Wejangan keempat, kelima dan keenam Serat Wirid Hidayat Jati yang akan kita kaji lebih lanjut ini merupakan satu kesatuan, yang apabila berdiri serta diamalkan sendiri-sendiri tidak akan banyak faedahnya. Ketiga wejangan ini penuh kontroversi, banyak versi dan penafsiran, serta penuh aura mistis yang oleh orang-orangtua zaman dulu, tidak boleh diajarkan secara sembarangan, harus bertahap bahkan dengan syarat-syarat yang cukup berat. Ingin tahu?
Inti hakikat wejangan yang menggambarkan kedudukan atau singgasana Gusti Allah di dalam diri manusia itu, diuraiakan mengikuti alur Martabat Tujuh. Pada pembahasan selanjutnya, pengantar wejangan dalam bahasa Jawa tidak dikutip sesuai aslinya, melainkan langsung terjemahan bahasa Indonesia, namun isi atau inti wejangan tetap ditulis asli bahasa Jawa, baru kemudian diterjemahkan.
Wejangan Keempat :
“Wejangan ini dinamakan bukti kebenaran adanya Tuhan Yang Maha Luhur, berjudul ‘Pembuka Tata Mahligai di Dalam Baitulmakmur’. Oleh pemberi wejangan, Ronggowarsito menyebut Sunan Bonang, dimaksudkan untuk menyingkap kodrat iradat Tuhan Yang Maha Suci, yang menempatkan mahligai dzat sebagai rumah Allah di kepala manusia. Ini menjadi petunjuk kebenaran dalam bentuk tanda-tanda kehadiran dzat Yang Maha Mulia lagi Abadi, yang tidak dapat berubah dari keadaan yang sejatinya.
Dalil keempat yang dikutip dari kitab Insan Kamil, menjabarkan wahyu Tuhan Yang Maha Suci kepada Rasulullah Kanjeng Nabi Muhammad, ayat pertama yang diisyaratkan sebagai rahsa air mani (sperma), yang berbunyi sebagai berikut:
Sajatine Ingsun anata malige ana sajroning Betalmakmur, iku omah enggoning parameyan Ingsun, jumeneng ana sirahing Adam. Kang ana sajroning sirah iku dimak, yaiku utek; kang ana antaraning utek iku manik; sajroning manik iku budi; sajroning budi iku napsu; sajroning napsu iku suksma; sajroning suksma iku rahsa; sajroning rahsa iku Ingsun; ora ana Pangeran, nanging Ingsun Dat kang nglimputi ing kahanan jati.”
Artinya:
“Sesungguhnya Aku menata mahligai di dalam Baitulmakmur, itulah rumah tempat kesenangan-Ku, yang berada di dalam kepala Adam. Di dalam kepala itu ada dimak atau otak; yang ada di antara otak itu manik; di dalam manik ada budi; di dalam budi ada nafsu; di dalam nafsu ada suksma, di dalam suksma ada rahsa; di dalam rahsa itulah Aku; tiada Tuhan, selain Aku Dzat yang menguasai dan meliputi seluruh keadaan yang sejatinya.”
Wejangan Kelima:
“Wejangan ini disebut bukti adanya Tuhan Yang Maha Agung, berjudul ‘Pembuka Tata Mahligai di Dalam Baitulmukaram’, yang oleh pemberi wejangan (oleh Ronggowarsito disebut Sunan Muria), menyingkap kodrat iradat Tuhan Yang Maha Suci, yang menempatkan mahligai-Nya sebagai Rumah Allah di dada manusia. Sesungguhnya ini merupakan petunjuk keadaan yang menandakan kehadiran satu-satunya Dzat Yang Maha Mulia, yang tidak bergeser dari kesejatiannya.
Tersebut di dalam dalil ilmu yang kelima, yakni yang juga merupakan nukilan dari inti kitab Insan Kamil, menjelaskan wahyu Tuhan Yang Maha Suci kepada Rasulullah Kanjeng Nabi Muhammad, ayat yang kedua di dalam rahsa sebagai berikut:
Sajatine Ingsun anata malige ana sajroning Betalmukaram, iku omah enggoning lalarangan Ingsun, jumeneng ana ing dadhaning Adam. Kang ana ing sajroning dadha iku ati; kang ana ing antaraning ati itu jantung; sajroning jantung iku budi, sajroning budi iku jinem, yaiku angen-angen; sajroning angen-angen iku suksma; sajroning suksma iku rahsa; sajroning rahsa iku Ingsun. Ora ana Pangeran, nanging Ingsun Dzat Kang anglimputi ing kahanan jati.”
Artinya:
“Sesungguhnya Aku menata mahligai yang ada di dalam Baitulmuharam. Itulah rumah tempat larangan-Ku, yang berada di dalam dada Adam. Di dalam dada ada hati; yang ada di antara hati itu jantung; di dalam jantung ada budi; di dalam budi ada jinem (ruangan rahasia di dalam Istana) yakni angan-angan. Di dalam angan-angan ada suksma; di dalam suksma ada rahsa; di dalam rahsa ada Aku. Tiada Tuhan selain Aku yang menguasai seluruh keadaan yang sebenarnya.”
Wejangan Keenam:
“Wejangan ini tentang kebenaran adanya Tuhan Yang Maha Suci, berjudul Pembuka Tata Mahligai di Dalam Baitulmukadis, yang oleh pemberi wejangan yakni Sunan Kalinyamat, membuka kodrat iradat Tuhan Yang Maha Suci yang menempatkan mahligai dzat sebagai rumah Allah di dalam penis manusia. Ini juga sesungguhnya menjadi petunjuk bukti kehadiran satu-satunya dzat Yang Maha Mulia, yang tidak berubah dari keadan asalnya.
Tersebut di dalam dalil ilmu yang keenam, yakni yang juga merupakan petikan dari inti kitab Insan Kamil, menjelaskan wahyu Tuhan Yang Maha Suci kepada Rasulullah Kanjeng Nabi Muhammad, ayat ketiga di dalam rahsa sebagai berikut:
Sajatine Ingsun nata malige ana sajroning Betalmukadas, iku omah enggoning pasucen-Ingsun, jumeneng ana ing kontholing Adam; kang ana sajroning konthol iku pringsilan, kang ana ing antaraning pringsilan iku nutpah, yaiku mani; sajroning mani iku madi; sajroning madi iku wadi; sajroning wadi iku manikem; sajroning manikem iku rahsa, sajroning rahsa iku Ingsun, Dat kang nglimputi ing kahanan jati, jumeneng ing sajroning nukat gaib, tumurun dadi johar awal, ing kono wahananing alam akadiyat, wahdat, wakidiyat, alam arwah, alam misal, alam ajesam, alam insan kamil, dadining manungsa sampurna yaiku sajatining sipat-Ingsun.”
Artinya:
“Sesungguhnya Aku menata mahligai di dalam Baitulmukadas, itulah rumah suci-Ku, ada di dalam alat kemaluan (penis) Adam; yang ada di dalam penis itu pelir, di antara buah pelir itu nutfah, yakni air mani; di dalam mani itu madi; di dalam madi itu wadi, di dalam wadi ada manikem, di dalam manikem itu rahsa, di dalam rahsa itulah Aku; Tiada Tuhan salin Aku, Dzat yang menguasai keadaan yang sejati, berkedudukan di nukat gaib, turun menjadi johar awal. Di sana sebagai wahana alam akadiyat, wahdat, wakidiyat, alam arwah, alam misal, alam ajesam, alam insan kamil; terjadinya manusia yang sempurna itu adalah sesungguhnya sifat-Ku.” (Wirid Hidayat Jati : 10 dari 14, dalam Seri Tulisan “Orang Jawa Mencari Gusti Allah”)
Bila saya telaah dlm bhs indonesia (mf TDK paham.bhs Jawa) isi kitab insan kamil, wejangan 4 – 6 kok bertentangan dgn aqoid 50. Di wejangan dijelaskan Tuhan (maksud saya Allah) mengambil tempat padahal Allah bersifat wujud ghairu makan, ada tidak bertempat dan qidam terdahulu tidak ada yg mendahului. Inilah keyakinan Ahlu Sunnah wal jamaah. Kalau Allah punya ruang dan waktu maka kita menyamakan Ia dengan makhluk. Jangan Giring pembaca ke area kemusyrikan.
Assalamualaikum wrwb. Mas Aswari, ini adalah kajian terhadap Serat Wirid Hidayat Jati (WHJ) karya Ranggawarsita. Tulisan yang memuat Wejangan ke 4 – 6 WHJ di seri tulisan ke 10 adalah kutipan sepenuhnya, apa adanya. Sebagaimana berulangkali saya kemukakan dalam Seri Tulisan 1 sd 14 (nanti), maka dalam menilai mohon jangan sepotong-sepotong. Jika menilai sebuah kajian kitab dalam seri tulisan media online yang dibatasi hanya sekitar 500 – 700 kata setiap seri, maka kita bisa salah interpretasi. Sekali lagi mohon bersabar dan berkenan menbaca mulai dari seri 1 sd 14 nanti. Salam takzim.
B.Wiwoho – wiwoho.b@gmail.com
Saya faham apa magsud daripada kitab tersebut. Bahwa Dzat itu menyeliputi segala alam semesta raya ini,dimanapun itu ada kehidupan mahluk disitu pasti ada yg menggerakkan. Mangsud daripada bertempat adalah yg telah dibahas diri manusia yg mempunyai pola berfikir yg sempurna.mahluk sempurna.nanti kalo bahasnya dipohon/tanaman,tumbuh tumbuhan,hewan ya beda lgi.inti sari mangsud sang pujangga adalah pada manusia,insan kamil,utusan,yg diberi hak,yg diperintah,yg merusak,yg menjaga,yg dimulyakan, sifat Dzat adalah menyelimuti segala ruang tak terbatas waktu.seperti nafas udara yg kita hirup,tak terhitungkan.
dan tudak akan bisa menggapaiNYA jika masih menggunakan nafshu,amarah dsb. Bertafakkur Riyadloh adalah jalan satu satunya untuk bisa menggapaiNYA.kita tdk akan bisa membicarakan Rasa karna Rasa bisa dimengerti ketika seseorang itu pernah merasakan sendiri,dan Rasa tdk akan pernah bohong,karna membohongi rasa sama saja membohongi diri sendiri.Bertajalli lah wahae sodaraku,bermanunggalah dalam tafakkurmu niscaya hatimu akan bercahaya secerah Nur Muhammad,karna manusia adalah insan kamil mukammil yg diberi hak oleh Alloh untuk menyempurnakan. Wa anlawisstaqomu ‘alatthoriqoti la astkoina humma an ghodhaqo. salam annaqsabandiyah kholidiyah mujaddaddiyah.