling mudah mendapat magfirah dari Allah. Khususnya kepada anak yatim. Mengapa? Begitu pula dengan zikir, beramai-ramai maupun di tampat hening sunyi.
(3,4) Sedekah dan Majelis Zikir
Ada hadis yang mengatakan, “Hendaklah kamu saling bersedekah untuk mengikat silaturahim.” Sedekah (dalam arti pemberian apa pun) bisa kepada tetangga, teman, saudara, atau siapa pun yang butuh. Jadi orang yang banyak sedekah paling gampang mendapat maghfirah dari Allah. Apalagi kalau kita bersedekah kepada anak-anak yatim, turut menanggung makan mereka, sekolah mereka, masa depan mereka, maupun para fakir miskin. Karena doa anak yatim, khususnya, didengar Allah.
Begitu pula menghadiri majelis zikir, membaca Alquran bersama-sama, atau majelis taklim. Dan kita luaskan lagi ke diskusi-diskusi keagamaan yang ikhlas. Sejajar dengan itu adalah ber-uzlah, menyepi, dan berkontemplasi di tempat-tempat sunyi dan hening. Ini semua dalam rangka penghapusan dosa. Hasan al-Banna, pendiri Ikhwanul Muslimin di Mesir (1928), menghimpun wirid dan doa yang dikutip dari Nabi dalam satu naskah kecil Al-Ma’tsurat (Zikir-zikir Warisan), terdiri dari porsi besar dan porsi kecil (wazhifah kubra dan wazhifah shugra) untuk dibaca sendiri atau bersama-sama di tiap pagi dan sore.
Hasan al-Banna mempraktikkan cara-cara para pemimpin tarekat atau kelompok-kelompok selawat. Semuanya bagus – kecuali ada yang membelokkan maksudnya menjadi untuk mendapat keuntungan duniawi. Kalau begitu ibadah kita menjadi sama saja dengan praktik keberagamaan kalangan Cina (subkultur, bukan ras) yang bersedia melakukan apa saja – di kelenteng, di patung Maria di Sendangsono, di kuburan wali, asal tokinya laris. Motivasi kita menjadi bukan ibadah, bukan akhirat, dan justru menambah dosa, bukan menebus dosa. Bersambung
Penulis: Syu’bah Asa; Sumber: Panjinas, 09-22 Januari 2003
