Murid Kiai Hasyim Asy’ari ini lebih memilih sistem madrasah ketimbang pesantren. Ia juga dikenal dekat dengan kekuasaan.
Kiai Haji Anas Mahfudz adalah guru para kiai di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Ia murid K.H. Hasyim Asy’ari, pendiri Pesantren Tebuireng dan Nahdlatul Ulama. Ia mendapat pujian dari Hadratusy Syekh sebagai salah seorang santri yang masuk kategori alim dan cerdas. Terkadang di saat K.H. Hasyim sedang berhalangan, Anas Mahfudz didaulat menjadi badal (pengganti) mengajar para santri.
Sebagai salah seorang murid Hasyim Asy’ari, pada tahun 1934 bertepatan dengan Muktamar NU ke-24 di Banyuwangi, bersama-sama para kiai yang lain, K.H. Anas Mahfudz mendirikan NU Cabang Lumajang. Peresmiannya kala itu dibuka langsung oleh Rois Akbar K.H. Hasyim Asy’ari dan Katib Syuriah K.H. Wahab Hasbullah. Pengurus periode pertama NU Cabang Lumajang saat itu Rois Syuriah dipegang oleh K.H. Ghozali Gambiran dengan Ketua Tanfidz K.H. Zen bin Idris, sedangkan K.H. Anas Mahfudz menjabat sebagai sekretaris. Pada periode ke-2, K.H. Anas Mahfudz naik menjadi ketua. Dan pada periode ke-3 sejak tahun 1950 sampai akhir periode ke-12 (1984) ia dipercaya penuh menempati kedudukan Rois Syuriah .
Berbeda dengan kebanyakan kiai yang cenderung menjaga jarak dengan kekuasaan, Kiai Anas Mahfudz justru stampil sebagai aktor politik. Ia terlibat langsung dan bersinergi dengan penguasa. Pada pemilihan umum pertama (1955), ia terpilih menjadi anggota Konstituante sampai dibubarkan oleh Presiden Soekarno pada 1959. Ia juga menjabat sebagai ketua Pengadilan Agama Lumajang beberapa tahun, bahkan ketika itu kantor Pengadilan Agama Lumajang menempati rumah tinggalnya di Jalan Alun-alun Timur Lumajang.
Anas Mahfudz lahir di Lumajang pada tahun 1907. Silsilah keluarganya bertemu dengan Syarif Hidayatullah, atau yang terkenal dengan Sunan Gunung Jati, salah seorang dari sembilan wali penyebar agama Islam di Pulau Jawa. Ayahnya adalah K.H. Zen bin Idris, seorang pendatang dari Pasuruan. Mula-mula, Kiai Zen bekerja sebagai seorang buruh tani yang bertugas menggarap dan menjaga sawah milik beberapa orang petani. Atas kerja keras dan ketekunannya, ia menjadi seorang petani sukses, sampai masyarakat seantero Lumajang mengenalnya sebagai salah seorang yang terkaya bersama seorang pengusaha keturunan Tionghoa yang menguasai perdagangan kala itu.
Anas Mahfudz mulai belajar agama kepada orangtuanya sendiri, lalu diteruskan kepada pamannya, K.H. Ghozali bin Abror Gambiran. Setelah itu ia belajar dari pesantren ke pesantren. Mula-mula ia mondok di Pesantren Tremas Pacitan, kemudian ke Pondok Pesantren Tebuireng. Dari pesantren Tebuireng ia meneruskan pengajiannya ke Pondok Pesantren Jamsaren Solo yang pada waktu itu tersohor sebagai pesantren yang memperkenalkan pemikiran-pemikiran modern. Kemudian ia melanjutkan pengembaraannya ke Mekah. Di Tanah Suci ia bermukim cukup lama sampai maraknya ajaran Wahabi yang didukung kekuatan militer Ibnu Su’ud yang berhasil merebut Hijaz pada tahun 1924 dan mendirikan Kerajaan Saudi Arabia pada tahun 1936.
Pada 1928 Kiai Anas Mahfudz, yang dikenal ahli fikih ini merintis Madrasah Nurul Islam. Mula-mula masyarakat bersepakat untuk mendirikan pondok pesantren untuk dia mengajar. Tetapi Kiai Anas kurang berkenan dan lebih senang mengasuh madrasah. Menurut dia, sistem klasikal madrasah yang mulai diperkenalkan sebagai sistem pendidikan baru kala itu lebih cepat mencetak kader-kader ulama dan tenaga pengajar yang bisa segera disebar ke pelosok-pelosok daerah. Di sini dapat diketahui bahwa Kiai Anas Mahfudz merupakan ulama yang berpikiran maju, meskipun dia senantiasa memberi respek kepada kiai-kiai lain yang tetap melestarikan sistem pendidikan pesantren. Selain memelopori sistem pendidikan klasikal madrasi, ia juga pernah menjabat dekan Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Ampel Cabang Lumajang yang dirintis oleh K.H. Amak Fadloli yang juga kemenakan dan alumnus Madrasah Nurul Islam, sebelum akhirnya pada tahun 1975 Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Ampel Cabang Lumajang itu dibubarkan.
Pada masa perang kemerdekaan, K.H. Anas Mahfudz menjadi figur pengayom dan pendorong semangat perjuangan para mujahid yang bertempur di medan perang. Diketahui bahwa pendirian pasukan Hizbullah Sabilillah di Lumajang juga tidak luput dari peran Kiai Anas Mahfudz. Sejak Belanda menduduki Lumajang, sejak saat itu pula dia berhijrah dan bahu-membahu dengan para pejuang berpindah-pindah tempat dengan terus memberikan semangat kepada para gerilyawan.
Waktu itu para ulama bersama para pejuang membentuk Markas Oelama Djawa Timur (MODT) di bawah pimpinan K.H. Anas Mahfudz dengan anggotanya Kiai Faqih Gambiran, Kiai Wiryasari, Kiai Madani, Kiai Masrap Kunir, dan lain-lain. Organisasi ulama ini bertugas memberikan motivasi dan daya juang dalam membela negara. Sedangkan, para muslimat pada waktu itu di bawah pimpinan Nyai Sa’idah, yang kemudian diperistri K.H. Anas Mahfudz, dengan tugas utama menyokong logistik dan dapur pejuang.
K.H. Anas Mahfudz wafat pada 1989. Ia dikebumikan di Pemakaman Umum Jogoyudan Lumajang. Namanya dikenang dan diabadikan sebagai nama masjid. Yakni Masjid Agung Lumajang Anas Mahfudz.