Ads
Tafsir

Dengan Mengucapkan Nama Allah (Bagian 2)

Seluruh nama Allah dalam Asmaul Husna adalah sifat-sifat Allah, sementara allah sendiri bukan sifat. Dialah nama terbesar. Apa saja  kekhususan-kekhususan pada nama allah?

Berusaha Memahami Nama Agung Allah

Adapun allah adalah simbol Tuhan Pemeihara (Rabb) yang Mahaberkat dan Mahaluhur. Dikatakan bahwa allah adalah nama Allah yang paling agung karena nama itu diberi sifat dengan seluruh sifat, seperti dalam firman Q.59:22-24:

Huallahul ladzii laa ilaaha illa hua ‘aalimul ghaibi wasy syahaadati huar rahmanur rahiim. Huallahul ladzii laa ilaaha illa hual malikul qudduusus salaamul mu’minul muhaiminul ‘aziizul jabbaarul mutakabbir, subhaanallahi ‘ammaa ysyrikuun. Huallahul khaliqul baari-ul mushauwiru lahul asmaa-hul husnaa, yusabbihu lahuu ma fis samaawaati wal ardhi wa hual ‘aziizul hakiim.

(Dialah Allah, yang tiada tuhan kecuali Dia, Yang Mengetahu yang gaib maupun yang nyata, Dialah Yang Maha Pemurah, Yang Maha Pengasih. Dialah Allah yang tiada tuhan kecuali Dia, Yang Maharaja, Yang Kudus, Sumber Kedamaian, Pengawal Kepercayaan, Penjamin Keselamatan, Yang Gagah, Yang Mampu Memaksakan dan Yang Paling Tinggi. Mahasuci Allah, Yang Menciptakan, Yang Mengembangkan dan Yang Memberi Bentuk. Bagi-Nya nama-nama yang indah. Bertasbih kepada-Nya yang di seluruh langit dan bumi, dan Dialah Yang Mahagagah dan Bijaksana).

Di situ seluruh nama yang disebut setelah allah (misalnya ar-rahman dan ar-rahim, pemurah dan pengasih) merupakan sifat-sifat Allah. Seperti dinyatakan hadis Abu Hurairah di dalam Bukhari dan Muslim, sabda Rasulullah bahwa “Bagi Allah sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang sebuah, barangsiapa menghitung-hitungnya masuk surga”, maka nama-nama tersebut sekaligus sifat-sifat Allah, sementara allah sendiri bukan sifat. Ia nama terbesar. Ia adalah nama yang tidak dipakai untuk selain Allah Tabaraka wa Ta’ala. (Ibn Katsir, I:19).

Al-Khazin, dalam tafsirnya (Lubabut Ta’wil fi Ma’anit Tanzil), menyebut untuk alasan pengkhususan nama allah hanya untuk Allah Ta’ala itu ayat Q.19:65: “Tuhan seluruh langit dan bumi dan yang di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan tahan ujilah, dalam ibadat kepada-Nya. Adakah kau tahu yang lain yang layak memaknai nama-Nya?” (Khazin, I:13).

Karena itulah, tidak dikenal jalan pikiran, di kalangan Arab, bahwa nama itu kata benda rangkaian. Dengan kata lain, seperti diyakini sebagian ahli gramatika, allah adalah nama baku (ism jamid) yang tidak mengandung kemungkinan pemecahan (isytiqaq). Al-Qurtubi (tafsirnya, Al-Jami’ li-Ahkamil Quran) telah menukil dari satu jamaah ulama, antara lain  Syafi’i, Imam Haramain, dan Al-Ghazali, bahwa huruf-huruf alif dan lam pada allah (yakni al-nya) bersifat permanen (lazim). Berbeda dengan misalnya al-ghafur, yang alif-lam-nya merupakan huruf-huruf sandang.

Tapi itu baru pendapat pertama. Sebab ada pula yang berkesimpulan bahwa allah adalah ism musytaqq (mengandung isytiqaq). Mereka bersandar antara lain pada ayat “Dan Dialah Allah di seluruh langit dan bumi”. Di situ “Allah” tentunya sama dengan “tuhan”, alias “ilah”. (Kita bandingkan dengan ungkapan “Allah orang Israel” dalam Bibel, yang juga berarti “tuhan orang Israel”). Dalam Quran sendiri ilah (tuhan) itu disebut dengan jelas dalam 43:84: “Dialah yang di langit ilah dan di bumi pun ilah”.

Maka Sibawaih menukilkan dari al-Khalil, dua-duanya linguis, bahwa asal allah memang ilah, lalu ditaruh alif dan lam di depannya. Sama dengan al-nas (an-nas) yang  berasal dari al-unas. Pada allah, seperti dikatakan Al-Kisa’i dan Al-Farra’, dari al-ilah dihapuskan hamzah-nya (yang berbunnyi   i) dan digabungkan lam (huruf l) pertamanya dengan lam kedua, menjadi allah. Sebanding dengan ungkapan Quran laakinnaa huallaahu rabbii, yang berasal dari laakin ana… (Ibn Katsir I:19).

Tetapi ada sesuatu yang dituliskan al-Khazin (I:13) – sebuah keunikan nama allah yang, siapa tahu, bisa memperkuat pihak yang menganggap allah sebuah ism jamid, tanpa pecahan. Di antara kekhususan-kekhususan nama allah, katanya, kalau engkau menghapus sebagian hurufnya, sisanya akan tetap menunjuk kepada-Nya. Kalau kau hilangkan alif-nya, yang tinggal akan berbunyi lillah, dan itu berarti ‘untuk Allah’. Kalau lam-nya yang pertama kau hapus, alif-nya tinggal, ia akan berbunyi ilah (tuhan. Kalau lam pertama dan alif sama-sama dihapus, yang tinggal adalah lahu (untuk Dia). Nah, kalau alif, lam pertama dan lam kedua dihapus, kita akan mendapati hu-yang melambangkan kepada hua (Dia).” Allahu akbar. Bersambung

Penulis: Syu’bah Asa (1941-2011), pernah menjadi Wakil Pemimpin Redaksi dan Asisten Pemimpin Umum Panji Masyarakat; Sumber: Panjimas, 16-29 Oktober 2002

Tentang Penulis

Panji Masyarakat

Platform Bersama Umat

Tinggalkan Komentar Anda

Discover more from PANJI MASYARAKAT

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading