Sembahyang Islam bukan sembahyang Arab. Mana ada sembahyang di Arab seperti salat, sebelum Islam. Tapi di mana nikmatnya salat model cepat, dengan hanya dua bacaan dan dua ucapan?
Coba tanya saudara-saudara yang Kristen bagaimana Nabi Isa atau Yesus sembahyang, pasti mereka mengatakan tidak tahu. Bukan membikin tanda salib. Itu ‘kan sembahyangnya orang-orang Kristen setelah Nabi Isa mereka percayai disalibkan. Sembahyang Yesus sendiri, bagaimana? Agama-agama yang lebih kuno, seperti Konghucu dan Budha-Budha itu, sebagian masih memelihara sujud mereka.
Itu pula sebabnya tidak bisa dikatakan bahwa sujud itu cara Arab, atau sembahyang Islam itu sembahyang Arab. Mana ada sembahyang di Arab seperti salat itu, sebelum Islam.Kini giliran kita bicara tentang salat yang banyak sujudnya. Abu Dzarr al-Ghifari r.a., sahabat Nabi s.a.w., pernah melakukan salat sunah mutlak yang rakaatnya dia tidak hitung. Bisa sampai 100 rakaat dengan hanya satu tahiyat di rakaat terakhir. Orang bertanya kepadanya, “Bapak, Bapak mengakhiri salat di rakaat genap atau gasal?” Jawabnya, “Kalau saya tidak tahu, Allah kan tahu.” Nah, salat yang begini biasanya (tapi tidak selalu) salat yang cepat, dengan sujud yang banyak. Rasulullah juga pernah salat qabliyah subuh begitu cepatnya, sampai-sampai Aisyah mengatakan, “Saya nggak tahuRasulullah baca Fatihah atau tidak (tentu saja baca).”
“Salat selalu membawa bahagia. Ia kendaraan kita yang sangat penting, juga untuk penghapusan dosa.”
Salat model cepat punya kenikmatannya sendiri. Kita hanya harus baca dua bacaan, yaitu Fatihah di tiap rakaat dan sekali tahiyat akhir, serta dua ucapan: takbir pertama dan salam. Selanjutnya, bebas, bisa tanpa ucapan apa pun. Kita juga bebas dari menghitung jumlah rakaat, atau kapan harus duduk, dan akibatnya kita bisa menurutkan perasaan kita, bisa menangis, bisa seakan-akan menari, karena bergerak cepat, bisa bermikraj bersama para malaikat ke bawah Arasy (sabda Nabi, “Salat adalah mikrajnya orang mukmin”), sampai kita turun ke bawah bumi, duduk, dan mengucapkan salam sejahtera kepada manusia, malaikat, dan seluruh makhluk, menengok ke kanan, menengok ke kiri.
Salat selalu membawa bahagia. Ia kendaraan kita yang sangat penting, juga untuk penghapusan dosa.
Bersambung.
Penulis: Syu’bah Asa; Sumber: Panjimas, 09-22 Januari 2003.