Sabda Nabi: “Allah tidak menurunkan di dalam Taurat, dalam Injil maupun Alquran yang seperti itu (Fatihah).” Menuut Qurthubi, keutamaan ini dari segi kandungan makna, bukan dari sifat atau segi mutunya.
Adapun golongan lain mengakui perbedaan-bedaan keutamaan itu. Misalnya, yang dikandung oleh firman Allah, “Adapun tuhan kamu adalah Tuhan yang Satu, tiada tuhan kecuali Dia, Maha Pemurah, Maha Pengasih”, dan ayat Kursi, atau akhir surah Al-Hasyr atau surah Al-Ikhlas yang berupa dalil-dalil wahdaniyat Allah dan sifat-sifat-Nya, itu tidaklah terdapat misalnya di dalam “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan binasalah dia” atau yang semacam.
“Pengutamaan itu disebabkan oleh kandungan makna yang ajaib dan kuantitasnya, dan bukan oleh sifat,” kata Qurthubi. Dengan kata lain, bukan lebih kurang dari segi mutu, tapi kandungan. Inilah yang benar. Di antara yang meyakini perbedaan keutamaan itu ialah Ishaq ibn Rahwaih dan beberapa ulama Ilmu Kalam lainnya. Itu pula pilihan Qadhi Abu Bakar ibn Al-A’rabi dan Ibnul Hishar. Dasarnya hadis Abu Said Al-Mu’alla, juga hadis Ubay ibn Ka’ab yang mengantarkan pengakuannya: “Berkata Rasulullah s.a.w. kepadaku, ‘Ubay, ayat apakah, dari kitab Allah yang ada padamu, yang paling agung?” Jawabku, ‘Allahuu laa ilaaha illa Hual Hayul Qaiyuum (Ayat Kursi)’.” Rasulullah membenarkan, (Riwayat Bukhari dan Muslim). Maka, kata Ibnul Hishar, “Ajaib sekali mereka yang menyebut-nyebut perbedaan sementara ada nas-nas itu.”
Ibnul ‘Arabi menerangkan masalah keunggulan itu dari jurusan lain. Nabi berabda, “Allah tidak menurunkan di dalam Taurat, dalam Injil maupun Alquran yang seperti itu (Fatihah).” Nabi menyebut ketiga-tiganya dan tidak yang lain-lain—seperti lembar-lembar Ibrahim, Zabur, atau lainnya. Mengapa? Ini sendiri sudah menunjukkan adanya keunggulan. Yakni, yang disebut itu lebih utama dan yang tidak disebut. Kemudian, jika sesuatu terhitung lebih utama dari yang utama, dia menjadi lebih utama dari semuanya. Seperti kalau Anda berkata: “Zaid itu ulama paling unggul”—berarti dia manusia paling unggul.
Lagi pula di dalam Fatihah terdapat hal-hal yang tidak terdapat di dalam yang lain—sehingga dikatakan bahwa seluruh Alquran ada di situ. Ia terdiri atas 25 kata (dalam bahasa aslinya) yang mengandung seluruh ilmu Alquran. Dan di antara bukti-bukti kemuliannya ialah bahwa Allah membaginya untuk Diri-Nya dan hamba-Nya. Tidak tercapai pula kedekatan dengan Allah tanpa surah ini. Dengan itu semua ia menjadi Ummul Quranil ‘Azhim (Induk Alquran yang Agung). Itu sama dengan bila Qul Huallahu ahad (surah Al-Ikhlash) menyamai sepertiga Alquran—mengingat bahwa Quran adalah tauhid, hukum-hukum, dan wejangan, sementara Qul Huallahu ahad tauhid seluruhnya (jadi, sepertinya).
Dengan makna itu, menjadi jelas pula sabda Nabi kepada Ubay, “Ayat apakah dalam Alquran yang paling agung?” Jawabnya, Allahu laa ilaaha illa Hual Haiyul Qaiyuum (Allah, tiada tuhan kecuali Dia, Yang Hidup, Yang Memelihara)”. Dia menjadi ayat paling agung karena dia seluruhnya tauhid. Sama dengan bahwa sabda Nabi “Yang paling utama dari yang aku ucapkan bersama nabi-nabi sebelum aku ialah Laa ilaaha illallaahu wahdahuu laa syariikalah” menjadikan ucapan itu zikir yang paling utama. Karena dia kata-kata yang melingkupi seluruh tauhid. Sementara itu Fatihah mengandung tauhid, ibadah, wejangan, dan peringatan masa lampau. (Qurthubi, Al-Jami’ li-Ahkamil Quran, I:109-111). Bersambung
Penulis: Syu’bah Asa (1941-2011), pernah menjadi Wakil Pemimpin Redaksi dan Asisten Pemimpin Umum Panji Masyarakat; Sumber: Panji Masyarakat, 29 Desember 1999