Ads
Mutiara

Ekspedisi Jihad Pangeran Sabrang Lor

Upaya Pati Unus membebaskan Malaka dari cekikan Portugis berakhir gagal. Bahkan raja Demak ini gugur dalam pertempuran. Hikmahnya kekuatan Islam justru tumbuh di tempat lain di Nusantara.

Tahun 1511 Malaka jatuh ke tangan Portugis. Sejak itu persaingan penyebaran agama dan perdagangan di Asia Tenggara semakin tajam. Malaka yang semula pasar bagi Kesultanan Demak, berubah menjadi pelabuhan dan pos militer Portugis. Setiap kapal niaga milik orang Islam dirampas karena mereka menganggap setiap muslim adalah musuh. Portugis menyerang pusat-pusat kedudukan Islam untuk merebut perdagangan mereka.

Maka, untuk memperkuat pengaruhnya, Kesultanan Demak mempererat hubungan dengan kesultanan Banten-Cirebon yang juga keturunan Syekh Maulana Akbar Gujarat. Hubungan yang semakin erat itu ditandai dengan pernikahan kedua Pati Unus dengan Ratu Ayu, putri Sunan Gunung Jati pada tahun 1511.

Pati Unus adalah raja Demak ke-2. Ia menggantikan Raden Patah, mertuanya sendiri. Nama aslinya Raden Abdul Qadir. Awalnya ia dikenal dengan nama Adipati Unus atau Pati Unus. Setelah gugur dalam pertempuran menghadapi Portugis di Malaka, ia diberi julukan Pangeran Sabrang Lor karena keberaniannya itu. Ayahnya, Raden Muhammad Yunus, yang setelah menikah dengan seorang putri pembesar Majapahit di Jepara diberi gelar Wong Agung Jepara. Raden Muhammad Yunus sendiri adalah putra seorang mubalig dari Parsi, Abdul Khaliq Al-Idrus atau Syekh Khaliqul Idrus, menantu seorang ulama Gujarat keturunan Syekh Maulana Akbar. Mubalig dan musafir besar ini datang dari Parsi ke tanah Jawa kemudian menetap di Jepara pada awal 1400-an.

Awal tahun 1500-an, Raden Abdul Qadir dijadikan menantu oleh Raden Patah. Dari Pernikahannya dengan putri Raden Patah, Abdul Qadir resmi diangkat menjadi Adipati wilayah Jepara. Dari pernikahannya itu ia dikaruniai dua putra. Kedua putranya ini kelak dibawa dalam ekspedisi besar yang akan mengubah nasib Kesultanan Demak.

Tak hanya itu, Pati Unus kemudian diangkat jadi Panglima Gabungan Armada Islam membawahi armada Kesultanan Banten, Demak, dan Cirebon. Kemudian ia mendapat gelar baru, yaitu Senapati Sarjawala dengan tugas utama merebut kembali Malaka yang telah jatuh ke tangan Portugis.

Tahun 1518 Raden Patah wafat. Ia berwasiat agar Pati Unus diangkat menjadi penerusnya. Maka diangkatlah Adipati wilayah Jepara ini menjadi Sultan Demak II bergelar Alam Akbar ats-Tsaniy. Selama menjadi Sultan Demak, Raden Patah antara lain menguasai sepanjang pantai Jawa, mulai dari Banten sampai Gresik. Demak juga memiliki pelabuhan-pelabuhan penting seperti Jepara, Tuban, Sedayu, Jaratan, dan Gresik yang menjadi pelabuhan transit (penghubung). Demak menjadi penghubung perdagangan rempah-rempah Indonesia timur dan barat yang menjadikan Demak kerajaan yang berjaya di bidang agraris-maritim. Barang-barang penghasilan Kerajaan Demak seperti lilin, madu, dan terutama beras diekspor ke Malaka, Maluku, dan Samudra Pasai.

Masa kekuasaan Pati Unus boleh dibilang singkat, dari 1518 sampai 1521. Waktu tiga tahun itu ia gunakan untuk membangun kekuatan pertahanan. Hasilnya, 375 armada kapal besar berhasil dibuat. Kapal itu digunakan untuk menyerang Portugis di Malaka. Armada perang Islam berangkat dari pelabuhan Demak menuju Malaka yang dipimpin langsung oleh Pati Unus. Ia mengerahkan kurang lebih 100 buah kapal dan sepuluh ribu orang. Kapal yang paling kecil beratnya tidak kurang dari 200 ton, sangat besar jika dibandingkan dengan kapal-kapal Portugis.

Pasukan Portugis di bawah kepemimpinan Laksamana Perez d’Andrada, hanya memiliki 13 kapal. Meski begitu, Portugis mampu menghancurkan pasukan Sabrang Lor. Portugis sudah mempersiapkan pertahanan menyambut armada besar ini dengan puluhan meriam besar yang mencuat dari benteng Malaka. Dalam perang yang berlangsung tiga ini hanya dua atau tiga kapal saja yang selamat. Banyak korban jatuh baik dari pihak Demak maupun Portugis. Pati Unus termasuk yang gugur dalam perang ini.

Putra pertama dan ketiga Pati Unus ikut gugur, sedangkan putra kedua, Raden Abdullah selamat dan kembali ke Jawa bersama sebagian tentara Kesultanan Malaka. Mereka memutuskan hijrah ke Jawa setelah mengalami kekalahan itu. Keturunan kaum Melayu Malaka ini kemudian melanjutkan misi menyebarkan agama Islam di tanah Pasundan, sehingga satu tempat di mana mereka singgah dinamai Tasikmalaya yang berarti danaunya orang Malaya (Melayu). Tasikmalaya sebelumnya berada di bawah kekuasaan kerajaan Galuh Hindu hingga akhirnya menjadi bagian kerajaan Islam Cirebon berkat Raden Surya, cucu Pangeran Sabrang Lor.

Dalam pada itu, ketika kekuatan perdagangan Islam di Malaka dicekik oleh Portugis, kekuatan Islam lainnya tumbuh di wilayah lain yaitu Kesultanan Banten yang melebihi kemasyhuran Malaka. ***

Tentang Penulis

Avatar photo

A.Suryana Sudrajat

Pemimpin Redaksi Panji Masyarakat, pengasuh Pondok Pesantren Al-Ihsan Anyer, Serang, Banten. Ia juga penulis dan editor buku.

Tinggalkan Komentar Anda

Discover more from PANJI MASYARAKAT

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading