Tasawuf

Yang Menghapus Dosa dan Menurunkan Magfirah (Bagian 1)

Minimal kita harus hidup bersih dalam hal rezeki, agar doa kita mantap dalam permohonan ampun. Tapi kemantapan itu juga juga bisa didapat bila kita benar-benar ingin meninggalkan dosa.

Ada tujuh cara menghapus dosa dan menurunkan maghfirah (ampunan Allah). Anda mungkin berkata, cara apa lagi, selain bertobat? Memang, tapi bertobat itu bukan hanya minta ampun secara lesan. Sebuah hadis Nabi s.a.w. mengajarkan, “Sungguh amalan-amalan baik itu melenyapkan amalan-amalan buruk”, demikian pula firman Allah dalam Alquran (11:114). Lalu apakah amalan-amalan baik yang menghapus dosa itu?

Judul yang kita pakai untuk tulisan ini, “Yang Menghapus Dosa dan Menurunkan Magfirah”, kita pinjam dari sebuah bab dalam buku Meraih Ampuan Ilahi, terjemahan dari karangan Jamilah Al-Mashry (terbutan Serambi Press, Jakarta). Ini menarik perhatian kita dari segi sistematika permasalahannya, yakni formulasinya yang menyangkut cara-cara yang harus dilakukan untuk menebus dosa.  Cara-cara ini kita bicarakan – tanpa kewajiban untuk terikat pada uraian buku, atau dengan kata lain, kita pakai polanya saja, supaya kita jangan hanya mengulang isi buku.

  1. Doa, Istigfar, dan Tauhid

Dalam pembahasan masalah doa, ada topik kecil tentang pengharaan di dalam doa. Memang, Rasulullah s.a.w. mengagjar kita untuk selalu bisa opimistis dalam berdoa. Ada sabfda beliau yang tidak dimuat buku ini, “Ud’ullaha wa antum muqimuna bil ijabah.” Artinya, “Berdoalah kepada Allah sambiil merasa yakin doamu akan dikabulkan.”

Itu tidak gampang. Sebabadahal-hal kejiwaan yang bisa mendukung dan bisa pula menghalangi keyakinan, atau kemantapan kita, akan  terkabulnya doa kita.dan hal-hal kejiwaan itu umumnya berhubungan dengan amal-amal kita sendiri. Yang paling penting: kalau kita merasa dirii kita bersih, kita mantap dalam berdoa. Jadi, ajaran Nabi untuk selalu yakin dalam berdoa kalau begitu berarti ajaran untuk lebih dahulu hidup bersih.

Tapi bagaimana hidup bersih, kalau kita justru merasa kotor dan ingin bertobat? Kalau begitu, kita harus hidup bersih di luar dosa yang sudah telanjur kita lakukan. Rasulullah memberi contoh yang sangat penting: orang yang makan rezeki yang haram , jangan mengharap doanya dikabulkan (dan biasanya juga tidak mampu berdoa dengan jujur), meskipun mungkin ia sengaja diulur Allah , sengaja dibiarkan berlarut-larut dalam dosa.

Kalau begitu, minimal kita harus hidup bersih dalam hal rezeki, agar doa kita mantap dalam permohonan ampun. Tapi kemantapan itu juga juga bisa didapat bila kita benar-benar ingin meninggalkan dosa – dan menyesal – dan berikrar tidak megulangi lagi. Kita sendirilah yang mampu mengukur perasaan kita, sebelum dan waktu berdoa, mengukur siapakah diri kita, dan bagaimana sebaiknya. Bersambung

Penulis: Syu’bah Asa;  Sumber: Panjimas, 09-22 Januari 2003   

About the author

Panji Masyarakat

Platform Bersama Umat

Tinggalkan Komentar Anda