Tafsir

Tidak Ada yang Seperti Fatihah (Bagian 1)

Dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Pengasih

Segala puji bagi Allah, tuhan sekalian alam

Maha Pemurah, Maha Pengasih

Penguasa hari pembalasan

Hanya kepada-Mu kami menyembah, hanya kepada-Mu kami mohon pertolongan

Tunjukilah kiranya kami jalan yang lurus

Jalan mereka yang Kaulimpahi anugerah, bukan mereka yang kena murka dan bukan mereka yang sesat.

(Q. 1:1-7)

Sebagian orang yang berkata: ada tujuh huruf yang tidak ada di dalam surah Fatihah. Yaitu tsa’, jim, kha’, zai, syin, zha’, dan fa’. Sebabnya: huruf yang tujuh ini punya hubungan dengan azab.

Tsa’ (ts) menunjuk kepada tsubuur, kebinasaan: “Dan bila mereka dilemparkan ke tempat yang sempit di sana dengan terbelenggu, mereka di sana memanggil kebinasaan (tsubuur). Janganlah panggil kebinasaan yang satu; panggilah kebinasaan yang banyak!” (Q. 25:13-14). Adapun jim (j) adalah huruf pertama Jahanam. “Dan Jahanamlah perjanjian buruk mereka kesemuanya” (Q. 15:43).

Sementara itu kha’ (kh) punya konotasi dengan khizy (kehinaan). Q. 26:87; “Dan jangan kiranya Kauhinakan aku (tukhzinii) di hari mereka dibangkitkan.”  Juga zai (z) dan syin (sy) digugurkan, karena masing-masingnya huruf pertama zafiir dan syahiiq, embusan dan tarikan yang merintih. “Adapun mereka yang celaka maka di dalam neraka. Milik mereka di sana embusan dan tarikan nafas rintihan” (Q. 11:106). Digugurkan pula zha’ (zh), yang terdapat dalam firman-Nya:  “Tidak. Dialah api yang bergejolak (lazhaa).” Sedangkan fa’ (f) ditiadakan karena ia menunjuk kepada firaaq (perpisahan). “Dan di hari kiamat berdiri, di hari itu mereka terpisah-pisah” (Q. 30:12). Juga iftiraa’:  “Janganlah membuat-buat suatu dusta (tafarruu) terhadap Allah, lalu Dia membinasakan kamu dengan siksaan” (Q.20:61).

Razi, yang mencatatkan “penemuan” di atas sangat mempercayainya. Ia membuat ancang-ancang jawaban untuk mereka yang mungkin sekali akan berkata bahwa tidak satu huruf pun, dalam abjad Hijaiah, yang tidak pernah dipakai di dalam satu kata yang berhubungan dengan azab, dan karena itu “yang kamu sebutkan itu tidak ada gunanya.” Jawaban Razi: Allah Ta’ala memberi gambaran mengenai Jahanam dengan firman,  “Padanya tujuh gerbang. Untuk setiap gerbang dari mereka golonngan yang sudah dibagi” (Q. 15:44). Lalu Allah menghilangkan, demikian Razi, tujuh huruf, yaitu “huruf-huruf pertama yang menunjuk kepada siksa.” Itu sebagai peringatan bahwa, kata Razi, “Siapa saja yang membaca surah ini, mengimaninya, dan mengetahui hakikat-hakikatnya, ia aman dari lapis-lapis yang tujuh neraka Jahanam. Wallahu a’lam.” (Al-Fakhrur Razi, At-Tafsirul Kabir, I:184-185).

Tetapi sebenarnya para ulama berselisih paham mengenai hukum menganggap sebagian surah atau ayat lebih utama dari yang lain, seperti juga melebihkan penghormatan kepada sebagian nama Allah di atas nama yang lain. Satu golongan tidak mengakui adanya kelebihan seperti itu, dengan alasan semuanya kalam Allah. Demikian pula asma Allah Ta’ala—tidak berbeda-beda tingkatannya.

Yang berpendapat begitu misalnya Syekh Abul Hasan Al-Asy’ari, penegak teologi Asy’ariah kita, Qadhi Abu Bakr At-Thaiyib, Abu Hatim Muhammad Ibn Hibban Al-Busti, dan sekelompok fakih. Bahkan Imam Malik senada. Berkata Yahya ibn Yahya, “Mengutamakan sebagian Alquran atas sebagian yang lain merupakan kesalahan.” Bahkan Malik tidak menyukai perbuatan membiasakan hanya memakai sebagian surah atau mengulang-ulang hanya sebagian surah dan bukan yang lain. Golongan ini berkata, anggapan adanya yang lebih utama itu menertibkan perasaan adanya kekurangan pada yang kurang utama. Padahal, dilihat dari segi dzat, semuanya satu, yaitu sama-sama kalam Allah, sedangkan kalam Allah tidak mengandung kekurangan.

Yang berkeyakinan seperti itu mendapatkan problem ketika menghadapi hadis seperti “Tidak ada dalam ayat Taurat maupun Injil yang sebanding dengan Ummul Quran (Al-Fatihah)” (Panji, 15 Desember 1999). Al-Busti, misalnya terpaksa memutar artinya menjadi: “Allah tidak memberi pahala kepada pembaca Taurat dan Injil sebesar pahala pembaca Ummul Quran.” Ini sejalan dengan kenyataan bahwa Allah, dengan karunia-Nya, mengutamakan umat ini di atas umat-umat lain, dan memberikan kepada umat ini keutamaan dari membaca kalam-Nya. Itu berarti keutamaan yang diturunkan-Nya dari pihak-Nya kepada umat ini. Demikian pula mengenai penanaman Fatihah oleh Rasulullah sebagai “surah paling agung”. Yang dimaksudkan ialah pahala—bukan bahwa sebagian Quran lebih utama dari sebagian yang lain. Bersambung

Penulis: Syu’bah Asa (1941-2011), pernah menjadi Wakil Pemimpin Redaksi dan Asisten Pemimpin Umum Panji Masyarakat; Sumber: Panji Masyarakat, 29 Desember 1999

About the author

Panji Masyarakat

Platform Bersama Umat

Tinggalkan Komentar Anda